Kamis, 12 September 2013

Love is Ouch part 1



Bottom of Form
_oOo_
Seorang pria dengan kaca mata tebalnya tengah memandang tanpa berkedip kearah seorang gadis yang telah lama membuatnya jatuh hati, suatu khayalan semata mengharapkan gadis yang terlihat sempurna dimata setiap orang yang melihat berbeda dengan dirinya, kaca mata besar yang tak lepas menutupi mata indahnya, semua yang melekat ditubuhnya membuat orang yang melihatnya sering mencibir, tapi yah inilah Rafael Landry Tanubrata seorang pria yang tak bisa memungkiri kalau Ia telah lama menyukai seorang gadis yang tengah menjadi pusat perhatiannya kini.
“Kapan coba bisa berkenalan dan dekat dengan dia” ujar Rafael sembari membenarkan posisi kaca mata yang tengah dikenakan, pandangan matanya tak beralih dari seorang gadis yang telah membuatnya tau apa itu cinta.
“Ahh... mikir apa coba Aku ini, sampai lebaran monyet datang pun Aku gak akan bisa dekat dengan dia. Kita berbeda jauh, dia gadis yang ckup terkenal dikampus sedangkan Aku... Aku hanya seorang pria culun yang sering mendapat cibiran dari teman kampus” pada akhirnya Rafael menyadarai kalau dirinya tak pantas untuk berkenalan dengan gadis yang dicintai. Pria ini sudah putus asa sebelum mencoba untuk mengenal dekat dengan gadis itu, namun yah mungkin saja keputus asaan Rafael ada benarnya juga, karena memang mereka berbeda.
Ternyata tanpa Rafael sadari teman dari gadis yang menjadi pusat perhatian Rafael menyadari kalau sedari tadi Rafael terus memandangi temannya, namun gadis yang kerap disapa Alfi ini membiarkan saja, karena memang Alfi menyadari sejak lama kalau Rafael memang menyukai temannya namun yang sudah biarlah semua berjalan apa adanya. “Emm... tau gak Loe” ujar Alfi membuat gadis yang duduk disamping Alfi terbuyar dari aktivitasnya yang tengah memandang fokus buku yang lumayan cukup tebal dihadapannya, lalu beralih menatap dengan intens kearah Alfi.
“Ternyata si culun itu tengah perhatiin Loe deh Ra” tutur Alfi. Seorang gadis yah dipanggil Ra oleh Alfi atau tepatnya Kara ini mencari keberadaan sesosok pria yang dibilang culun oleh Alfi, saat tau keberadaan Rafael dengan cepat Kara membuang muka, kekesalannya semakin memuncak selalu saja seperti ini, tiap melihat wajah Rafael selalu membuat Kara merasa kesal, karena yah mungkin Kara merasa malu ada sesosok pria culun yang dengan beraninya suka dengan dirinya.
“Biarin aja, Gue ngerasa muak lihat wajah sok lugu itu cowok” Kara menutup buku tebalnya dan hendak beranjak pergi, namun dengan cepat Alfi menghentikan langkah temannya bahkan bisa dibilang sahabat, karena mereka berdua selalu kemana-mana bersama, menghabiskan waktu bersama hingga ada yang berkata kalau mereka sudah seperti anak kembar.
“Mau kemana Loe ?, temenin Gue duduk disini jangan pergi kemana-mana atau gak Loe-Gue end” ujar Alfi dengan sebuah ancaman. Kara menghela nafas, merasa takut dengan ancaman Alfi gadis cantik ini kembali duduk beralaskan rerumputan, yah karena memang kini mereka tengah berada ditaman kampus tempat mereka menuntun ilmu.
“Gue rasa sebenarnya cowok itu ganteng tapi yah begitu...” Alfi menggantungkan ucapannya karena menyadari kalau sahabatnya tengah menatapnya dengan aneh. Kara menempelkan tangan kanannya dikening sahabatnya, mungkin saja ada yang tidak beres dengan Alfi hingga bisa berkata kalau Rafael seorang pria yang culun dibilang tampan, oh Tuhan ada apa dengan Alfi ini ? pekik Kara dalam hati.
“Mata Loe masih bekerja dengan normalkan ? kalau gak mending segera Loe bawa kedokter spesialis mata, Gue takut aja kalau mata Loe lama-lama katarak sampai gak bisa bedain mana cowok kece dan CULUN” ujar Kara dengan menekan kata culun. Alfi memanyunkan bibirnya, kesal dengan ledekan yang telontar begitu saja dari sahabatnya. Padahal Alfi hanya ingin berpendapat, mungkin saja dengan begitu sahabatnya bisa sedikit membuka hati untuk Rafael.
“Sialan Loe” Alfi memukul cukup keras lengan Kara.
“Coba Loe lihat dia dalam-dalam, sebenarnya aura dia itu membawa ketenangan tau. Dilihat-lihat wajahnya juga gak seburuk kaca mata dan baju yang digunakan, kalau dia lepas itu semua sumpah bisa-bisa Gue jatuh hati sama itu cowok” ujar Alfi dengan membayangkan bagaimana kalau Rafael melepas kaca mata besarnya dan mengganti semua baju yang dikenakan dengan pakaian yang lebih modis, pasti semua orang yang melihatnya akan jatuh hati seperti saya.
“Loe bilang itu anak tampan berarti itu cowok buat Loe aja, Gue ogah” Kara melambaikan tangannya dihadapan wajah Alfi, menjelaskan kalau Kara benar-benar tak mau untuk menjadikan Rafael sebagai pria pengisi hatinya.
“Sorry hati Gue udah dikunci rapat sama salah satu cowok” ujar Alfi. Memang sudah beberapa bulan ini Alfi tengah jatuh cinta pada seorang pria, perhatian dari pria itu sudah cukup membuat Alfi percaya kalau cintanya tak bertepuk sebelah tangan, akan tetapi sayang hingga detik ini pria yang Alfi cintai belum juga mengungkap perasaannya, namun Alfi tak berputus asa suatu saat nanti akan ada hari indah untuknya dan pria yang dicintai.
“Emang siapa ?” tanya Kara yang memang belum mengetahui siapa pria yang telah membuat sahabatnya kembali merasakan jatuh cinta. Memang terasa aneh untuk Kara kini, karena Alfi tak bercerita tentang hal ini, namun Kara cukup tau mungkin untuk kali ini Alfi hanya ingin merasa sendiri dengan apa yang dirasa.
“Suatu saat Gue akan cerita sama Loe” ujar Alfi dan mendapat anggukan kepala dari Kara. Pandangan mata Kara kini kembali tertuju pada Rafael yang masih saja terus memandangnya, saat detik itu juga Rafael menyadari kalau Kara tengah menatapnya, dengan cepat Rafael menundukan kepala tak memandangi Kara.
“Aneh” umpat Kara.
“Siapa yang aneh ?” tanya Alfi.
“Siapa lagi kalau bukan cowok culun itu. Gue cabut duluan yah soalnya nyokap udah ngerengek minta Gue buat cepet pulang, nanti malam Loe datang kerumah Gue mau cerita sesuatu sama Loe” Kara beranjak pergi meninggalkan Alfi begitu saja sebelum Alfi menjawab permintannya.
“Dasar cewek alay, padahal Gue mau bilang kalau nanti malam Gue mau jalan sama Bisma. Alahhh... biarin aja dia nungguin Gue sampai malam, biar tau rasa” Alfi pun beranjak dari duduknya melangkah pergi meninggalkan taman kampus. Lihatlah Rafael tak bergeming dari tempatnya, duduk dengan pandangan mata lurus menatap berlalunya Kara meski kini punggung Kara saja sudah tak terlihat lagi. Pria ini terlihat begitu memiriskan sejak pertama bertemu dengan kara, Rafael sudah hati namun sayang hingga detik ini saja Rafael tak pernah bisa punya nyali untuk berkenalan dengan Kara, yang Rafael hanya bisa banyak berdoa semoga saja Kara memang jodohnya.

_oOo_
Gadis cantik ini dengan malas melangkah masuk kedalam rumahnya yang bisa dikata cukup mewah, pandangan matanya menyapu setiap sudut ruangan mencari keberadaan sang mama, suara yang sudah tak asing ditelinganya tengah memanggil namanya, dan ternyata sang mama tengan duduk manis disofa ruang keluarga ditemani seorang wanita yang seumuran dengan sang mama. Kara kembali melangkah denga ringgan menghampiri sang mama, memberi salam untuk tamu sang mama yang baru pertama kali dilihat.
“Ini jeng yang namanya Kara, wah... cantik banget yah anak jeng ini” puji wanita baya ini. Kara membalas dengan senyum tipis, merasa tak asing dengan setiap pujian seperti itu yang selalu didengar setiap bertemu dengan teman sang mama.
“Jeng bisa saja” ujar Bian selaku ibunda dari Kara.
“Oh yah sayang ini tante Naumi sahabat mama sejak SMP” ujar Bian mengenalkan sang sahabat pada putrinya. Kara membalas dengan sebuah anggukan kepala dan senyum manis, membuat Bian yang melihatnya menyukai gadis yang baru pertama kali dilihatnya sore ini, dalam artian suka sebagai calon menantunya.
“Maaf yah jeng kalau hari ini saya belum bisa bawa putra saya, maklum anak cowok jarang sekali berada dirumah” sesal Naumi.
“Gak masalah yang terpenting jeng Naumi sudah bertemu dengan anak saya, sepertinya juga jeng Naumi ini sudah suka dengan putri saya, kalau begitu obrolan kita tempo dulu bisa terlaksana” Kara sedikit terkejut dengan penuturan sang mama, apa ini maksud dari apa yang didengarnya semalam, obrolan sang mama dengan sang papa yang mengganjal hatinya hingga detik ini, namun demi apapun Kara tak bisa menerima itu semua.
“Mah, Tan. Aku kekamar dulu mau ganti baju” pamit Kara dan berlalu begitu saja sebelum mendengar penuturan sang mama yang ingin melarangnya untuk meninggalkan ruangan ini, dengan segera Bian meminta maaf denga tingkah sang putri yang kurang sopan itu, Bian dapat bernafas lega karena ternyata Naumi bisa memahaminya. Dua ibu paruh baya ini kembali asyik dengan obrolan mereka seputar masalah keluarga mereka dan terkadang topik yang mereka bicarakan bisa saja menjalar kearah dunia fashion.

_oOo_
          Alfi terlihat begitu cantik dengan dress berwarna biru muda yang melekat dengan indah ditubuhnya, menatap wajah cantinya dicermin membuat semburat senyum terpancar dibibir Alfi yang sudah terlapisi lips gloss berwarna pink cerah. Siapa saja pria yang melihatnya pasti akan jatuh cinta padanya, tak terkecuali dengan pria yang malam ini akan mengajaknya jalan.
“Semoga saja malam ini juga Bisma ngungkapin perasaannya sama Gue” harap Alfi dan tak lama terdengar bel rumahnya berbunyi, Alfi begitu yakin pasti itu pria yang tengah ditunggu, dengan segera Alfi meraih tas kecilnya dan beranjak keluar kamar menuju pintu utama rumahnya, dan benar saja Bisma telah berdiri dengan stay cool didepan pintu. Bisma menatap Alfi dari atas hingga bawah, begitu aneh Alfi malam ini menurut Bisma. Alfi yang menyadari tatapan aneh Bisma melihat penampilannya sendiri, apa ada yang kurang hingga membuat Bisma menatapnya aneh ? namun sepertinya tidak.
“Apa ada yang aneh ?” tanya Alfi dengan cepat Bisma menggelengkan kepala.
“Sudah siap untuk menemaniKu menonton film dibioskop malam ini ?” mata Alfi membola. Jadis malam ini Bisma mengajaknya keluar kebioskop bukan untuk malam berdua ditempat yang romantis, kalau begitu sia-sia saja Alfi berdandan cantik malam ini. tetapi tunggu dulu, mungkin saja sebelum makan malam ditempat yang romantis Bisma mengajaknya untuk nonton terlebih dahulu, untuk saat ini Alfi harus positif thinking terlebih dahulu.
“Emm... siap kok” ujar Alfi ragu. Bisma melangkah terlebih dahulu meninggalkan Alfi tanpa ada niatan sama sekali untuk menggandeng Alfi atau membuka-kan pintu mobil untuk Alfi. Gadis yang menggenakan dress biru muda ini hanya bisa menghela nafas, mencoba berfikir hal-hal positif yang akan terjadi kedepan.

_oOo_
Berulang kali Alfi menggerutu dalam batinnya, merasa kesal dengan apa yang terjadi kini, semua tak ada yang sesuai dengan perkiraannya. Awalnya Alfi berfikir seusai nonton film dibioskop, Bisma akan mengajaknya makan malam ditempat yang romantis, namun apa yang terjadi ternyata Bisma mengajaknya makan malam disalah satu cafe yang berada didalam pusat perbelanjaan ini, hingga membuat Alfi hanya mengaduk-aduk tak jelas makanan dihadapannya. Bisma ! pria ini menatap bingung kearah Alfi yang malam ini terlihat aneh dimatanya, dimulai dari dress yang Alfi gunakan hingga tingkah laku Alfi kini.
“Kamu kenapa ?” tanya Bisma sembari menyuapkan sesendok makanan kedalam mulutnya dan mengunyah dengan ringan, tak lupa pula Bisma menatap gadis lawan bicaranya. Alfi tersenyum kecut mendengar penuturan Bisma, benar-benar pria yang tak dapat memahami tingkah lawan jenisnya pria ini.
“Gak cuma lagi males aja” ujar Alfi apa adanya.
“Kalau males kenapa tadi mau Aku ajak keluar, jadi ngerasa gak enak saja Aku kalau sudah begini” Bisma meletakan sendok ditangannya keatas piring, meneguk sedikit capuccino dalam secangkir gelas yang telah dipesannya.
“Ahh... sudah tak apa lupakan, ini salahKu sendiri yang tiba-tiba saja kehilangan mood” ujar Alfi dengan senyum yang dipaksakan, gadis ini tak mau secara terang-terangan moodnya hilang karena Bisma, bisa-bisa nanti apa yang akan difikirkan Bisma tentangnya.
“Bagaimana kalau sekarang kita pulang saja, dari pada kamu makin lama makin bosan” saran Bisma semakin membuat mood Alfi benar-benar jatuh, jadi malam ini tak ada manfaat apa-apa mereka jalan berdua, status hubungan mereka pun masih sama hanya sebatas teman tak lebih. Ingin sekali rasanya Alfi berteriak kalau Ia tengah jatuh cinta dengan Bisma dan menginginkan Bisma segera menjadi kekasihnya, namun itu suatu hal yang mustahil untuk Alfi lakukan kini. “Bagaimana ?” ujar Bisma membuat Alfi tersadar dari diamnya.
“Terserah” ujar Alfi simple dan beranjak dari duduknya meninggalkan Bisma. Bisma semakin dibuat bingung dengan tingkah Alfi, dengan segera Bisma menyusul langkah Alfi namun sebelumnya Bisma membayar terlebih dahulu makanan yang telah mereka pesan. Alfi melangkah cukup cepat namun tak membuat Bisma kehilangan jejak Alfi, dengan cekatan Bisma meraih lengan Alfi dan membuat langkah kaki Alfi terhenti.
“Kamu ini kenapa Fi ?” tanya Bisma yang memang tak tau apa-apa, tiba-tiba saja Alfi berubah menjadi seperti ini tanpa sebuah alasan yang jelas dimata Bisma. Alfi berusaha untuk meredam rasa kesalnya, agar Bisma tak semakin dibuat bingung dengan tingkahnya. Memang tak seharusnya Alfi berharap terlalu dalam tentang hubungannya dengan Bisma, karena belum tentu Bisma membalas cintanya.
“Gak pa-pa, Aku hanya ingin cepat sampai rumah dan beristirahat” Alfi menjauhkan tangan kanan Bisma dari lengannya, mencoba untuk melupakan apa yang terjadi malam ini dan bersikap sewajarnya.
“Oke” ujar Bisma pasrah. Bisma memang belum percaya dengan alasan Alfi yang ingin segera pulang, namun apa boleh buat Bisma juga tak ingin memaksa Alfi untuk menceritakan yang sebenarnya, mungkin ada alasan tertentu yang tak bisa Alfi ungkapkan kini. Mereka melanjutkan langkah mereka menuju parkiran dengan sejuta fikiran dalam benak mereka masing-masing, sepanjang perjalanan pula mereka hanya diam tanpa sepatah kata pun.

_oOo_
Pagi ini Alfi terlihat berbeda dengan biasanya, gadis ini yang sehari-harian terlihat tak bisa diam kini mendadak menjadi gadis pendiam. Sahabatnya pun dibuat bingung dengan perubahan sikap Alfi tersebut, entah sudah berapa puluh kata yang terlontar dari bibir Kara namun sama sekali tak ada yang didengar Alfi, Alfi hanya diam dengan pandangan kosong. Kara menghela nafas merasa iba dengan keadaan sahabatnya kini, bagaimana pula Alfi sahabatnya yang selalu ada disetiap Ia membutuhkan, kini posisi Kara juga sama harus ada saat Alfi mengalami suatu masalah.
“Loe kenapa Fi ?” tanya Kara dengan hati-hati. “Kalau Loe lagi ada masalah cerita gih sama Gue, mungkin aja Gue bisa ringanin beban hidup Loe” lanjutnya. Alfi melirik Kara sekilas tanpa sebuah ekspresi yang membuat Kara merasa senang, hanya ekspresi wajar datar saja yang nampak diwajah cantik Alfi sekarang.
“Gue galau sumpah, apa salah Gue mengharap semalam dia nembak Gue ?, perhatian dia selama ini sepertinya Gue salah mengartikan” ujar Alfi dengan tertunduk lesu. Kara mulai sedikit memahami apa masalah yang tengah dialami oleh sahabatnya dan itu tidak jauh dari kata Cinta. Cinta ! mengapa bisa membuat semua orang bisa menjadi seperti orang gila, terlalu berharap memiliki apa yang diinginkan, Kara tak terlalu percaya dengan adanya cinta karena cinta menurut Kara akan membawa sebuah luka pada akhirnya.
“Menurut Gue mending Loe coba buat jauhi dia dan stop dengan kata jatuh cinta, Gue terlalu sering lihat Loe dan orang-orang yang Gue sayang hampir gila karena cinta, padahal cinta itu gak nyata” inilah pendapat Kara, gadis ini dengan polosnya berucap hingga membuat Alfi terbengong. Alfi mulai tau mengapa hingga detik ini Kara sering sekali menolak pria yang selalu dekat dengannya, karena Kara tak percaya dengan adanya cinta atau cinta itu ada hanya membawa sebuah luka pada akhirnya, jadi lebih baik menjauh dari cinta sebelum terluka pada akhirnya.
“Cinta memang gak nyata namun asal Loe tau juga, kalau Loe bisa ada didunia ini karena sebuah cinta” ujar Alfi yang tak percaya begitu saja dengan penuturan sahabatnya.
“Gue ada didunia ini karena nyokap Gue, nyokap Gue rela melakukan apa aja agar Gue bisa hidup hingga detik ini”
“Hem... Tapi Loe juga bisa ada karena bokap Loe, andai bokap Loe gak cinta sama nyokap Loe mustahil Loe ada didunia ini, jadi saran Gue mending Loe coba deh rasain apa itu cinta. Gue berani jamin Loe gak akan selalu ngerasa sedih atau bahkan ngerasa sendiri didunia ini” ujar Alfi. Kara menggelengkan kepala, untuk kali ini jalan fikiran dua gadis cantik yang terbiasa kompak kini berbeda. Kara yang anti dengan cinta sedangkan Alfi meyakini akan indahnya sebuah cinta, meski kini Alfi merasa terluka karena cinta.
“Cinta ? andai memang bokap Gue cinta sama nyokap Gue mustahil kalau bokap akan tinggalin nyokap, sejak bokap Gue pergi tanpa kabar demi apa pun Gue gak percaya kalau cinta itu ada” ujar Kara dengan membuang muka, ketika berbicara tentang kehidupannya ingin sekali Kara menangis. Mengapa Ia tak dapat merasakan keutuhan sebuah keluarga, bahkan kasih sayang dari seorang ayah tak pernah dirasa Kara sejak dia kecil hingga beranjak dewasa kini, bertatap muka dengan sang ayah saja itu tak pernah.
“Sorry” sesal Alfi yang menyadari apa yang membuat sahabatnya begitu anti dengan yang namanya cinta. Alfi memang tak terlalu banyak bagaimana keluarga Kara, yang Alfi tau hanya Kara sudah sejak kecil tak bertemu dengan sang ayah dan ibunda-nya saja yang menemani hari-hari Kara, melalukan semua kewajiban yang harus dipenuh sang ayah, perjuangan Bian menghidupi Kara memang penuh tak sedikit, semua akan Bian lakukan asal Kara bahagia.
“Gue sama sekali gak ada niat buat Loe sedih, maaf kalau argumen Gue tadi menurut Loe salah atau bahkan melukai Loe” Alfi benar-benar menyesal dengan argumen-argumen yang terlontar dari bibirnya, gadis cantik ini sama sekali tak ada niatan untuk membuat Kara bersedih.
“Udah santai aja lagian Gue juga tau pendapat setiap orang berbeda-beda, tapi Gue mohon sama Loe jangan paksa Gue buat percaya dengan apa itu cinta” ujar Kara.
“Siap bos” senyum berbinar tergurat dibibir tipis Alfi, karena ternyata Kara sama sekali tak marah padanya atau bahkan menyimpan dendam. Kara memang terkenal sebagai gadis yang brutal tapi gadis ini begitu mudah untuk memaafkan kesalahan orang lain selama itu tak melebih batas, apalagi kesalahan sahabatnya sendiri maka Kara akan begitu mudah memaafkan.
“Gue cabut duluan masih ada urusan” Kara beranjak dari duduknya melangkah keluar kelas.
“Gue mau buat Loe ngerasain apa itu cinta dan Gue tau siapa yang tepat untuk memberi dan menerima cinta tulus Loe” ujar Alfi. Sepertinya Alfi sudah memiliki sebuah rencana yang cukup cemerlang agar sahabatnya itu dapat tau bagaimana rasa dicintai dan mencintai, cinta tak akan selamanya berakhir dengan luka tapi ada sebuah kebahagian yang tidak terduga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar