Twitter : @lilikM_
...
Bintang-bintang malam ini bersinar dengan cerahnya, secerah
hati Hana yang tengah berbunga-bunga. Mengingat kejadian sore lalu saat dirinya
dan Rafael makan bersama, penuh dengan canda tawa saat mereka bersama. Rasanya
sore tadi Hana ingin waktu berhenti saja, asal dirinya selalu bersama dengan
Rafael.
“Tuhan sampai kapan rasa ini akan Ku pendam sendiri” guman
Hana. Memang sejak awal mereka bertemu dua bulan yang lalu Hana sudah mulai
terpikat dengan Rafael, sesosok pria yang menurut Hana berbeda dengan pria
lain, apalagi dengan Rangga yang sudah mengerjarnya sejak lama namn tak pernah
direspon.
“Apa harus Aku ungkapkan rasa ini (?), tapi malu kali kalau
cewek yang harus ungkapin perasaan terlebih dahulu. Rafael sadar kalau Aku ini
suka sama kamu” ujar Hana lalu menenggelamkan kepalanya disela kakinya yang
ditekuk. Gadis ini begitu berharap kalau cintanya terbalaskan, tak bertepuk
sebelah tangan. Ingin sekali Hana mengungkapkan perasaannya pada Rafael, namun
gengsi Hana terlalu tinggi hingga membuatnya ragu. Terdengar suara decitan
pintu hingga membuat Hana mengalihkan pandangannya kearah pintu, seorang pria
paruh baya tengah tersenyum dan melangkah mendekat kearah ranjang Hana.
“Anak papa ini kenapa (?)” ujar pria paruh baya ini dengan
membelai rambut Hana. Hana menggelengkan kepala karena tak mau bercerita apa
yang dirasa pada sang papa, mungkin saja sang papa akan bersikap sama dengan
apa yang telah sang mama lakukan, menentang dirinya dekat dengan Rafael.
“Papa tau kalau Hana lagi bohong, coba cerita sama papa. Tadi
waktu pulang papa lihat mama marah-marah, memang ada masalah apa karena setau
papa tadi kalian pergi bersama” Hana menghela nafas, bingung harus cerita
bagaimana pada sang papa yang biasa dipanggil om Wijaya.
“Tapi papa janji gak boleh marah sama Hana apalagi bersifat
seperti mama” ujar Hana menatap berharap om Wijaya selaku sang papa. Om Wijaya
menganggukan kepala dan menatap dengan lekat wajah sang putri, tak sabar
mendengar cerita dari Hana.
“Mama marah karena Hana berteman dengan orang yang tidak
setara dengan kita. Hana rasa mama terlalu berlebihan hingga memaki teman Hana
ditempat kerjanya. Papa gak melarang Hana buat berteman sama dia kan (?)” kini
Hana berharap cemas takut kalau sang papa akan bersikap sama dengan yang
mama-nya lakukan. Om Wijaya tersenyum dan mencubit gemas pipi putih Hana yang
sedikit chubby.
“Sayang, kamu itu bukan anak kecil yang harus diatur-atur
berteman dengan dia dan dia karena papa tau anak papa ini tau mana yang baik
dan tidak. Papa rasa kalau hanya sekedar berteman mama kamu gak akan marah,
jangan-jangan lebih” goda om Wijaya membuat Hana tersipu malu.
“Jadi benar kalau sekarang Hana sudah punya pacar, boleh dong
kalau kapan-kapan papa dikenalkan dengan pacar putri cantik papa ini” ujar om
Wijaya yang semakin membuat Hana merasa malu. Hana memukul lengan sang papa
lalu berhambur memeluk tubuh papa-nya, menenggelamkan wajahnya yang bersemu
merah didada bidang sang papa.
“Pacaran memang belum pah, tapi Hana juga gak tau apa dia juga
mencintai Hana karena selama ini dia hanya diam” Hana mulai terbuka dengan om
Wijaya, menceritakan apa yang dirasa selama ini pada sang papa.
“Coba kamu ungkapin perasaan kamu sama dia, mungkin saja itu
dapat membuat kamu lebih tenang” saran om Wijaya membuat Hana melepaskan
pelukannya.
“Pah, mana mungkin. Aku ini seorang wanita yang tak mungkin
mengungkapkan rasa ini terlebih dulu” ujar Hana dengan menundukan kepala.
“Tak ada salahnya wanita mengungkapkan perasaannya terlebih
dahulu, lakukan sebelum semua terlambat” om Wijaya. Hana hanya menggelengkan
kepala, entah dia masih bingung dengan apa yang akan dilakukan, mengungkapkan
terlebih dahulu apa menunggu hingga Rafael mengungkap perasaannya pada Hana.
“Memang siapa nama pria itu (?)” tanya om Wijaya.
“Rafael” ujar Hana. Mata om Wijaya membola saat putrinya mengatakan
pria yang disuka. Rafael nama ini begitu tak asing ditelinga om Wijaya, apa
mungkin om Wijaya mengenal Rafael pria yang disuka Hana.
“Papa kenal sama Rafael (?)” tanya Hana yang menyadari akan
terkejutnya sang papa mendengar nama Rafael. Om Wijaya tersenyum dan
menggelengkan kepala, berusaha bersikap biasa agar sang putri tak curiga.
“Sudah malam lebih baik kamu tidur, besok kuliah pagi. Papa
keluar yah sayang, selamat malam muachhh”
ujar om Wijaya lalu mencium kening Hana dan berlalu pergi. Hana menatap
punggung sang papa hingga tak terlihat lagi, ada yang aneh dari sang papa tapi
tak tau entah apa itu, ingin rasanya Hana bertanya tapi om Wijaya sudah berlalu
begitu saja.
...
Malam telah larut hingga semua orang telah berlayar dipulau
kapuk. Berbeda, malam ini seperti malam yang lalu. Sulit sekali Rafael
memejamkan mata karena merasa gerah, apalagi Ia harus berbagi tempat tidur,
satu tikar bersama dengan Dicky yang malam ini menginap dikontrakan sempit ini.
“Biasa-nya juga gak begini meski harus berbagi tempat sama
Dicky” Rafael melirik Dicky yang begitu lelap tidur disampingnya, hingga
terdengar dengkuran kecil dari bibir Dicky. Rafael beranjak dari rebahannya
lalu melangkan keluar rumah mencari udara segar yang mungkin bisa menghilangkan
rasa gerah ini dan membuatnya dapat segera merasa kantuk.
“Kok pintu terbuka” guman Lili saat ingin mengambil air minum
karena merasa haus. Senyum tipis tergurat jelas diwajah cantiknya saat melihat
Dicky yang tidur dengan pulasnya meski beralaskan tikar, yang rasanya tak
seempuk dengan ranjang yang ada dikamar Lili. Kening Lili mengkerut saat ingat
sesuatu. Rafael, yah kemana Rafael (?) bukannya Rafael bilang akan tidur
bersama Dicky tapi kini hanya ada Dicky diruang tengah ini.
“Kak Rafa” panggil Lili saat melihat Rafael yang duduk diteras
rumah. Rafael yang merasa aa yang memanggilnya menengok kebelakang lalu
tersenyum pada gadis yang memanggil namanya.
“Sini”
“Kok kakak diluar bukannya tidur (?)” tanya Lili saat sudah
duduk disamping Rafael.
“Gak tau tiba-tiba saja sulit untuk tidur, mungkin mata Ku tau
ada wanita cantik yang tidur dirumahKu yang harus dijaga” ujar Rafael dengan
candaan membuat Lili menunduk malu.
“Kamu juga belum tidur pasti gak betah tidur dikamar yang
sempit tanpa AC lagi. Gak usah maksa kalau gak bisa tidur, kalau kamu mau
pulang sekarang kakak siap untuk antar kamu” Lili yang awalnya menunduk kini
mengangkat kepalanya, menatap pria yang duduk disampingnya.
“Kakak usir Aku (?)” tanya Lili.
“Hah... siapa bilang kakak usir kamu (?) gak kali. Kakak cuma
gak mau kamu memaksakan diri menginap dirumah kecil Della” tutur Rafael
menjelaskan apa maksud sebenarnya.
“Kirain kakak mau usir Aku” ujar Lili dengan menggelembungkan
pipinya yang membuat Rafael gemas melihatnya. Mereka bergurau bersama ditengah
gelapnya malam, ditemani nyamuk-nyamuk kecil yang siap menghisap darah mereka.
Baru saja berkenalan mereka sudah begitu dekat, apalagi setiap berdekatan ada
rasa yang aneh dalam hati mereka, namun baik Rafael dan Lili tak mau memikirkan
hal itu terlalu dalam yang terpenting kini mereka merasa nyaman.
...
Hana menuruni anak tangga rumahnya satu persatu dengan senyum
yang tak luntur dari bibir tipisnya, yah gadis ini begitu bahagia karena akan
dapat kembali bertemu dengan Rafael. Seketika senyum Hana pudar saat berada
dimeja makan, seorang pria berpipi chubby yang selalu membuat hari-harinya
terasa suram.
“Pagi Hana” sapa pria berpipi chubby yang tak lain Rangga.
Hana membalas dengan senyum masam, bosan setiap pagi kenapa Rangga harus datang
kerumahnya, apa tante Yudith tak pernah memasakan sarapan untuk putranya hingga
membuat Rangga menumpang sarapan dirumah Hana.
“Duduk sayang kita sarapan sama-sama” om Wijaya memerintahkan
sang putri duduk disampingnya. Hana medekat kearah sang papa dan mencium pipi
om Wijaya lalu duduk ditempat yang kosong.
“Hana mobil kamu masih dibengkel, jadi pagi ini kamu berangkat
sama Rangga dulu” ujar tante Carolin yang membuat mood Hana semakin down. Hana
ingin melayangkan protes tapi percuma saja menentang sang mama yang tak mau
dikalahkan, gadis ini hanya diam tanpa membalas ucapan sang mama sembari
menikmati sarapan pagi ini.
“Hana, kamu ini dengar apa kata mama” sentak tante Carolin
karena merasa diacuhkan sang putri.
“Mama”
“Sudah papa diam saja, mama mau putri kamu ini jangan jadi
anak pembangkang. Memang benar kalau pria miskin itu sudah mencuci otak kamu,
jauhi dia atau mama akan hancurkan hidup pria miskin itu” ujar tante Carolin
dengan penuh penekanan. Hana sudah muak dengan semua aturan sang mama yang
terlalu berlebihan, dengan kesal Hana menghempaskan garpu dalam genggaman
tangannya.
“Hana berangkat” Hana berlalu begitu saja sebelum
menghambiskan sarapannya.
“Tante, om, Rangga permisi dulu” pamit Rangga dan mengikuti
Hana yang sudah berlalu pergi terlebih dahulu. Om Wijaya menatap penuh emosi
sang istri yang terlalu berlebihan pada Hana, selalu mau menang sendiri tak mau
memahami orang yang disayangnya.
“Cukup mama atur papa jangan sampai mama atur kehidupan Hana,
biar dia mencari kebahagiannya sendiri” ujar om Wijaya.
“Kamu yang diatur saja masih bisa berbuat salah apalagi Hana
yang mau dibiarkan saja, bisa-bisa Ia tertular pengaruh orang miskin seperti
kamu” tante Carolin begitu santai tanpa menyadari akibat dari apa yang dikata.
Om Wijaya sudah tak tahan lagi menahan amarahnya, tangannya sudah terangkat
untuk menampar pipi mulus sang istri.
“Tampar saja kalau memang kamu berani” tante Carolin semakin
mendekatkan wajahnya pada tangan om Wijaya, seketika membuat om Wijaya
mengurungkan niatnya, karena beliau tau istrinya akan kembali menghancurkan
hidupnya kalau dirinya berani menampar. Om Wijaya meraih tas kerja dan jasnya
lalu pergi begitu saja tanpa pamit pada tante Carolin yang bersikap biasa saja
seperti tak ada masalah yang baru saja terjadi.
...
Pagi ini terasa berbeda dengan pagi Lili saat dirumahnya
sendiri, Lili yang terbiasa sebelum berangkat sudah tersedia makanan untuk
sarapan kini Ia harus membantu Della menyiapkan sarapan, meski tak banyak yang
gadis manja ini lakukan namun setidaknya dapat membantu Della.
“Kamu setiap pagi membuat sarapan seperti ini (?)” tanya Lili
saat mereka tengah menata makanan dimeja makanan, tak banyak makanan dimeja
makan ini hanya ada makanan seada-nya saja.
“Kalau bukan Della siapa lagi Li yang harus menyiapkan
sarapan, kak Rafa (?) yah gak mungkin dia kan cowok” tutur Della dengan
menggelengkan kepala. Lili mengangguk faham dengan penjelasan Della. Hampir
semua tentang Della, Lili tau karena memang mereka saling terbuka menceritakan
kehidupan mereka.
“Pagi semua” sapa Rafael.
“Pagi” ujar Della dan Lili secara bersamaan lalu membuat
mereka saling pandang dan terkekeh.
“Wahhh siapa ini yang masak (?)” tanya Rafael. Pertanyaan
bodoh dalam batin Lili, karena yang pasti Rafael tau kalau yang masak itu
Della.
“Gak penting siapa yang masak, lebih baik sekarang kita
sarapan” Rafael langsung saja menikmati makanan dihadapannya dengan lahap,
sedangkan Lili dan Della menggelengkan kepala melihat Rafael yang sudah seperti
orang kelaparan. Tak lama mereka telah usai melakukan sarapan, hingga tiba
saatnya Della dan Lili berpamitan berangkat kesekolah.
“Kak, Aku berangkat dulu takut kesiangan” Della mencium
punggung tangan Rafael.
“Kak Rafa gak sekalian berangkat sama kita, lagian Aku bawa
mobil dan jarak kampus kakak sama sekolah kita kan gak jauh, gimana kalau kita
sama-sama (?)” saran Lili karena memang jarak antara sekolah Lili dan Della tak
terlalu jauh dari kampus Rafael. Rafael dan Della saling tatap dan Della
mengangkat bahu-nya tak tau harus bagaimana.
“Kakak berangkat nanti saja naik angkot” tolak Rafael.
“Kita sama-sama saja kak, lumayan tau kak nanti ongkos naik
angkutan umum bisa ditabung untuk keperluan lain” hanya kata-kata ini yang
selalu Lili gunakan untuk memaksa Della dan Rafael agar mau menumpang mobilnya,
namun alasan yang diutarakan Lili memang benar, tak ada salahnya kalau ada
tawaran yang bermanfaat kita tak menolak.
“Gimana yah (?)” fikir Rafael bingung dengan menggaruk
kepalanya yang sama sekali tak terasa gatal, sedangkan Lili begitu berharap
kalau Rafael mau menerima tumpangannya.
“Oke deh lumayan hemat uang juga, biar nanti dari sekolah
kalian kekampus kakak naik ojek” akhirnya Rafael menerima tawaran Lili, membuat
Lili tersenyum bahagi. Entah bahagia saja karena Rafael mau berangkat bersama
dirinya, ini untuk yang pertama mereka satu mobil dan Lili berharap dapat
terulang lagi.
“Oh yah... dulu Della pernah cerita kalau kak Rafa sempat
berkerja menjadi supir taksi jadi sekarang kakak yang bawa mobilKu biar Aku dan
Della yang menjadi penumpang” Lili menyerahkan kunci mobilnya pada Rafael.
Rafael tak menolak karena tak enak hati, sudah menumpang tak mau dijadikan
supir.
“Kamu duduk didepan saja sama kak Rafa biar Aku dibelakang”
Della seolah ingin membuat Lili dan Rafael semakin dekat hingga dia lebih
memilih duduk sendiri dijok belakang.
“Tapi....”
“Pokoknya Aku gak mau kalau kakak Aku dijadikan sopir sama
kita” ujar Della lalu melangkah memasuki jok belakang mobil sedan merah Lili
tanpa mendengar balasan ucapan sari pemilik mobil. Rafael menggelengkan kepala
melihat tingkah adiknya yang berkuasa, sedangkan Lili hanya dapat mengikuti
permintaan Della tanpa melayangkan protes.
...
Jalanan yang ramai membuat Rangga melajukan mobilnya dengan
kecepatan sedang, pandangan mata Rangga bukan hanya fokus dengan kemudi-nya namun
juga sekali-kali melirik gadis yang duduk dijok sampingnya. Yang dipandang acuh
tak acuh pada Rangga, tapi bukan Rangga menyerah dengan keadaan.
“Kamu tumben diem Han (?)” tanya Rangga dengan melirik sekilas
Hana yang sama sekali tak menatapnya, pandangan mata Hana lurus kedepan.
“Mulut-mulut Gue kenapa juga Loe yang ngatur” ujar Hana ketus.
Bukan hal yang luar biasa untuk Rangga mendapat sikap ketus dari Hana, ini
seperti sudah makanan sehari-hari Rangga saat bertemu dengan Hana, namun karena
cinta membuat Rangga mampu berlama-lama dekat dengan Hana.
“Yah sudah terserah kamu yang penting kamu senang” ujar Rangga
pasrah.
“Kalau mau lihat Aku senang lebih baik kamu jauh-jauh dari
hidupKu, karena ada kamu didekatKu membuat Aku merasa sial terus” mata Rangga
membola mendengar penuturan Rangga, sadar Rangga kalau selama ini Hana tak
pernah suka dengannya, namun ucapan Hana kali ini begitu melukai dirinya.
“Satu yang harus kamu tau, Aku gak akan pernah lepaskan kamu
untuk pria lain, kalau Aku gak bisa miliki kamu pria lain pun tak akan bisa”
Rangga memang sakit hati tapi entahlah pria ini terlalu dibuta kan oleh cinta
hingga membuatnya seolah lupa dengan ucapan Hana tadi yang sempat melukai hati.
“Bodoh kamu, Ngga. Kamu pria tampan, kaya, baik mana mungkin
ada wanita yang menolak kamu, cari wanita yang tulus mencintai Kamu jangan
mengharapkan Aku terus karena sampai kapan pun cinta kamu gak akan terbalaskan.
Maaf maaf apabila kamu luka dengan semua ini” ujar Hana lembut. Gadis cantik
ini masih punya hati, sadar dengan kesalahannya yang selalu acuh pada Rangga
yang mencintainya, tapi apa daya hingga detik ini Hana tak bisa membalas
perasaan Rangga.
“Gak ada yang perlu dimaafkan karena ini masalah perasaan. Tak
selalu cinta membuat kita bahagia, seperti saat ini karena cinta Aku terluka”
ujar Rangga yang begitu pasrah dengan keadaan. Hana menatap iba Rangga, apa
cinta Rangga terlalu besar untuknya hingga sulit terhapuskan ? batin Hana.
“Lupakan saja kalau memang kita berjodoh pasti kita akan
bersatu, meski harus ada yang kusingkirkan jauh dari hidup kamu” mata Hana
membola, Hana begitu tau siapa Rangga. Rangga akan melakukan apa saja asal itu
bisa membuatnya mendapatkan apa yang dia mau.
“Jangan pernah kamu macam-macam pada Rafael, dan kalau sampai
itu terjadi Aku gak akan pernah memaafkan kamu, satu lagi kamu gak akan pernah
bisa ketemu denganKu” ujar Hana yang seolah mengancam Rangga apabila berani
melukai atau bahkan menghancurkan hidup Rafael.
“Aku bilang lupakan saja, jalani apa yang ada didepan kita
jangan terlalu fokus dengan cinta sesaat kamu itu” Rangga. Hana hanya dapat
diam tak lagi membalas ucapan Rangga, karena Hana tau Rangga akan tak mau kalah
dengannya. Tiba-tiba saja mobil Rangga berhenti begitu saja tanpa alasan yang
jelas, berulang kali Rangga mencoba menyalakan kembali mesin mobilnya namun
sama saja mobilnya tak mau melaju kembali.
“Shithhhhhh...” Rangga memukul setir mobilnya karena kesal
mobilnya tak kunjung menyala kembali. Namun berbeda dengan Hana yang terlihat
senang karena bisa segera pergi dari hadapan Rangga yang begitu menyebalkan
untuknya.
“Lebih baik Aku cari kendaran umum dibanding harus menemani Mu
membenarkan mobil ini yang tak tau kapan selesainya” Hana keluar dari mobil
Rangga, celingak celinguk sana kemari berharap ada kendaraan umum yang lewat
agar Hana bisa segera jauh-jauh dari Rangga. Rangga yang tau Hana keluar dari
mobilnya tak mau tinggal diam.
“Mau kemana kamu ini (?)” Rangga mencengkram cukup kuat lengan
Hana hingga membuat Hana meringis kesakitan.
“Lepas” berontak Hana tapi sia-sia saja karena tenaga Rangga
lebih kuat dibanding dirinya yang seorang wanita.
“Kita tetap sama-sama kekampus, sebentar lagi supir Aku akan
datang kesini untuk bawa kan mobil untuk kita” ujar Rangga dengan melepaskan
cengkramannya pada lengan Hana. Rangga tak akan tega berbuat kasar terlalu lama
pada gadis yang Ia cintai, melihat Hana meringis kesakitan membuat Rangga
dengan segera melepas cengkramannya.
“Lebih baik Aku naik kendaraan umum dari pada harus satu mobil
lama-lama sam kamu” ujar Hana dengan mengusap lengannya yang memerah bekas
cengkraman Rangga.
“Aku gak akan biarin kamu untuk pergi” Rangga kembali
mencengkram lengan Hana saat Hana akan pergi dari hadapannya, namun cengkraman
Rangga kali ini tak terlalu kuat seperti tadi. Hana tak membalas ucapan Rangga,
gadis ini terus memberontak agar Rangga melepas cengkraman ini dari lengannya.
“Lepaskan dia” ujar seorang pria yang keluar dari mobil sedan
merah. Hana tersenyum melihat pria yang tak asing untuknya, sedangkan Rangga
tersenyum sinis dan menarik Hana agar berdiri dibelakangnya.
“Punya hak apa Loe ngatur-ngatur apa yang Gue lakuin”
“Gue memang gak punya hak apa-apa untuk ngatur Loe, tapi Gua
hanya mau ingetin Loe jangan berbuat kasar dengan cewek” ujar pria ini yang tak
lain Rafael.
“Loe gak usah jadi pahlawan kesiangan Hana. Bilang saja berapa
uang yang Loe minta biar Gue kasih, asal Loe jauhi Hana” ujar Rangga. Rafael
tak terima dengan ucapan Rangga baru saja, tangannya sudah mengepal siap
mendarat diwajah tampan Rangga. Namun saat ingin memukul Rangga sebuah tangan
menghalangi Rafael.
“Jangan kak” Lili dengan menggelengkan kepala. Rafael
mengurungkan niatnya yang ingin memukul Rangga, dan menarik nafas kasar
berharap amarahnya dapat mereda.
“Tolong lepaskan wanita itu. Kalau kakak memang punya hati
jangan berbuat kasar dengan wanita, bayangin kalau posisi mama kakak seperti
dia apa kakak tak terluka melihatnya, orang yang kakak sayangi disakiti orang
lain” ujar Lili membuat Rangga seketika melepas cengkraman tangannya pada
lengan Hana lalu dengan cepat Hana berlari mendekat kearah Rafael.
“Cukup kakak berbuat kasar dengan satu wanita jangan terulang
lagi” Lili berlalu pergi dengan merangkul Hana masuk kedalam mobilnya. Della
dan Rafael hanya melirik sekilas Rangga yang hanya diam, lalu Della dan Rafael
masuk kembali kemobil.
“Kamu gak pa-pa Han (?)” tanya Rafael saat mobil sedan merah
ini melaju. Hana menggelengkan kepala namun dengan mengusap lengannya yang
terasa panas karena cengkraman Rangga. Rafael melirik Hana dari kaca spion yang
ada dalam mobil karena memang Hana duduk dijok belakang bersama Della,
sedangkan Lili masih tetap duduk disampingnya.
“Kenapa pria itu bisa berbuat kasar sama kakak (?)” tanya
Della.
“Cerita-nya panjang sayang” Hana tersenyum tipis.
“Lebih baik kamu jauh-jauh dari Rangga karena Aku yakin Rangga
akan kembali berbuat kasar sama kamu” Rafael terlihat begitu perhatian pada
Hana hingga membuat Lili yang menyadari itu hanya menundukan kepala.
“Mau Ku juga begitu, tapi memang saja Rangga yang terobsesi
denganKu hingga membuatnya hilang kendali” ujar Hana. Rafael menghela nafas
karena tau bagaimana sikap Rangga pada Hana, cinta itu yang membuat Rangga
melakukan hal apa saja.
“Oh ya hampir lupa. Makasih untuk bantuan kalian pagi ini,
entah kalau tak ada kalian mungkin Rangga bukan hanya mencengkram lenganKu” tak
lupa Hana mengucapkan kata terima kasih pada tiga insane manusia yang telah
membantu dirinya. Della dan Rafael hanya menganggukan kepala dan tersenyum.
Lili ? gadis ini hanya diam, sibuk dengan lamunannya sendiri.
“Kamu kenapa (?)” tanya Rafael menyadarkan Lili dari
lamunannya.
“Hahh...”
“Kita belum kenalan tapi kamu sudah mau membantu Ku, makasih
yah dek untuk bantuannya tadi” ujar Hana.
“Sama-sama kak. Memang sesama manusia kita harus saling tolong
menolong, yah meski kita tak saling mengenal” ujar Lili dengan tersenyum tipis,
berusaha menyembunyikan rasa aneh saat melihat dengan sendiri Rafael yang
begitu perhatian dengan gadis yang sama sekali tak Lili kenal.
“Hana” Hana memperkenalkan diri.
“Lili. Kak Hana teman satu kampus kak Rafa (?)” tanya Lili dan
Hana menganggukan kepala.
“Kalau kamu pasti teman satu sekolah Della, karena terlihat
dari seragam kalian yang sama” Hana menunjuk Della dan Lili secara beragantian,
membuat semua yang dalam mobil ini terkekeh. Rafael tersenyum saat melihat
wanita-wanita yang disayang dapat tersenyum bersama, entah begitu nyaman untuk
Rafael melihat senyum Lili dan Hana. Apa yang Rafael mencintai dua wanita
sekaligus ?, semoga saja tidak karena Rafael tak mau melukai salah satu
diantara mereka.
...
Cacing-cacing dalam perut Della sudah ingin dikasih makan,
namun bel istirahat tak kunjung terdengar membuat Della mendengus kesal. Lili
menggelengkan kepala mendengar gerutuan Della yang selalu begini setiap lapar,
dan wel akhirnya bel bergema dipenjuru sekolah. Semua siswa dan siswi
berhamburan keluar kelas, melakukan aktivitas sesuka mereka menunggu jam waktu
belejar lagi.
“Kekantin yuk” ajak Della pada Lili. Lili menggelengkan kepala
karena dirinya tak lapar dan merasa malas untuk melangkah, tubuhnya bersandar
dikursi dengan malasnya.
“Kamu ini kenapa sejak pagi aneh tau gak (?)” tanya Della yang
menyadari keanehan dari sahabatnya.
“Apa gara-gara kak Hana (?)” tebak Della sontak membuat Lili
terkejut. Kenapa Della seolah mudah sekali membaca apa yang ada difikiran Lili,
menyebalkan sekali kenapa Della harus tau.
“Ahhhh... Della udah gak usah dibahas. Lebih baik sekarang
kita kekantin” Lili tak mau Della membahas semakin dalam tentang keanehannya,
mangkanya Lili membuang jauh-jauh rasa malasnya dan mengajak Della untuk
kekantin.
“Tunggu dulu” Della menghentikan langkah Lili.
“Apa lagi (?)” kesal Lili.
“LaparKu hilang sejak tau alasan keanehan kamu hari ini, cepat
cerita atau tidak kamu dan Aku END” ujar Della dengan menekan kata yang diCapsLk.
Lili menghela nafas ternyata Della tak mudah untuk dialihkan. Della rela
menahan laparnya lebih lama demi mendengar cerita dari sahabatnya.
“Oke kita duduk dan Aku akan menceritakan semua sama Aku dari
mulai A sampai Z biar kamu puas” Della sumringah mendengar Lili mau
menceritakan apa yang dirasa kini padanya. Lili mulai menceritakan semua
keanehan yang dirasa mulai sejak bertemu dengan Rafael hingga rasa yang semakin
aneh saat Rafael begitu perhatian pada Hana. Della tersenyum ternyataan dugaannya
memang benar, kalau memang Lili menyukai sang kakak sejak awal mereka bertemu.
Lili mulai bertanya-tanya pada siapa Hana dan apa hubungannya dengan Rafael.
“Memang Aku sudah lama tau kalau kak Hana dengan kak Rafa
dekat, tapi Aku rasa mereka belum ada hubungan yang lebih, yah hanya sebatas
teman. Kamu tenang saja, Aku akan membantu mendekatkan kamu dengan kak Rafa.
Aku yakin kamu gadis yang baik dan cocok dengan kakaKu” ujar Della membuat Lili
refleks memeluk sahabatnya. Della saja sudah memberi restu kini tinggal tau apa
Rafael juga mencintainya atau cintanya bertepuk sebelah tangan.
“Punya sahabat seperti kamu memang luar biasa, gak tau mau
bilang apa lagi yang pasti terima kasih banyak” Della menganggukan kepala dan
merasa ikut bahagia bila sahabatnya bahagia.
“Semoga memang kak Rafa juga suka sama kamu, Li. Aku tau kalau
kak Hana juga suka sama kak Rafa, tapi Aku kurang suka dengan keluarga-nya yang
selalu menghina kak Rafa” batin Della. Della memang tau kalau keluarga Hana tak
suka dengan Rafael, Della tau itu semua saat tak sengaja mendengar pembicaraan
Dicky dan Rafael semalam.
“Kita kekantin sekarang mumpung ada waktu” ujar Lili. Hana
melirik jam didinding, masih kurang lima menit bel masuk kelas kembali bergema,
dasar Lili tak cukup dalam waktu lima menit mereka untuk makan.
“Seneng sih seneng neng, tapi coba lihat jam tingga beberapa
menit akan bunyi lagi” ujar Della. Lili segera melirik jam yang melingkar
dipergelangan tangan kanannya lalu cengengesan tak jelas membuat Della gemas
melihatnya.
“Maaf kawan sudah membuatMu kelaparan. Pulang sekolah kita
makan-makan dicafe gak jauh dari sini, ajak sekalian kak Rafa yang nanti jemput
kita” ujar Lili. Hari ini memang Rafael akan menjemput Lili dan Della karena
mobil Lili dibawa Rafael, awalnya Rafael tak mau membawa mobil Lili lebih baik
Ia dan Hana naik taksi namun Lili memaksa dan membuat Rafael pasrah.
“Idihhhh... mentang-mentang udah dapat restu dari Gue main
ajak aja, memang kakak Gue mau begitu” goda Della.
“Taruhan kalau kakak kamu mau selama satu minggu kamu harus
menginap dirumahKu, dan kalau sebaliknya maka Aku akan menginap dirumahMu” ujar
Lili.
“Enak saja itu namanya pemaksaan” ujar Della yang tak setuju
dengan rencana Lili.
“Gak ada penolakan” Lili menyenggol bahu sahabatnya dan tak
lama bel masuk sekolah sudah terdengar ditelingga, satu persatu para siswa
menempati tempat mereka dan siap mendengar ocehan bermanfaat dari guru yang
akan mengajar mereka siang ini.
...
Hari ini Rafael ada kelas hingga siang, hingga membuatnya
bingung menghabiskan waktu sebelum adiknya pulang sekolah. Dengan santai Rafael
keluar dari kelasnya namun baru selangkah keluar dari kelas tiga orang pria
menghadang langkahnya. Salah satu dari pria itu ada Rangga yang tengah
tersenyum sinis menatapnya.
“Jauhi Hana atau gak Gue akan buat hidup Loe hancur” ujar
Rangga dengan menarik kerah baju Rafael, dengan kasar Rafael menghempaskan
tangan Rangga dari kerah bajunya.
“Gue sama sekali gak takut dengan ancaman dari Loe” ujar
Rafael.
“Oh... oh... oh... Loe tau bokap Gue salah satu donatur
disekolah adik Loe, sewaktu-waktu Gue bisa minta buat adik Loe dikeluarkan dari
sekolahnya” ancam Rangga yang membuat mata Rafael seketika membola.
“Jangan bawa-bawa adik Gue dalam urusan kita, disini Loe punya
masalah sama Gue bukan sama keluarga Gue”
“Apa pun yang berurusan dengan Loe akan Gue hancurin selama
Loe masih dekat-dekat dengan Hana, jadi lebih baik Loe jauhi Hana dibanding
masa depan adik Loe akan hancur ditangan Gue” ujar Rangga dengan sinis lalu
pergi dari hadapan Rafael. Rafael mengacak frustasi rambutnya. Rangga tak
pernah main-main dengan apa yang dikata, itu semua pasti akan terjadi andai
Rafael tak segera menjauhi Hana.
“Menjauh akan membuat semua kembali normal” pasrah Rafael.
BERSAMBUNG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar