_oOo_
|
Seorang pria dengan kaca
mata tebalnya tengah memandang tanpa berkedip kearah seorang gadis yang telah
lama membuatnya jatuh hati, suatu khayalan semata mengharapkan gadis yang
terlihat sempurna dimata setiap orang yang melihat berbeda dengan dirinya, kaca
mata besar yang tak lepas menutupi mata indahnya, semua yang melekat ditubuhnya
membuat orang yang melihatnya sering mencibir, tapi yah inilah Rafael Landry
Tanubrata seorang pria yang tak bisa memungkiri kalau Ia telah lama menyukai
seorang gadis yang tengah menjadi pusat perhatiannya kini.
“Kapan coba bisa berkenalan
dan dekat dengan dia” ujar Rafael sembari membenarkan posisi kaca mata yang
tengah dikenakan, pandangan matanya tak beralih dari seorang gadis yang telah
membuatnya tau apa itu cinta.
“Ahh... mikir apa coba Aku
ini, sampai lebaran monyet datang pun Aku gak akan bisa dekat dengan dia. Kita
berbeda jauh, dia gadis yang ckup terkenal dikampus sedangkan Aku... Aku hanya
seorang pria culun yang sering mendapat cibiran dari teman kampus” pada
akhirnya Rafael menyadarai kalau dirinya tak pantas untuk berkenalan dengan
gadis yang dicintai. Pria ini sudah putus asa sebelum mencoba untuk mengenal
dekat dengan gadis itu, namun yah mungkin saja keputus asaan Rafael ada benarnya
juga, karena memang mereka berbeda.
Ternyata tanpa Rafael sadari
teman dari gadis yang menjadi pusat perhatian Rafael menyadari kalau sedari
tadi Rafael terus memandangi temannya, namun gadis yang kerap disapa Alfi ini
membiarkan saja, karena memang Alfi menyadari sejak lama kalau Rafael memang
menyukai temannya namun yang sudah biarlah semua berjalan apa adanya. “Emm...
tau gak Loe” ujar Alfi membuat gadis yang duduk disamping Alfi terbuyar dari
aktivitasnya yang tengah memandang fokus buku yang lumayan cukup tebal
dihadapannya, lalu beralih menatap dengan intens kearah Alfi.
“Ternyata si culun itu
tengah perhatiin Loe deh Ra” tutur Alfi. Seorang gadis yah dipanggil Ra oleh
Alfi atau tepatnya Kara ini mencari keberadaan sesosok pria yang dibilang culun
oleh Alfi, saat tau keberadaan Rafael dengan cepat Kara membuang muka,
kekesalannya semakin memuncak selalu saja seperti ini, tiap melihat wajah
Rafael selalu membuat Kara merasa kesal, karena yah mungkin Kara merasa malu
ada sesosok pria culun yang dengan beraninya suka dengan dirinya.
“Biarin aja, Gue ngerasa
muak lihat wajah sok lugu itu cowok” Kara menutup buku tebalnya dan hendak
beranjak pergi, namun dengan cepat Alfi menghentikan langkah temannya bahkan
bisa dibilang sahabat, karena mereka berdua selalu kemana-mana bersama,
menghabiskan waktu bersama hingga ada yang berkata kalau mereka sudah seperti
anak kembar.
“Mau kemana Loe ?, temenin
Gue duduk disini jangan pergi kemana-mana atau gak Loe-Gue end” ujar Alfi
dengan sebuah ancaman. Kara menghela nafas, merasa takut dengan ancaman Alfi
gadis cantik ini kembali duduk beralaskan rerumputan, yah karena memang kini
mereka tengah berada ditaman kampus tempat mereka menuntun ilmu.
“Gue rasa sebenarnya cowok
itu ganteng tapi yah begitu...” Alfi menggantungkan ucapannya karena menyadari
kalau sahabatnya tengah menatapnya dengan aneh. Kara menempelkan tangan
kanannya dikening sahabatnya, mungkin saja ada yang tidak beres dengan Alfi
hingga bisa berkata kalau Rafael seorang pria yang culun dibilang tampan, oh Tuhan
ada apa dengan Alfi ini ? pekik Kara dalam hati.
“Mata Loe masih bekerja
dengan normalkan ? kalau gak mending segera Loe bawa kedokter spesialis mata,
Gue takut aja kalau mata Loe lama-lama katarak sampai gak bisa bedain mana
cowok kece dan CULUN” ujar Kara dengan menekan kata culun. Alfi
memanyunkan bibirnya, kesal dengan ledekan yang telontar begitu saja dari
sahabatnya. Padahal Alfi hanya ingin berpendapat, mungkin saja dengan begitu
sahabatnya bisa sedikit membuka hati untuk Rafael.
“Sialan Loe” Alfi memukul
cukup keras lengan Kara.
“Coba Loe lihat dia
dalam-dalam, sebenarnya aura dia itu membawa ketenangan tau. Dilihat-lihat
wajahnya juga gak seburuk kaca mata dan baju yang digunakan, kalau dia lepas
itu semua sumpah bisa-bisa Gue jatuh hati sama itu cowok” ujar Alfi dengan
membayangkan bagaimana kalau Rafael melepas kaca mata besarnya dan mengganti
semua baju yang dikenakan dengan pakaian yang lebih modis, pasti semua orang
yang melihatnya akan jatuh hati seperti saya.
“Loe bilang itu anak tampan
berarti itu cowok buat Loe aja, Gue ogah” Kara melambaikan tangannya dihadapan
wajah Alfi, menjelaskan kalau Kara benar-benar tak mau untuk menjadikan Rafael
sebagai pria pengisi hatinya.
“Sorry hati Gue udah dikunci
rapat sama salah satu cowok” ujar Alfi. Memang sudah beberapa bulan ini Alfi
tengah jatuh cinta pada seorang pria, perhatian dari pria itu sudah cukup
membuat Alfi percaya kalau cintanya tak bertepuk sebelah tangan, akan tetapi
sayang hingga detik ini pria yang Alfi cintai belum juga mengungkap perasaannya,
namun Alfi tak berputus asa suatu saat nanti akan ada hari indah untuknya dan
pria yang dicintai.
“Emang siapa ?” tanya Kara
yang memang belum mengetahui siapa pria yang telah membuat sahabatnya kembali
merasakan jatuh cinta. Memang terasa aneh untuk Kara kini, karena Alfi tak
bercerita tentang hal ini, namun Kara cukup tau mungkin untuk kali ini Alfi
hanya ingin merasa sendiri dengan apa yang dirasa.
“Suatu saat Gue akan cerita
sama Loe” ujar Alfi dan mendapat anggukan kepala dari Kara. Pandangan mata Kara
kini kembali tertuju pada Rafael yang masih saja terus memandangnya, saat detik
itu juga Rafael menyadari kalau Kara tengah menatapnya, dengan cepat Rafael
menundukan kepala tak memandangi Kara.
“Aneh” umpat Kara.
“Siapa yang aneh ?” tanya
Alfi.
“Siapa lagi kalau bukan
cowok culun itu. Gue cabut duluan yah soalnya nyokap udah ngerengek minta Gue
buat cepet pulang, nanti malam Loe datang kerumah Gue mau cerita sesuatu sama
Loe” Kara beranjak pergi meninggalkan Alfi begitu saja sebelum Alfi menjawab
permintannya.
“Dasar cewek alay, padahal
Gue mau bilang kalau nanti malam Gue mau jalan sama Bisma. Alahhh... biarin aja
dia nungguin Gue sampai malam, biar tau rasa” Alfi pun beranjak dari duduknya
melangkah pergi meninggalkan taman kampus. Lihatlah Rafael tak bergeming dari
tempatnya, duduk dengan pandangan mata lurus menatap berlalunya Kara meski kini
punggung Kara saja sudah tak terlihat lagi. Pria ini terlihat begitu memiriskan
sejak pertama bertemu dengan kara, Rafael sudah hati namun sayang hingga detik
ini saja Rafael tak pernah bisa punya nyali untuk berkenalan dengan Kara, yang
Rafael hanya bisa banyak berdoa semoga saja Kara memang jodohnya.
_oOo_
Gadis cantik ini dengan
malas melangkah masuk kedalam rumahnya yang bisa dikata cukup mewah, pandangan
matanya menyapu setiap sudut ruangan mencari keberadaan sang mama, suara yang
sudah tak asing ditelinganya tengah memanggil namanya, dan ternyata sang mama
tengan duduk manis disofa ruang keluarga ditemani seorang wanita yang seumuran
dengan sang mama. Kara kembali melangkah denga ringgan menghampiri sang mama,
memberi salam untuk tamu sang mama yang baru pertama kali dilihat.
“Ini jeng yang namanya Kara,
wah... cantik banget yah anak jeng ini” puji wanita baya ini. Kara membalas
dengan senyum tipis, merasa tak asing dengan setiap pujian seperti itu yang
selalu didengar setiap bertemu dengan teman sang mama.
“Jeng bisa saja” ujar Bian
selaku ibunda dari Kara.
“Oh yah sayang ini tante
Naumi sahabat mama sejak SMP” ujar Bian mengenalkan sang sahabat pada putrinya.
Kara membalas dengan sebuah anggukan kepala dan senyum manis, membuat Bian yang
melihatnya menyukai gadis yang baru pertama kali dilihatnya sore ini, dalam
artian suka sebagai calon menantunya.
“Maaf yah jeng kalau hari
ini saya belum bisa bawa putra saya, maklum anak cowok jarang sekali berada
dirumah” sesal Naumi.
“Gak masalah yang terpenting
jeng Naumi sudah bertemu dengan anak saya, sepertinya juga jeng Naumi ini sudah
suka dengan putri saya, kalau begitu obrolan kita tempo dulu bisa terlaksana”
Kara sedikit terkejut dengan penuturan sang mama, apa ini maksud dari apa yang
didengarnya semalam, obrolan sang mama dengan sang papa yang mengganjal hatinya
hingga detik ini, namun demi apapun Kara tak bisa menerima itu semua.
“Mah, Tan. Aku kekamar dulu
mau ganti baju” pamit Kara dan berlalu begitu saja sebelum mendengar penuturan
sang mama yang ingin melarangnya untuk meninggalkan ruangan ini, dengan segera
Bian meminta maaf denga tingkah sang putri yang kurang sopan itu, Bian dapat
bernafas lega karena ternyata Naumi bisa memahaminya. Dua ibu paruh baya ini
kembali asyik dengan obrolan mereka seputar masalah keluarga mereka dan
terkadang topik yang mereka bicarakan bisa saja menjalar kearah dunia fashion.
_oOo_
Alfi
terlihat begitu cantik dengan dress berwarna biru muda yang melekat dengan
indah ditubuhnya, menatap wajah cantinya dicermin membuat semburat senyum
terpancar dibibir Alfi yang sudah terlapisi lips gloss berwarna pink cerah.
Siapa saja pria yang melihatnya pasti akan jatuh cinta padanya, tak terkecuali
dengan pria yang malam ini akan mengajaknya jalan.
“Semoga saja malam ini juga
Bisma ngungkapin perasaannya sama Gue” harap Alfi dan tak lama terdengar bel
rumahnya berbunyi, Alfi begitu yakin pasti itu pria yang tengah ditunggu,
dengan segera Alfi meraih tas kecilnya dan beranjak keluar kamar menuju pintu
utama rumahnya, dan benar saja Bisma telah berdiri dengan stay cool didepan
pintu. Bisma menatap Alfi dari atas hingga bawah, begitu aneh Alfi malam ini
menurut Bisma. Alfi yang menyadari tatapan aneh Bisma melihat penampilannya
sendiri, apa ada yang kurang hingga membuat Bisma menatapnya aneh ? namun
sepertinya tidak.
“Apa ada yang aneh ?” tanya
Alfi dengan cepat Bisma menggelengkan kepala.
“Sudah siap untuk menemaniKu
menonton film dibioskop malam ini ?” mata Alfi membola. Jadis malam ini Bisma
mengajaknya keluar kebioskop bukan untuk malam berdua ditempat yang romantis,
kalau begitu sia-sia saja Alfi berdandan cantik malam ini. tetapi tunggu dulu,
mungkin saja sebelum makan malam ditempat yang romantis Bisma mengajaknya untuk
nonton terlebih dahulu, untuk saat ini Alfi harus positif thinking terlebih
dahulu.
“Emm... siap kok” ujar Alfi
ragu. Bisma melangkah terlebih dahulu meninggalkan Alfi tanpa ada niatan sama
sekali untuk menggandeng Alfi atau membuka-kan pintu mobil untuk Alfi. Gadis
yang menggenakan dress biru muda ini hanya bisa menghela nafas, mencoba
berfikir hal-hal positif yang akan terjadi kedepan.
_oOo_
Berulang kali Alfi menggerutu dalam batinnya,
merasa kesal dengan apa yang terjadi kini, semua tak ada yang sesuai dengan
perkiraannya. Awalnya Alfi berfikir seusai nonton film dibioskop, Bisma akan
mengajaknya makan malam ditempat yang romantis, namun apa yang terjadi ternyata
Bisma mengajaknya makan malam disalah satu cafe yang berada didalam pusat
perbelanjaan ini, hingga membuat Alfi hanya mengaduk-aduk tak jelas makanan
dihadapannya. Bisma ! pria ini menatap bingung kearah Alfi yang malam ini
terlihat aneh dimatanya, dimulai dari dress yang Alfi gunakan hingga tingkah
laku Alfi kini.
“Kamu kenapa ?” tanya Bisma sembari menyuapkan
sesendok makanan kedalam mulutnya dan mengunyah dengan ringan, tak lupa pula
Bisma menatap gadis lawan bicaranya. Alfi tersenyum kecut mendengar penuturan
Bisma, benar-benar pria yang tak dapat memahami tingkah lawan jenisnya pria
ini.
“Gak cuma lagi males aja” ujar Alfi apa adanya.
“Kalau males kenapa tadi mau Aku ajak keluar,
jadi ngerasa gak enak saja Aku kalau sudah begini” Bisma meletakan sendok
ditangannya keatas piring, meneguk sedikit capuccino dalam secangkir gelas yang
telah dipesannya.
“Ahh... sudah tak apa lupakan, ini salahKu
sendiri yang tiba-tiba saja kehilangan mood” ujar Alfi dengan senyum yang
dipaksakan, gadis ini tak mau secara terang-terangan moodnya hilang karena
Bisma, bisa-bisa nanti apa yang akan difikirkan Bisma tentangnya.
“Bagaimana kalau sekarang kita pulang saja,
dari pada kamu makin lama makin bosan” saran Bisma semakin membuat mood Alfi
benar-benar jatuh, jadi malam ini tak ada manfaat apa-apa mereka jalan berdua,
status hubungan mereka pun masih sama hanya sebatas teman tak lebih. Ingin
sekali rasanya Alfi berteriak kalau Ia tengah jatuh cinta dengan Bisma dan
menginginkan Bisma segera menjadi kekasihnya, namun itu suatu hal yang mustahil
untuk Alfi lakukan kini. “Bagaimana ?” ujar Bisma membuat Alfi tersadar dari
diamnya.
“Terserah” ujar Alfi simple dan beranjak dari
duduknya meninggalkan Bisma. Bisma semakin dibuat bingung dengan tingkah Alfi,
dengan segera Bisma menyusul langkah Alfi namun sebelumnya Bisma membayar terlebih
dahulu makanan yang telah mereka pesan. Alfi melangkah cukup cepat namun tak
membuat Bisma kehilangan jejak Alfi, dengan cekatan Bisma meraih lengan Alfi
dan membuat langkah kaki Alfi terhenti.
“Kamu ini kenapa Fi ?” tanya Bisma yang memang
tak tau apa-apa, tiba-tiba saja Alfi berubah menjadi seperti ini tanpa sebuah
alasan yang jelas dimata Bisma. Alfi berusaha untuk meredam rasa kesalnya, agar
Bisma tak semakin dibuat bingung dengan tingkahnya. Memang tak seharusnya Alfi
berharap terlalu dalam tentang hubungannya dengan Bisma, karena belum tentu
Bisma membalas cintanya.
“Gak pa-pa, Aku hanya ingin cepat sampai rumah
dan beristirahat” Alfi menjauhkan tangan kanan Bisma dari lengannya, mencoba
untuk melupakan apa yang terjadi malam ini dan bersikap sewajarnya.
“Oke” ujar Bisma pasrah. Bisma memang belum
percaya dengan alasan Alfi yang ingin segera pulang, namun apa boleh buat Bisma
juga tak ingin memaksa Alfi untuk menceritakan yang sebenarnya, mungkin ada
alasan tertentu yang tak bisa Alfi ungkapkan kini. Mereka melanjutkan langkah
mereka menuju parkiran dengan sejuta fikiran dalam benak mereka masing-masing,
sepanjang perjalanan pula mereka hanya diam tanpa sepatah kata pun.
_oOo_
Pagi ini Alfi terlihat berbeda dengan biasanya,
gadis ini yang sehari-harian terlihat tak bisa diam kini mendadak menjadi gadis
pendiam. Sahabatnya pun dibuat bingung dengan perubahan sikap Alfi tersebut,
entah sudah berapa puluh kata yang terlontar dari bibir Kara namun sama sekali
tak ada yang didengar Alfi, Alfi hanya diam dengan pandangan kosong. Kara
menghela nafas merasa iba dengan keadaan sahabatnya kini, bagaimana pula Alfi
sahabatnya yang selalu ada disetiap Ia membutuhkan, kini posisi Kara juga sama
harus ada saat Alfi mengalami suatu masalah.
“Loe kenapa Fi ?” tanya Kara dengan hati-hati.
“Kalau Loe lagi ada masalah cerita gih sama Gue, mungkin aja Gue bisa ringanin
beban hidup Loe” lanjutnya. Alfi melirik Kara sekilas tanpa sebuah ekspresi
yang membuat Kara merasa senang, hanya ekspresi wajar datar saja yang nampak diwajah
cantik Alfi sekarang.
“Gue galau sumpah, apa salah Gue mengharap
semalam dia nembak Gue ?, perhatian dia selama ini sepertinya Gue salah
mengartikan” ujar Alfi dengan tertunduk lesu. Kara mulai sedikit memahami apa
masalah yang tengah dialami oleh sahabatnya dan itu tidak jauh dari kata Cinta.
Cinta ! mengapa bisa membuat semua orang bisa menjadi seperti orang gila,
terlalu berharap memiliki apa yang diinginkan, Kara tak terlalu percaya dengan
adanya cinta karena cinta menurut Kara akan membawa sebuah luka pada akhirnya.
“Menurut Gue mending Loe coba buat jauhi dia
dan stop dengan kata jatuh cinta, Gue terlalu sering lihat Loe dan orang-orang
yang Gue sayang hampir gila karena cinta, padahal cinta itu gak nyata” inilah
pendapat Kara, gadis ini dengan polosnya berucap hingga membuat Alfi
terbengong. Alfi mulai tau mengapa hingga detik ini Kara sering sekali menolak
pria yang selalu dekat dengannya, karena Kara tak percaya dengan adanya cinta
atau cinta itu ada hanya membawa sebuah luka pada akhirnya, jadi lebih baik
menjauh dari cinta sebelum terluka pada akhirnya.
“Cinta memang gak nyata namun asal Loe tau
juga, kalau Loe bisa ada didunia ini karena sebuah cinta” ujar Alfi yang tak
percaya begitu saja dengan penuturan sahabatnya.
“Gue ada didunia ini karena nyokap Gue, nyokap
Gue rela melakukan apa aja agar Gue bisa hidup hingga detik ini”
“Hem... Tapi Loe juga bisa ada karena bokap
Loe, andai bokap Loe gak cinta sama nyokap Loe mustahil Loe ada didunia ini,
jadi saran Gue mending Loe coba deh rasain apa itu cinta. Gue berani jamin Loe
gak akan selalu ngerasa sedih atau bahkan ngerasa sendiri didunia ini” ujar
Alfi. Kara menggelengkan kepala, untuk kali ini jalan fikiran dua gadis cantik
yang terbiasa kompak kini berbeda. Kara yang anti dengan cinta sedangkan Alfi
meyakini akan indahnya sebuah cinta, meski kini Alfi merasa terluka karena
cinta.
“Cinta ? andai memang bokap Gue cinta sama
nyokap Gue mustahil kalau bokap akan tinggalin nyokap, sejak bokap Gue pergi
tanpa kabar demi apa pun Gue gak percaya kalau cinta itu ada” ujar Kara dengan
membuang muka, ketika berbicara tentang kehidupannya ingin sekali Kara
menangis. Mengapa Ia tak dapat merasakan keutuhan sebuah keluarga, bahkan kasih
sayang dari seorang ayah tak pernah dirasa Kara sejak dia kecil hingga beranjak
dewasa kini, bertatap muka dengan sang ayah saja itu tak pernah.
“Sorry” sesal Alfi yang menyadari apa yang
membuat sahabatnya begitu anti dengan yang namanya cinta. Alfi memang tak
terlalu banyak bagaimana keluarga Kara, yang Alfi tau hanya Kara sudah sejak
kecil tak bertemu dengan sang ayah dan ibunda-nya saja yang menemani hari-hari
Kara, melalukan semua kewajiban yang harus dipenuh sang ayah, perjuangan Bian
menghidupi Kara memang penuh tak sedikit, semua akan Bian lakukan asal Kara
bahagia.
“Gue sama sekali gak ada niat buat Loe sedih,
maaf kalau argumen Gue tadi menurut Loe salah atau bahkan melukai Loe” Alfi
benar-benar menyesal dengan argumen-argumen yang terlontar dari bibirnya, gadis
cantik ini sama sekali tak ada niatan untuk membuat Kara bersedih.
“Udah santai aja lagian Gue juga tau pendapat
setiap orang berbeda-beda, tapi Gue mohon sama Loe jangan paksa Gue buat
percaya dengan apa itu cinta” ujar Kara.
“Siap bos” senyum berbinar tergurat dibibir
tipis Alfi, karena ternyata Kara sama sekali tak marah padanya atau bahkan
menyimpan dendam. Kara memang terkenal sebagai gadis yang brutal tapi gadis ini
begitu mudah untuk memaafkan kesalahan orang lain selama itu tak melebih batas,
apalagi kesalahan sahabatnya sendiri maka Kara akan begitu mudah memaafkan.
“Gue cabut duluan masih ada urusan” Kara
beranjak dari duduknya melangkah keluar kelas.
“Gue mau buat Loe ngerasain apa itu cinta dan
Gue tau siapa yang tepat untuk memberi dan menerima cinta tulus Loe” ujar Alfi.
Sepertinya Alfi sudah memiliki sebuah rencana yang cukup cemerlang agar
sahabatnya itu dapat tau bagaimana rasa dicintai dan mencintai, cinta tak akan
selamanya berakhir dengan luka tapi ada sebuah kebahagian yang tidak terduga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar