***
Om Wijaya menatap dengan lirih pintu kamar putrinya, sejak
pagi tadi Hana sama sekali tak beranjak dari kamarnya, dari luar masih
terdengar jelas isak tangis Hana. Berulang kali om Wijaya mengetuk pintu dan
meminta Hana untuk membuka pintu, namun putri cantik itu sama sekali tak
menggubris perintah om Wijaya.
“Maafkan papa kalau kamu terluka dengan semua ini, tapi papa
janji akan memberi kamu kebahagiaan yang kamu ingin” om Wijaya beranjak dari
duduknya, melangkah mendekat kepintu kamar Hana, mengetuk beberapa kali berharap
kali Hana mau membuka pintu.
“Yah sudah kalau memang kamu masih marah sama papa. Papa mau
keluar dulu, kamu baik-baik dirumah jangan melakukan hal nekat” om Wijaya ragu
untuk beranjak meninggalkan putrinya sendiri, takut saja bila Hana melakukan hal
nekat yang membahayakan. Tapi apa boleh buat siang ini ada meeting yang tak
bisa ditinggalkan. Setelah cukup lama tak mendengar suara sang papa, Hana
beranjak keluar kamar, menengok kesana kemari mencari keberadaan sang papa.
Hana bernafas lega ternyata sang papa telah pergi, dengan tas selempang
kecilnya Hana keluar apartemen, menyetop taksi yang lewat untuk mengantarkan
dirinya ketempat tujuan.
***
Empat insane manusia ini tengah bergurau bersama diruang tamu
rumah kontrakan Rafael, canda tawa mengiringi kebersamaan mereka karena
kelucuan tingkah Dicky. Disela-sela tawa mereka, Lili mencuri pandangan kearah
Rafael begitu pula sebaliknya. Membuat Dicky yang menyadari itu terlihat kesal,
karena merasa cemburu dengan Rafael.
“Raf mata Loe udah sipit apa mau Gue buat makin sipit” kesal
Dicky yang mulai menyadari Rafael dan Lili yang saling curi pandang. Rafael
menjitak kening Dicky cukup kuat, hingga membuat Dicky meringis kesakitan.
“Ngeselin Loe jadi orang, memang Gue punya salah apa kok Loe
sewot banget kelihatannya” ujar Rafael yang tak kalah kesal.
“Salah Loe itu udah rebut gadis yang Gue sayang” Dicky.
“Siapa memang (?)” tanya Rafael dengan menautkan alisnya,
karena Rafael merasa tak pernah merebut gadis yang disayangi Dicky, mengetahui
gadis yang Dicky sayang saja Rafael tidak tau apalagi merebut.
“Nanti juga Loe akan tau kalau dia udah resmi jadi pacar Gue”
Dicky mengedipkan sebelah matanya genit kearah Lili, mungkin sebagai kode kalau
gadis yang Dicky sayang itu Lili.
“Woh... belum tentu gadis itu juga sayang sama Loe” ledek
Rafael yang membuat Della dan Lili terkekeh. Seketika Dicky terdiam, benar juga
kata Rafael. Selama ini gadis yang Dicky sayangi terlihat lebih menyayangi
Rafael, jadi kini masalahnya bukan hanya karena Rafael namun gadis yang Dicky
sayang pula. Seorang gadis cantik berdiri diambang pintu usang rumah kontrakan
Rafael, menatap dengan air mata ingin menetes. Makin terasa sakit hatinya
ketika melihat kedekatan antara Lili dan Rafael, ingin sekali Hana berteriak
meluapkan rasa sakit hatinya. Kaki Hana ingin berlari meninggalkan tempat ini,
namun sayang terasa begitu berat apalagi sang penghuni rumah menyadari
kehadirannya.
“Kak Hana” ujar Della. Hana tersenyum tipis membalas sapan
Della. Gadis ini masih bisa tersenyum dihadapan orang meski hatinya terasa
sakit dan air matanya sudah berlomba-lomba ingin keluar. Meski Hana tersenyum
tapi Rafael merasa aneh dengan gadis ini, wajahnya terlihat murung tak
bersemangat.
“Kamu baik-baik saja (?)” tanya Rafael.
“Seperti yang kalian semua lihat kalau Aku baik-baik saja, tak
ada yang kurang bukan dariKu” ujar Hana dengan tersenyum kecut. Rafael
menganggukan seolah percaya begitu saja dengan jawaban Hana, yang meski pun tak
membuatnya seratus persen percaya. Hana menatap lekat mata indah Rafael, yang
membuat Hana semakin tak sanggup menerima kenyataan kalau Rafael adalah saudara
kandungnya. Hana berhambur memeluk tubuh Rafael dengan erat. Rafael pun
terkejut dengan pelukan Hana yang tiba-tiba ini, apalagi Hana baju Rafael
terasa basah akibat air mata Hana.
“Apa yang terjadi (?)” Rafael membalas pelukan Hana dengan beribu
pertanyaan dalam benaknya. Hana terlihat menjadi gadis yang begitu lemah dengan
keadaan ini, saat menatap Rafael semakin membuat cinta semakin dalam untu pria
bermata sipit ini, apa yang harus Hana perbuat untuk memusnakan cinta yang
menurutnya terlarang. Hana hanya diam karena bingung harus berkata apa, hanya
terdengar jelas isak tangis Hana.
“Mungkin kak Hana belum mau cerita untuk saat ini” ujar Lili.
“Emm... lebih baik kita masuk dari pada harus berdiri dipintu
seperti ini” usul Della dan semua memasuki ruang tamu, duduk dikursi yang sama
sekali tak empuk itu. Tangis Hana mulai reda karena tak mau membuat masalahnya
semakin rumit, belum lagi bila tangisannya terus berlanjut pasti semua akan
bertanya apa yang terjadi dengannya.
“Kamu ambil minum sana Del” perintah Rafael. Della
menganggukan kepala dan berlalu menuju dapur untuk mengambil segelas air putih
untuk Hana, tak lama Della kembali membawa segelas air putih dan memberikan
pada Rafael.
“Minum dulu biar kamu lebih tenang” Hana menerima dan
meminumnya, setelah itu menarik nafas panjang dan menghempaskan perlahan,
berharap Ia menjadi Hana gadis yang tegar. Menyadari kalau senyum Rafael,
perhatian Rafael, semua kebaikan Rafael untuknya hanya sebatas untuk adik dan
kakak tak boleh lebih. Mencoba merima kenyataan, masih akan ada pria yang lebih
baik dibanding Rafael.
“Terlihat dengan jelas kalau memang mereka saling menyayangi.
Doa Ku padaMu Tuhan, satukan mereka meski ada hati yang akan terluka” batin
Lili dengan menatap lekat Rafael dan Hana secara bergantia. Pancaran mata
Rafael untuk Hana terlihat jelas ada sebuah rasa sayang disana, rasa sayang
begitu tulus. Lili pula begitu menyadari tatapan Rafael untuk Hana berbeda
dengan tatapan Rafael untuknya.
“Maaf Aku datang-datang sudah membuat baju kamu basah” sesal
Hana dengan menundukan kepala. Gadis ini masih ragu untuk menatap Rafael,
karena masih ada luka setiap menatap mata Rafael.
“Gak pa-pa yang terpenting kamu nyaman” ujar Rafael dengan
senyum tipis.
“Hem... lebih baik Aku pamit saja karena papa pasti telah
menungguKu” ujar Hana segera beranjak dari duduknya. Benar-benar merasa tak
tenang berada didekat Rafael, lebih baik Hana segera pulang dibanding harus
kembali menangis dihadapan Rafael. Rafael meraih lengan Hana tentu saja itu
menghentikan langkah kaki Hana.
“Mau Aku antar pulang, sepertinya kamu dalam keadaan tak baik”
tawar Rafael. Hana dengan lembut menjauhkan tangan Rafael dari lengannya tanpa
membalikan tubuhnya untuk menatap atau hanya sekedar berhadapan dengan Rafael.
“Maaf” sesal Rafael yang menyadari mungkin Ia salah telah
menyentuh lengan Hana.
“Gak usah Aku bisa pulang sendiri karena Aku baik-baik saja”
ujar Hana.
“Kak Hana pulang saja sama Aku, lagian juga Aku mau pulang
kok” Lili beranjak dari duduknya dan berdiri dihadapan Hana, memberi senyuman
manis untuk Hana yang hanya diam mematung.
“Aku gak mau terus merepotkan kamu, jadi lebih baik kalau Aku
pulang sendiri” tolak Hana lembut.
“Kak Hana sama sekali tidak merepotkan Aku. Ada yang mau Aku
bicarakan dengan kakak penting, jadi Aku mohon kakak mau pulang dengan Aku”
Lili menyatukan kedua telapak tangannya dan memasang wajah memelasnya berharap
Hana mau ikut dengannya. Hana menghela nafas, gadis dihadapannya ini selalu
memaksa. Yah sudah untuk saat ini Hana menerima tawaran Lili, karena merasa tak
enak hati dengan kebaikan Lili selama ini.
“Oke” Hana menganggukan kepala lalu pergi beranjak keluar dari
rumah Rafael terlebih dahulu. Rafael menatap punggung Hana menjauh, begitu aneh
gadis itu hari ini untuk Rafael, seperti Hana ingin menjauhinya tapi karena
alasan apa ? apa berhubungan dengan Rangga ? entahlah Rafael tak mau terlalu
memikirkan terlalu dalam.
“Aku pulang dulu dan jangan lupa untuk besok malam kalian
harus datang” Lili segera mengikuti Hana.
“Ada yang aneh dari Hana, tapi itu kira-kita kenapa. Apa
mungkin dia ada masalah lagi sama nyokapnya (?)” ujar Dicky. Rafael dan Della
yang memang tak tau apa-apa hanya mengangkat bahu mereka secara bersamaan, lalu
Rafael beranjak keluar rumah dengan wajah lesunya.
“Jiah sekarang ada lagi yang ikutan aneh” ujar Dicky memandang
punggung Rafael yang telah berlalu.
“Maksud kakak siapa yang aneh (?)” tanya Della dengan melotot
tajam kearah Dicky. Dicky yang mendapat tatapan tak biasan dari Della, mendusap
tengkuk lehernya dengan cengengesan tak jelas. Seorang pria mengetuk pintu
rumah membuat Della dan Dicky yang tengah diam menatap pria yang berdiri
diambang pintu. Della terkejut dengan pria ini, tak hanya Della saja namun juga
Dicky. Pertanyaan mereka sama, apa tujuan pria ini datang kerumah ini (?).
***
Mobil sedan merah ini melaju dengan kecepatan sedang,
sepanjang perjalan penghuni mobil hanya diam. Lili tak jarang melirik Hana yang
masih sering menitihkan air mata, ingin sekali Lili bertanya pada Hana apa yang
terjadi sebenarnya hingga membuat Hana seperti ini. Tapi gadis ini teringat
akan perkataan sang ayah yang melarangnya untuk terlalu jauh ikut dalam
permasalah yang Hana alami.
“Kita bisa mampir dulu gak kak (?), Aku mau kita ngobrol
dengan santai berdua disebuah cafe” ujar Lili memecahkan keheningan diantara
mereka, melirik sekilah Hana dan kembali fokus dengan kemudinya.
“Hem... sepertinya itu lebih baik karena Aku juga ingin bicara
sesuatu dengan kamu” setuju Hana dan Lili menganggukan kepala. Sebuah cafe yang
kebanyakan para pengunjungnya adalah para anak muda yang menghabiskan waktu
mereka sebagai tempat pilihan Hana dan Lili, mereka duduk dikursi yang terletak
dipojok cafe dan mereka juga telah memesan sebuah makanan dan minuman.
“Apa yang ingin kamu katakan (?)” tanya Hana.
“Aku hanya ingin kakak berjanji menjaga dengan baik kak Rafa.
Aku tau kalau kalian saling mencintai, jadi jangan pernah kakak berfikiran
untuk menjauhi kak Rafa” ujar Lili. Hana tersenyum kecut mendengarnya, memang
Hana akan menjaga Rafael selayaknya adik menjaga kakaknya, rasa itu hanya
sebatas rasa sayang adik terhadap kakaknya, mustahil mereka akan menjalin
hubungan sebagai sepasang kekasih.
“Bukannya Aku lihat sekarang kamu dan Rafael sedang dekat, dan
Aku lihat juga Rafael begitu sayang sama kamu, perhatian dia sama kamu juga
lebih besar dibanding denganKu. Rafael lebih pantas sama kamu, kalian saling
mencintai. Aku hanya gadis dari masa lalu Rafael, dulu hingga nanti Aku dan
Rafael hanya sebatas teman yang sudah seperti keluarga sendiri” ujar Hana lalu
menundukan kepala. Air mata Hana sudah ingin mengalir kembali bila mengingat
Rafael ternyata kakak kandungnya, namun Hana mencoba menahan air matanya agar
tak membuat Lili curiga.
“Kak Hana gadis yang pantas untuk mendampingi kak Rafa, selama
ini perasaanKu pada kak Rafa hanya sebatas rasa sayang adik pada kakaknya. Aku
akan bantu kalian untuk mendapat restu dari tante Carolin” Hana menggelengkan
kepala, semua akan sia-sia meski tante Carolin memberi restu, karena kembali
dengan kenyataan yang Hana tau kini.
“Sia-sia saja bila mama merestui, karena semua tak akan
merubah semua yang terjadi pada masa lalu” ujar Hana dan seketika air matanya
kembali berderai. Lili menatap bingung apa maksud Hana dengan kejadian masa
lalu ? pasti ini ada hubungan sehingga membuat Hana seperti ini.
“Sebenarnya ada apa dengan masa lalu kakak (?)” Lili semakin
ingin tau lebih dalam dengan masa lalu Hana yang bisa membuat Hana bisa
bersedih. Hana menyeka air dan berusaha untuk tersenyum tipis, saat ini belum
saatnya semua tentang kenyataan sebenarnya.
“Biarlah waktu yang akan berbicara” ujar Hana. Lili hanya
menganggukan kepala, gadis ini sadar kalau saat ini Hana tak bisa bercerita.
Untuk sementara Lili harus bersabar, suatu saat semua akan tau tentang
kebenaran yang disembunyikan Hana. Makanan pesanan mereka pun datang, dua gadis
cantik ini menikmati makanan dihadapan mereka dengan obrolan ringgan. Melupakan
sejenak masalah yang tengah mereka hadapi, terutama Hana yang begitu terpukul
dengan kenyataan kalau Rafael adalah kakaknya.
***
Rafael berjalan menyusuri jalan setapak tanpa sebuah tujuan
yang pasti, fikirannya melayang entah kemana. Memikirkan seorang gadis yang
membuatnya mengerti arti semua cinta, tapi rasa itu kini seperti sudah terbagi
menjadi dua. Pertemuan dengan seorang gadis beberapa minggu lalu membuat Rafael
bimbang dengan perasaannya sendiri, siapa yang sebenarnya yang dicintai, Hana
atau Lili. Tak menyadari dengan langkah kakinya yang membawa kemana, membuat
pria ini tanpa sadar sudah berada disebuah tepi danau yang letaknya tak jauh
dari rumahnya.
“Ada apa ini Tuhan (?), kenapa bisa Aku mencintai dua gadis
sekaligus (?). Hana, gadis ini yang sudah menggenalkan Ku tentang sebuah cinta.
Tetapi Lili datang dengan sebuah rasa yang entah mengapa mampu membuatKu begitu
nyaman didekatnya, melebihi kenyamanan yang Ku dapat saat disamping Hana” ujar
Rafael lalu duduk disebuah pohon rindang yang tubuh ditepi danau. Rafael
mengusap wajah tampannya kasar, semua membuatnya bingung.
“Bantu Aku Tuhan untuk menemukan siapa gadis yang sebenarnya
menjadi jodohKu. Aku menyerahkan semua padaMu, karena Ku yakin kau tak pernah
salah Tuhan” pria bermata sipit menyerahkan semua yang akan terjadi kedepan
sesuai dengan takdir Tuhan, siapa saja jodohnya nanti pasti itu wanita paling
baik yang Tuhan ciptakan untuknya. Rafael menghirup udara segar ditepi danau
ini dan melempar batu kecil kedanau, sejenak menghiburnya dengan semua rasa
yang membuatnya bingung.
***
“Ngapain Loe kesini (?)” tanya Dicky ketus. Ternyata yang
bertamu kerumah ini adalah Rangga, membuat Dicky yang melihat Rangga berdiri
dengan angkuh diambang pintu merasa kesal.
“Siang ini Loe harus ikut Gue” tanpa membalas pertanyaan
Dicky, Rangga menarik cukup kasar lengan Della. Dicky yang melihatnya pun tak
tinggal diam, menarik kembali Della dari Rangga dan menyembunyikan Della
dibalik punggungnya.
“Loe gak usah ikut campur urusan Gue” ujar Rangga dengan
menujuk wajah Dicky dengan jari telunjuknya, kata-kata yang terlontar dari
bibir Rangga penuh dengan penekanan.
“Selama Loe ganggu sahabat-sahabat Gue itu akan menjadi urusan
Gue” Dicky menatap sinis Rangga yang bersendekap dada.
“Sekarang Loe tanya sama Della mau ikut sama Gue atau diem
disini sama Loe” Rangga menatap Della yang menundukan kepala. Della takut bila
terjadi keributan antara Rangga dan Dicky, pasti itu akan membuat Rangga
berkata kalau selama satu bulan kedepan Della menjadi pembantunya. Della tak
mau Dicky tau dan Dicky akan bercerita pada Rafael, namun Della juga malas
untuk ikut bersama dengan Rangga, merasa muak dengan semua yang telah Rangga
lakukan. Dicky memutar tubuhnya agar dapat berhadapan dengan Della yang berdiri
dibelakangnya.
“Kamu mau ikut dengan Rangga, Del (?)” tanya Dicky. Della
mendongkan kepalanya, menatap bingung Dicky dan Rangga secara bergantian. Della
menghela nafas, memang diharuskan Della untuk ikut bersama dengan Rangga kalau
tidak semua akan mengancam masa depannya. Della menganggukan kepala yang
bertanda dia akan ikut dengan Rangga, tanpa berucap Rangga menarik Della agar
ikut dengannya. Dicky menatap bingung Della yang kenapa mau pergi begitu saja
bersama dengan Rangga.
“Semua orang aneh hari ini” Dicky menggaruk kepalanya yang
sama sekali tak gatal. Bagi Dicky hari ini semua orang yang dikenal terlihat
aneh, dimulai dari Hana yang datang tiba-tiba saja menangis, Rafael yang pergi
begitu saja entah kemana, dan yang terakhir Della pergi bersama dengan Rangga
yang jelas-jelas musuh Rafael.
“Iphone milik siapa ini (?)” ujar Dicky ketika menemukan
sebuah Iphone diatas meja. Dicky mulai tau kalau ini ponsel milik Lili, karena
terpajang jelas diwallpaper Iphone ini yang memasang wajah Lili.
“Hem... ada alasan juga buat main kerumah Lili” dengan Iphone
ini Dicky bisa berkunjung kerumah Lili untuk pertama kali, meski belum pernah
kerumah Lili namun Dicky sudah tau alamat gadis yang sudah mencuri hatinya
sejak pandangan pertama, dengan langkah pasti Dicky mulai meninggalkan rumah
kecil Rafael.
***
Gadis ini berjalan dengan lesu memasuki rumah mewahnya,
mendengar panggilan dari sang mama, Lili melangkah mendekat kearah tante Laura
yang duduk disofa ruang tamu bersama dengan om Adrian. Lili mencium secara
bergantian pipi orang tuanya lalu duduk diantara mereka. Om Adrian dan tante
Laura menatap aneh putri mereka yang terlihat tak begitu bersemangat.
“Anak kesayangan papa ini kenapa (?)” tanya om Adrian dan menatap
lekat wajah cantik sang putri yang terlihat begitu tak bersemangat.
“Gak pa-pa Cuma lagi males aja” ujarnya lesu.
“Gak usah bohong sama mama dan papa, pasti ada yang kamu
sembunyikan dari kami” ujar tante Laura.
“Mama dan papa kali yang tengah menyembunyikan suatu hal yang
penting dari Aku” om Adrian dan tante Laura saling pandang, merasa bingung
dengan ucapan sang putri, memang apa yang mereka sembunyikan dari Lili hingga
Lili mengetahui.
“Ah... sudah tak usah dibahas lagian juga Aku akan tau nanti.
Bagaimana dengan persiapan ulang tahun papa (?)” Lili terlihat kembali
bersemangat saat membicarakan persiapan ulang tahun sang ayah yang akan
dilakukan besok malam dikediaman mereka ini, seolah lupa dengan apa yang telah
membuatnya tak bersemangat.
“Tenang semua sudah ada yang mengatur dari dekorasi yang
sederhana tapi elegan sampai urusan makanan para tamu” tutur tante Laura.
“Bagus deh kalau begitu Aku tak usah turun tangan membantu
menyiapkan pesta ulang tahun papa, lagian papa itu ada-ada saja sudah tua tapi
masih saja mau dirayakan ulang tahunnya” Lili terkekeh mengingat usia sang ayah
yang sudah mau setengah abad tapi masih saja merayakan pesta ulang tahun, sudah
seperti anak kecil saja menurutnya.
“Biar usia papa mau setengah abad tapi papa gak mau kalah sama
kamu yang setiap tahun ulang tahunnya harus dirayakan dengan meriah, belum lagi
papa harus tekor membelikan hadiah untuk kamu yang terkadang super mahal” canda
om Adrian. Tante Laura yang mendengarnya pun terkekeh, memang benar kalau putri
tuan dan nyonya Adrian setiap ulang tahunnya selalu meminta kado yang super
mahal, namun sebenarnya itu tak pernah dipermasalahkan mereka, yang terpenting
putri mereka bahagia.
“Biar saja. Apa gunanya uang papa kalau bukan untuk Aku” ujar
Lili dengan memanyunkan bibirnya.
“Hem... yah sudah yang terpenting jalan terlalu suka
menghamburkan uang. Papa gak mau kalau anak papa ini boros” tutur om Adrian lalu mencium puncak kepala
sang putri penuh kasih sayang.
“Kalian memang orang tua paling luar bisa, Aku bangga menjadi
anak kalian” mendengar penuturan sang putri membuat tante Laura dan om Adrian
memeluk putri mereka, meluapkan rasa sayang yang tak terhingga untuk putri
kesayangan mereka. Namun semua ini terasa belum sempurna, karena anak pertama
tante Laura dan om Adrian belum kembali pada mereka, tapi mereka selalu
berharap agar anak mereka yang telah hilang segera kembali.
***
Mobil sport putih ini berhenti disebuah pusat perbelajaan yang
cukup ternama dijakarta. Della menatap bingung Rangga yang membawanya kesini,
fikirannya jauh melayang kesana membayangkan mungkin saja Rangga membawanya
kesini hanya ingin menyuruhnya untuk membawa bawaan belanja Rangga nanti, pasti
itu sangat menyebalkan. Della yang tak kunjung keluar dari mobil membuat Rangga
membuka dengan kesal pintu jok mobil samping sang pengemudi, menarik dengan
paksa Della agar mengikuti langkahnya.
“Ishhh... hobi banget sih kakak narik tangan Aku. Apa kakak
kira gak sakit (?), sakit tau” kesal Della dengan menghempaskan kasar tangan
Rangga dari lengannya, lalu mengusap lengannya yang memerah karena ulah Rangga.
Rangga menatap menyesal karena ulahnya hingga membuat lengan Della memerah,
tanpa diduga tangan Rangga mengusap dengan lembut lengan Della. Seketika
membuat Della merasa terkejut dengan apa yang Rangga lakukan.
“Maaf karena Gue kasar sampai buat lengan Loe jadi begini”
ujar Rangga yang masih mengusap dengan lembut lengan Della. Tak ingin terlalu
larut dalam keadaan yang tak pasti membuat Della dengan cepat menjauhkan tangan
Rangga dari lengannya.
“Udah gak pa-pa kok kak” ujar Della dengan sebuah senyum yang
dipaksa. Rangga diam sembari menatap dengan begitu intens wajah cantik gadis
dihadapannya, perasaannya tak bisa membohongi kalau Rangga telah jatuh hati
pada Della.
“Kak Rangga” Della melambaikan tangannya didepan wajah Rangga
yang terdiam, seketika membuat Rangga tersadar dan salah tingkah.
“Yah sudah sekarang Loe ikut Gue” Rangga tak mau terlihat
salah tingkah dihadapan Della, membuatnya memikirkan kembali tujuannya datang
ketempat ini. Rangga berjalan terlebih dahulu membiarkan Della mengikuti
dibelakang, Rangga tak mau menarik lengan Della lagi hingga membuat merah.
Della mengikuti Rangga memasuki sebuah distro yang memamerkan pakaian wanita,
sebenarnya untuk apa Rangga memasuki tempat ini, kenapa bukan distro yang
menjualkan pakaian seorang pria.
“Pilihkan baju yang termahal untuk gadis ini, dan pastikan
baju itu akan membuatnya terlihat anggun” perintah Rangga pada seorang
pramuniaga yang bekerja ditempat ini. Della terpelongo dengan ucapan Rangga,
apa maksud Rangga dengan semua ini.
“Gue mau Loe besok malam ikut dengan Gue kesebuah acara” ujar
Rangga yang seolah tau apa pertanyaan yang ingin terlontar dari Della. Besok
malam (?) oh Tuhan Della telah berjanji untuk menghadiri pesta ulang tahun ayah
dari sahabatnya, tapi sekarang rangga mengajaknya untuk pergi besok malam.
“Tapi....” ujar Della terpotong.
“Gak ada penolakan atau Gue akan buat Loe keluar dari sekolah”
ancam Rangga. Tubuh Della terasa lemas medengar ancaman Rangga yang tak mungkin
main-main, lagi dan lagi Della harus dipaksa mengikuti semua keinginan Rangga.
“Bawa dia” perintah Rangga dan membuat seorang pramuniaga
menganggukan kepala.
“Mari” ujarnya dengan mempersilahkan Della untuk berjalan
terlebih dahulu. Della menhentakan kaki sebelum melangkah mengikuti sang
pramuniaga, menatap kesal Rangga sebelum Ia benar-benar berlalu pergi.
“Hanya ancaman saja yang mau buat Loe nurut sama Gue” guman
Rangga menatap berlalu punggung Della bersama seorang pramuniaga.
***
Dilihatnya dengan intens halaman luas serta rumah mewah tempatnya
menginjakan kaki kini, mulutnya terus saja memuji kemewahan rumah dihadapannya.
Bunga bermekaran ditaman halaman depan rumah ini semakin menambah keindahan
rumah ini, membuat Dicky mengagumi rumah gadis yang dicintai. Seorang wanita
dengan pakaian kerjanya menyadarkan Dicky.
“Tuan mau cari siapa (?)” tanya wanita ini, dapat dibilang
wanita ini salah satu pelayang dirumah tuan Adrian.
“Lili ada mbak (?)” tanya balik Dicky.
“Oh non Lili ada didalam mari saya antar” ujarnya dan Dicky
menganggukan kepala. Melangkah mengikuti wanita dihadapannya dengan mata yang
terus memperhatian setiap inci keindahan rumah ini, mereka berhenti disebuah
ruangan cukup nyaman ketika berkumpul bersama.
“Maaf tuan, nyonya dan non Lili ini ada teman nona yang ingin
bertemu” ujarnya dan segera beranjak pergi. Om Adrian dan tante Laura menatap
pria tampan yang begitu asing untuk mereka, ini kali pertama mereka bertemu
denga Dicky.
“Kak Dicky” ujar Lili.
“Hai” ujar Dicky dengan melambaikan tangan.
“Mah, pah kenalin ini kak Dicky temanKu dan kak Dicky
perkenalkan ini orang tua Aku” Lili yang tau mereka tak saling mengenalkan pun
memperkenalkan. Om Adrian dan tante Laura beranjak dari duduk mereka
menghampiri Dicky. Dicky mencium punggung tangan orang tua Lili secara
bergantian dan memperkenalkan diri.
“Mama tinggal yah sayang biar kalian bisa ngobrol” ujar tante
Laura dan segera beranjak meninggalkan ruang tamu bersama sang suami. Lili pun
mempersilahkan Dicky untuk duduk, dan tak lama pelayan tadi kembali dengan satu
gelas jus jeruk diatas nampan lalu diletakan diatas meja.
“Makasih bik” ujar Lili dan wanita itu hanya mengangguk lalu
pergi.
“Emm... kan Dicky ada urusan apa memang kesini (?)” tanya
Lili.
“Memang kalau Aku main kesini gak boleh” canda Dicky.
“Hah... bukan begitu maksudKu tapi...”
“Hehehe gak kok Aku Cuma bercanda. Lagian Aku kesini cuma mau
ngembaliin Iphone kamu yang tertinggal” Dicky menyerahkan Iphone itu pada
pemiliknya.
“Ya ampun sumpah Aku lupa kalau ini tertinggal. Makasih banyak
yah kak, sampai buat kak repot-repot nganterin segala kerumah” Lili.
“Justru Aku senang karena Iphone itu kita bisa bertemu lagi”
pipi Lili bersemu merah mendengar penuturan Dicky, gila ini terlalu gila kenapa
Lili bisa seperti ini, apa mungkin cinta Dicky tak bertepuk sebelah Dicky.
“Udah kak Dicky jangan buat wajah Aku tambah merah, lebih baik
diminum dulu” Lili menggelengkan kepala merasa gila dengan yang terjadi pada
dirinya kini. Dicky tersenyum dan meneguk hingga habis jus jeruk yang tersedia
diatas meja, entah karena haus atau bagaimana hingga membuat Dicky cepat sekali
menghabiskan satu gelas jus jeruk itu.
“Sudah habis nih” Dicky menunjukan gelas kosong dalam
genggamannya pada Lili.
“Kak Dicky mau lagi, biar Aku suruh bibik buat lagi” tawar
Lili.
“Hehehe gak ah nanti kalau banyak minum yang ada Aku sering
bolak-balik kekamar mandi, kan sayang kalau......” ujar Dicky menggantung.
“Kalau apa (?)” tanya Lili yang mulai kepo.
“Kalau Aku menyia-nyiakan memandang wajah cantik kamu” gombal
Dicky seketika membuat Lili tersipu malu dan wajahnya bersemu merah. Dicky
tekekeh melihat wajah Lili yang bersemu merah, terlihat begitu lucu menurut Dicky.
Mereka bergurau bersama dengan gombalam-gombalan Dicky yang mampu membuat Lili
tersipu malu. Dicky merasa senang akhirnya Ia bisa berduan bersama dengan Lili
tanpa ada ganggu dari Rafael, ketika ada Rafael Dicky selalu tersisi.
BERSAMBUNG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar