***
Kita duduk berhadapan dengan
perasaan aneh, terlibat percakapan kecil dan saling bergurau. Terkadang saat
percakapan terhenti, dinginnya keheningan membuat kita membeku dalam diam. Rasa ini begitu terasa aneh untuk dirasa,
sejak awal bertatapan membuat hati kita saling bertautan satu sama lain.
“Aneh mendadak kak Dicky jadi
pendiam padahal juga...” ujar Lili menggantung.
“Padahal apa memang ? pasti mau
bilang kalau Dicky itu bawel. Hem... Aku itu diam karena sedang duduk disamping
wanita cantik” Lili tertunduk malu mendengar pujian yang terlontar dari bibir
Dicky. Dengan mengusap tengkuk lehernya sedikit dapat menghilangkan rasa salah
tingkah Dicky karena telah melontarkan sebuah pujian yang memang tulus dari
lubuk hatinya, kini sudah waktunya Dicky untuk lebih bisa mengutarakan
perasaannya sendiri, bukan memendam dan merelakan gadis yang dicintai pada pria
lain.
“Sebanyak apa pria yang silih
berganti dalam hidupMu tak akan membuat Ku menyerah untuk mendapatMu, meski Aku
sadar Aku sama tak ada apa-apanya dengan mereka-mereka, pria yang punya
segalanya dan pasti sebanding denganMu” ujar Dicky yang begitu menyadari
perbedaan antara dirinya dan Lili, namun tetap Dicky akan bertahan karena
cintanya untuk Lili terlalu dalam dan sulit untuk terhapuskan.
“Kak...”
“Aku tau memang Aku tak pantas
untukMu, jadi cukup Aku mengagumi Mu dan melindungi Mu dari jauh. Bila memang
saatnya cintaKu ini terbalaskan maka Aku akan bersyukur pada Tuhan” ujar Dicky
dengan tersenyum miris, bukan hanya karena perbedaan status sosial saja yang
menghalangi Dicky mendapatkan gadis yang dicintai, namun kenyataan yang lebih
parah cinta Dicky tak terbalaskan.
“Maaf” sesal Lili dengan menatap
Dicky yang menundukan kepala. Entahlah Dicky sudah merasa pupus, sama sekali
tak memiliki harapan menjadi seorang yang spesial dikehidupan Lili, namun
sekali lagi Dicky masih enggan untuk menyerah dan melepaskan cinta itu begitu
saja.
“Tak usah minta maaf karena semua
ini salahKu, cukup kamu biarkan saja Aku mencintai Mu” senyum itu, senyum Dicky
yang terlihat begitu manis kini begitu terlihat tengah dipaksa. Tak ada candaan
Dicky meski itu hanya sekedar menghibur dirinya saja, mungkin karena terbawa
dengan keadaan membuat Dicky harus bersikap serius kini. Lili diam tak tau
harus berkata apa, jujur kini gadis ini tengah bimbang dengan perasaannya
sendiri. Terkadang memang saat disamping Dicky rasa nyaman itu ada, namun
terkadang pula hati Lili tak dapat merespon perasaan Dicky.
“Shhh... kok jadi galau gini yah,
dua ribu tiga belas udah gak jaman kalau Galau. Lebih lupakan saja apa yang
tadi kita bicarakan, anggap saja itu semua tak pernah terjadi. Biar semua
berjalan apa adanya” Dicky tersenyum tipis, berusaha meyakinkan gadis disampingnya
kalau kini Ia tengah baik-baik saja, semua akan terjadi seperti biasa tak akan
ada yang berubah meski Lili telah menolaknya.
“Maaf yah kak, kasih Aku beberapa
waktu untuk meyakinkan perasaanKu sendiri. Jujur Aku masih bimbang dengan semua
ini, tapi Aku janji gak akan pernah memberi kakak sebuah harapan kosong” Lili
berhambur memeluk tubuh kurus Dicky, membuat Dicky terkejut mendapat pelukan
nyaman dari Lili namun itu tak berlangsung lama, Dicky membalas pelukan Lili
dengan sebuah senyuman.
“Kalau memang kita berjodoh pasti
Tuhan akan menyatukan kita, dan bila memang tidak Aku pasti akan mendoakan Kamu
mendapatkan pria yang lebih baik dari Aku” ujar Dicky. Berat memang mengatakan
semua itu, tapi itulah takdir yang memang harus Dicky terima dengan lapang dada,
biar bibir berkata seperti itu namun hati kecil Dicky selalu berdoa kalau Lili
memang jodohnya.
“Aku mau kakak bersabar dan
membuktikan cinta kakak sama Aku, Aku tak ingin begitu saja menerima cinta kak
Dicky tanpa sebuah bukti sama sekali, bibir kapan saja bisa berbohong” Lili
melepas pelukannya lalu menatap lekat mata indah milik Dicky. Dari tatapan itu
Lili mendapat sebuah ketulusan dari Dicky, tapi tetap saja hatinya belum
seratus persen bisa menerima Dicky begitu saja. Mungkin dengan bukti nyata Dicky
mencintai Lili dapat membuat Lili luluh dengan Dicky, tapi entahlah kapan waktu
itu akan tiba.
“Aku akan selalu menunggu kamu”
Dicky.
“Ehemmm...” terdengar deheman
suara seorang pria paruh baya yang sudah tak asing untuk Lili. Refleks membuat
Dicky dan Lili memutar tubuh mereka kebelakan, melihat seorang pria paruh baya
berdiri dengan berwibawa dibelakang mereka dengan sebuat tatapan yang tak
biasa, Dicky mengusap puncak kepalanya gusar.
“Sudah berani berduaan kalian”
ujarnya dengan nada suara yang menakutkan, membuat Dicky hanya mampu menundukan
kepala merasa takut, sedangkan Lili terkekeh kecil melihat wajah sang ayah yang
sama sekali tak membuatnya takut.
“Papa gak lucu tau” Lili beranjak
dari duduknya berjalan lalu berhabur memeluk tubuh sang ayah, om Adrian
tersenyum tipis mendengar penuturan sang putri, memang tak ada wajah gahar yang
bisa ditunjukannya untuk membuat putrinya merasa takut, tapi kini justru Dicky
yang terlihat ketakutan.
“Udah kak Dicky gak usah takut,
lagian juga papa cuma bercanda”
“Siapa bilang papa bercanda ?,
papa gak suka kalau kalian berduan ditempat sepi seperti ini, kalau sampai
kalian mengulangi lagi saya akan menghukum kamu” om Adrian menujuk Dicky yang
tertunduk. Ini bukan pertama kali Dicky bertemu dengan om Adrian, tapi masih
saja membuat Dicky merasa takut berhadapan dari ayah gadis yang dicintai.
Mungkin saja itu karena raut wajah om Adrian yang terlihat begitu gahar dimata
Dicky.
“Maaf om” sesal Dicky masih saja
menundukan kepala.
“Kamu mau minta maaf ketanah apa
sama saya” sentak om Adrian yang mungkin tak terima karena Dicky menyesali
perbuatan dengan menundukan kepala tanpa meliriknya sedikit pun, andai saja om
Adria tau kalau sekujur tubuh Dicky kini sudah berkeringan dingin, begitu takut
berhadapan dengan om Adrian. Perlahan namun pasti Dicky mulai mengangkat
kepalanya, membuka secara perlahan matanya yang terpejam, keningnya mengkerut
melihat Lili dan om Adrian tersenyum semabri melihatnya, terasa begitu aneh
semua ini.
“Maaf om hanya bercanda saja. Om
gak melarang putri om yang cantik ini berhubungan dengan siapa saja, asal dia
pria yang baik dan bisa membahagiakan putri om ini” om Adrian mengusap penuh
kasih sayang pungung Lili. Dicky tersenyum mendengar penuturan om Adrian,
setidaknya kini sebuah restu telah didapat, tapi entah tak tau apa cintanya
akan terbalaskan.
***
Awal dan akhir yang sangat
berbeda jauh. Awal kau terlihat begitu menyebalkan dimata, pertemuan pertama
kita kau memberi sebuah pengertian kalau kau pria yang kasar dan menyebalkan,
hingga berjalannya waktu kau semakin menyebalkan. Tapi suatu hari kau berubah
menjadi pria yang begitu manis, hingga begitu susah untuk mengenali diriMu.
Tapi meski kau begitu menyebalkan, cinta ! cinta itu datang begitu saja. Kita
hanya berdiam diri didalam sebuah ruangan yang membuatKu begitu susah untuk
bernafas, serasa ingin sekali Ku berlari sendiri meninggalkan Mu.
“Emm....” ujar Rangga memecahkan
keheningan. Della hanya melirik sekilas Rangga yang kembali diam, begitu
terlihat jelas kalau pria berpipi chubby ini tengah dalam sebuah keadaan yang
menghimpitnya. Della menghela nafas menghirup udara dingin AC mobil mahal milik
Rangga, berulang kali Della harus menahan perasaannya sendiri, membiarkan
Rangga melakukan apa yang diingin.
“Huft...” Rangga mulai menghela
nafas, menetralisirkan kembali detak jantungnya yang bekerja lebih cepat
dibanding biasa. Cinta ! cinta membuat Rangga bisa menjadi pria yang lembut dan
tak bisa mengendalikannya untuk selalu dekat dengan gadis yang dicintai. Pada
akhirnya memang Rangga harus mengakui semua perasaannya, sebelum sebuah
terlambat hingga menjadi sebuah luka yang begitu menyakitkan.
“Aku... Aku...” ujar Rangga
gelagapan. Begitu berbeda ketika Rangga mengatakan cinta pada Hana, hampir
setiap saat berhadapan dengan Hana pria berpipi chubby ini tak sungkan
mengungkapkan isi hatinya. Della mulai merasa kesal dengan semua ini, apa
tujuan Rangga mengajaknya hanya berdiam bersama didalam mobil, ini hanya dapat
membuat waktu secara percuma, lebih baik Ia lebih memilih berkumpul bersama
sang kakak dan sang ayah yang baru saja berkumpul kembali bersamanya.
“Kalau memang gak ada yang mau
dibicarakan lebih baik izinkan Aku keluar dari mobil ini, dan cukup sampai
malam ini saja Aku menjadi pembantu kakak, biarkan Aku menjalankan hidupKu seperti
layaknya manusia bebas, terserah kakak mau mengeluarkan Aku dari sekolah apa
tidak” Rangga membolakan mata mendengar penuturan Della. Kini Della dengan
gamblang rela dikeluarkan dari sekolah, tak akan lagi mengikuti apa yang Rangga
perintahkan. Della segera beranjak keluar dari mobil sport Rangga, namun dengan
sigap Rangga mencegah Della berlalu pergi, mempersilahkan Della kembali duduk
ditempatnya, meminta waktu beberapa saat untuk Rangga mengutarakan semua yang
ingin dikatakan.
“Aku mau minta maaf tentang semua
yang telah Ku lakukan sama kamu, memang tak adil bila Aku mebalas sakit hatiKu
pada Rafa sama kamu. Jujur waktu itu Aku begitu ingin Rafa melihat adik
kesayangannya dikeluarkan dari sekolah, tapi ketika melihatMu datang kerumah
membuatKu berubah fikiran” Rangga menatap lekat Della yang memalingkan
wajahnya, wajar bila Della merasa kesal dengan semua yang telah dilakukan
Rangga, selama ini Della sama sekali tak mempunyai salah dengan Rangga namun
Della terkena imbas akan masalah Rangga dengan Rafael, itu semua terasa tak
begitu adil untuk Della. Benci ? pasti Della akan membenci Rangga karena
menjadikan dirinya sebagai jalan untuk membalas dendam.
“Aku sadar kamu begitu tak
menerima semua ini, tapi satu hal yang harus kamu tau, kalau... kalau Aku...”
begitu susah Rangga mengucapkan apa yang dirasa dihatinya yang sejujurnya.
Sebuah alasan yang tak pasti membuat Rangga begitu susah untuk mengatakan cinta
pada Della, dari awal Rangga sudah memiliki sebuah keyakinan Della akan
membecinya karena semua yang telah terjadi, dari sana Rangga berfikir sia-sia
mengungkapkan perasaannya, sebuah pemolakan pasti akan Rangga dapatkan.
“Kesempatan kakak buat bicara
sama Aku sepertinya sudah habis, biarkan Aku keluar dari mobil” Della tak ingin
berlama-lama berada disamping Rangga, karena disamping Rangga semakin membuat
Della tak menentu saja. Benci dan Cinta itu ada dengan seimbang dihati Della,
begitu bingung Della harus mengikuti yang mana. Rangga tak tinggal diam ketika
Della berjalan menjauh dari mobilnya, dengan berlari kecil Rangga berhasil
menggapai tangan Della dan menariknya dalam pelukannya.
“Tak akan Ku biarkan terlalu lama
rasa ini dalam hatiKu, sejak kamu datang kerumah Aku sudah jatuh hati sama
kamu, permintaan konyolKu yang menginginkan kamu menjadi pembantu dirumahKu
hanya ingin membuatMu selalu didekatKu” Rangga semakin mempererat pelukannya,
lihatlah Della yang tak membalas sama sekali pelukan Rangga.
“Aku tau semua yang Ku lakukan
salah, membuatMu selalu merasa kesal dengan tingkahKu, tapi satu yang harus
kamu tau semua itu Aku lakukan karena Aku terlalu mencintaiMu. Maaf kalau
memang kamu merasa menjadi sasaran ajang balas dendamKu pada Rafael, tapi itu
hanya pada saat awal saja namun melihatMu membuatKu menjadi berubah fikiran”
jelas Rangga.
“Hah... memang dari awal Aku
yakin kamu akan marah dan menolakKu. Tapi yah sudah setidaknya rasa cinta Ku
tak terpendam terlalu lama” Rangga melepaskan pelukannya, kedua tangannya
mengusap dengan lembut pipi Della, memberikan sebuah senyum yang begitu manis untuk
gadis yang dicintai lalu memutar tubuhnya dan melangkah menjauhi Della. Rangga
cukup sadar diri dengan semua kesalahan yang dilakukan, semua ini sudah
setimpal dengan perbuatannya selama ini. Sebuah tangan melingkar diperut Rangga
dan membuat Rangga menghentikan langkahnya, merasakan begitu nyaman pelukan
hangat dari Della. gadis yang dicintai Rangga itu menenggelamkan wajah
cantiknya dipunggung Rangga.
“Aku juga mencintai kakak, jangan
pernah ulangi kesalahan kakak” Rangga semakin tak percaya dengan semua ini, apa
semua ini sebuah kenyataan atau hanya sebuah mimpi belaka, kalau hanya sebuah
mimpi Rangga tak ingin terbangun. Karena tak mendapat respon dari Rangga
membuat Della merasa kesal, melangkah dan berdiri dihadapan Rangga yang
dilakukan Della, memukul cukup kuat kening Rangga hingga membuat pria berpipi
chubby ini meringis kesakitan.
“Gak guna ternyata Aku berkata
jujur” Della bersendekap dada dan memanyunkan bibirnya. Rangga mengusap
keningnya yang terasa nyut-nyutan setelah mendapat hadiah sebuah pukulan dari
Della, namun setidaknya pukulan itu membuat Rangga tersadar kalau ini bukan
sebuah mimpi belaka.
“Huft... maaf Aku kira tadi hanya
sebuah mimpi saja, karena memang dari awal Aku memiliki sebuah keyakinan kalau
kamu tak mencintaiKu” ujar Rangga masih mengusap keningnya.
“Ternyata yang kamu fikirkan
salah tuan Rangga, pembantu Mu ini ternyata membalas cintaMu” ujar Della.
“Dish... jangan pernah ulangi
perkataan kalau kamu pembantuKu, sekarang kamu kekasihKu dan akan menjadi ibu
dari anak-anak Ku kelak” Rangga mengacak gemas puncak kepala Della.
“Memang siapa bilang kalau Della
mau menikah dengan tuan Rangga ?” canda Della dan beranjak pergi meninggalkan
Rangga, beranjak masuk kembali kerumah sahabatnya, bertemu dan berkumpul
kembali bersama dengan keluarganya. Rangga mengacak rambutnya kasar, betapa
bodohnya begitu saja mengajak Della menikah, menjalin hubungan sebagai sepasang
kekasih baru malam ini sudah berani mengajak Della menikah, pasti itu akan
menjadi sebuah pertanyaan untuk Della.
***
Duduk berdampingan dengan
sebagian kaki ditenggelamkan kedalam air kolam, meski dingin merasa mencekat
namun dua insane manusia ini tak beranjak dari tempatnya, mereka masih bertahan
dengan kediaman mereka, tak lama kemudian mereka saling mencoba untuk
memecahkan keheningan namun keadaan yang ada membuat mereka tertawa bersama,
menertawakan diri mereka masing-masing.
“Aku...” ujar Rafael dan Hana
bersamaan seketika membuat mereka tertawa bersama. Dua insane manusia yang
saling jatuh cinta ini kembali diam bersama, memendam sejuta rasa yang kini
mereka rasa didalam hati. Sejuta rasa yang berawal karena sebuah cinta yang
menimbulkan berbagai rasa yang seolah saling menular (Apa ini ? saya bingung
sumpah :-D). Rafael menarik nafas panjang dan perlahan menghempaskan, mencoba
untuk membuat tubuhnya tak terbawa oleh perasaan yang tak menentu ini.
“Shhh... menurutMu kita tak
terlihat seperti orang bodoh bukan (?)” tanya Rafael. pertanyaan apa ini ?
entah yang penting mereka tak terus menerus saling berdiam membungkam mulut
mereka.
“Aku mungkin terlihat seperti
gadis bodoh yang mempercayai kamu kakak kandungKu, dan melakukan hal aneh yang
membuatMu merasa bingung. Belum lagi Aku merasa cemburu melihatMu dekat dengan
seorang gadis yang ternyata adik kandungMu” Hana memukul pelan kepalanya, sudah
mengaku bodoh ditambah dengan pengakuian yang pasti membuat Rafael tau semua
inti dari pernyataannya. Kini Hana mengutuk dirinya sendiri yang terlalu
berkata jujur, tapi yah sudah mungkin ini jalan keluar yang terbaik.
“Cemburu ? dengan adik kandungKu.
MaksudMu, kamu selama ini cemburu akan kedekatanKu bersama Lili. Itu suatu hal yang
konyol menurutKu, karena kita hanya sebatas teman. Yah... meski Aku menyimpan
sebuah rasa yang lebih untukMu” diakhir kalimatnya Rafael menundukan kepala,
pria berwajah tampan ini takut andai ternyata cintanya bertepuk sebelah tangan.
“Hah... kamu...” Hana terkejut
dan membungkam mulutnya sendiri, merasa tak percaya dengan pengakuan jujur
Rafael. Rafael memberanikan diri untuk menggapai tangan Hana yang membekap
sendiri muluh Hana lalu menggenggamnya.
“Aku tak ingin lebih lama lagi
menyimpan rasa cinta ini untuk kamu, sejak awal kita bertemu Aku sudah merasa
tak beres dengan hati ini, belum lagi jantungKu yang selalu bekerja lebih cepat
ketika berhadapan denganMu. Sulit awalnya untuk diriKu mengartikan semua itu,
tapi lama kelamaan Aku tau kalau Aku jatuh cinta denganMu” tutur Rafael, semua
itu yang Rafael rasa sejak pertama dan selama bersama dengan Hana.
“Lili ! meski dari awal Aku tak
tau dia adikKu tapi Aku merasa nyaman dekat dengannya, melebih rasa nyaman yang
Ku rasa saat bersamaMu. Meski sejak bertemu dengan Lili, Aku merasa goyah
dengan rasa ini tapi pada akhirnya kamu menjadi pilihanKu” lanjutnya. Hana diam
mendengarkan kata demi kata yang terlontar dari bibir seksi Rafael, mencoba mengerti
semua maksud dari ucapan pria yang tengah menatapnya dengan lekat.
“Aku tak ingin main-main dengan
perasaan ini, Aku mau kamu menjadi salah satu bagian dalam
hidupKu, menjadi wanita yang menemani hari-hariKu” Rafael mengecup punggung
tangan Hana dalam genggamannya, lihatlah Hana masih terpaku dalam diamnya,
seolah gadis ini masih tak percaya dengan semua yang terjadi kini.
“Wel... Aku menunggu jawaban
dariMu bukan diam seperti ini” Rafael mencubit dengan gemas pipi Hana, membuat
Hana tersadar dari lamunannya. Menyebalkan sekali Hana ini, apa dia tak tau
kalau Rafael tengah mengungkapkan perasaannya namun apa responnya, Hana justru
hanya diam sembari menatap tanpa berkedip Rafael.
“Aku... Aku...” Rafael menunggu
jawaban dari Hana, saat bibir Hana mulai berucap namun apa yang diucap hanya
satu kata, sungguh membuat Rafael begitu gemas dengan Hana.
“Kamu masih dengar apa yang Aku
bilang tadi ?” tanya Rafael, dengan polosnya Hana menggelengkan kepala.
“Aku hanya mendengar penjelasanMu
tentang Lili” ujar Hana membuat Rafael harus berusaha untuk bersikap sabar
menghadapi Hana. Kalau tak karena cinta mungkin saja Rafael sudah memakan
hidup-hidup Hana, menyebalkan bukan harus mengulang kembali, padahal saja itu
tadi Rafael memberanikan diri untuk mengutarakan keinginannya menjadikan Hana
sebagai salah satu bagian dari hidupnya.
“Hehehe Aku cuma bercanda tau,
gitu aja udah dibuat pusing sama kamu. Aku denger kalau tuan Rafael ini mau
menjadikan Hana sebagai salah satu bagian dari hidupnya. Hem... apa yah
kira-kira jawaban dari Hana” goda Hana. Rafael seketika terbengong karena
ternyata Hana hanya sekedar ingin bercanda dengannya saja, tapi bercanda Hana
tidak pada saat yang tepat.
“Jawaban dariKu, Aku mau menjadi
salah satu bagian dalam hidup Kamu. Menemani kamu disetiap saat” ujar Hana yang
semakin membuat Rafael terbengong. Hah... jadi Hana menerimanya, tapi lihatlah
Rafael yang sama sekali tak merespon Hana, pria tampan ini masih terbengong
dengan mulut yang mengangah. Hana dengan jailnya menyipratkan sedikit air yang
diambil dari kolam kewajah Rafael, membuat Rafael tersadar dan memang pasangan
ini cocok sekali dalam urusan saling diam ketika merasa tak percaya dengan apa
yang mereka dapat kini.
“Jangan begong nanti ceweknya
dibawa setan mau” canda Hana dengan terkekeh kecil.
“Emm... biar saja. Lagian juga
Aku tadi bengong hanya ingin mengerjaiMu balik, biar kamu tau rasa gimana
mendapat respon diam ketika kamu dalam keadaan serius” Rafael menjulurkan
lidahnya mengejek Hana, kini mereka satu sama dalam hal saling mengerjai satu
sama lain.
“Menyebalkan” umpat Hana dengan
bersendekap dada. Rafael merangkul mesra tubuh mungil Hana, senyum tak luntur
dari bibir seksinya. Inilah semua jawaban dari apa yang dilalui kemarin, susah
senang dilalui untuk menemukan cinta sejatinya, berbagai rintangan mampu
dilalui mereka.
“Meski menurutMu, Aku ini pria
yang menyebalkan tapi tetap saja kamu tak bisa memungkiri telah jatuh hati
dengan pria menyebalkan sepertiKu” benar saja apa yang Rafael kata membuat Hana
sama sekali tak dapat menggelak, yang Hana bisa lakukan tersipu malu, Hana yang
tengah menahan malu membuat Rafael dengan gemas mengacak puncak kepala Hana.
BYURRRR tanpa Hana dan Rafael
duga kini tubuh mereka telah basah kuyup karena terjebur kekolam renang,
lihatlah mereka yang telah sukses menjeburkan Hana dan Rafael tengah tertawa
puas, apalagi Dicky selaku pemilik rencana jail ini hingga tertawa
terpingkal-pingkal.
“Mangka-nya jangan pacaran terus
woh” ledek Lili.
“Siapa juga yang pacaran, dasar
kamu anak SMA yang sok tau” ujar Hana kesal dalam kolam renang.
“Ihh kita gak sok tau kak, lagian
kita dari tadi mendengar semua apa yang kalian bicarakan, dan kita tau kalau
kak Hana dan kak Rafa baru saja menjadi sepasang kekasih” Hana dan Rafael
benar-benar merasa malu, ternyata banyak orang yang tadi mendengar pembicaraan
mereka. Bodoh ! kenapa mereka sama sekali tak menyadari itu, huft... kini yang
ada hanya rasa malu bukan sebuah penyesal.
“Dan kalian harus tau kalau yang
punya rencana menjeburkan kalian kekolam itu Dicky, jadi orang yang harus
paling kalian salahkan itu Dicky” ujar Rangga yang berdiri tegap disamping
Della dengan satu tangannya diselipkan dicelana berbahan jeans yang tengah
dikenakan, terlihat begitu menawan pria ini dan sudah tak ada lagi wajah
angkuhnya ketika berhadapan dengan Rafael. Mendengar penuturan Rangga yang
mempunyai rencana menjeburkan Ia dan Hana kekolam renang membuat Rafael segera
berlari mengejar Dicky dan membalaskan dendamnya dengan menjeburkan Dicky
kekolam renang, namun tak hanya Dicky saja. Rafael juga menarik Lili dan Della
lalu menjeburkan kekolam renang, semua semakin tetawa ketika melihat Dicky,
Lili, Della, Hana, dan Rafael justru senang bermain-main bersama dengan air.
Dan pada akhirnya cerita ini
berakhir dengan canda tawa bersama, dendam dan amarah masa lalu dibuang begitu
saja oleh mereka, yang lalu biarlah berlalu dan yang ada sekarang dan yang akan
datang mari kita jalani dengan senyum semangat :-p.
END.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar