***
Keadaan rumah tuan Adrian pagi ini begitu bising melebihi
suara burung berkicaun diluar sana, membuat sang putri yang tengah terlelap
terusik. Dengan wajah bantalnya gadis ini menuruni anak tangga rumahnya satu
persatu, matanya melirik malas orang-orang yang tengah sibuk mempersiapkan
semua keperluan untuk pesta ulang tahun sang ayah.
Tukkkkk sebuah benda tumpul mendarat
tepat dipuncak kepala Lili, namun tak terasa sakit karena tante Laura tak
memukulnya dengan kuat.
“Anak gadis udah siang tapi masih kucel begini, mama rasa gak
akan ada yang mau sama kamu” ujar tante Laura.
“Ih... mama doa-nya jelek banget tau, masa’ anaknya yang
paling cantik didoain gak akan ketemu jodoh” ujar Lili memanyunkan bibirnya
lalu bergelayut manja dilengan sang mama, menatap dengan matanya yang masih tak
terbuka dengan sempurna, mungkin efek karena masih mengantuk.
“Kembali sana kekamar terus mandi dan bantu mbak-mbaknya
disini” perintah tante Laura.
“Gak mau” ujar Lili dengan menggelengkan kepala.
“Terus mau kamu apa coba (?). Lihat jam itu udah pukul delapan
lebih tapi kamu masih kucel begini, cepat mandi atau uang jajan kamu akan mama
potong” tante Laura.
“Yang kasih uang jajan keAku kan papa, mama gak bisa main
potong begitu aja wleee” Lili menjulurkan lidahnya dan segera berlari meninggalkan
sang mama, tak mau mendengar omelan sang mama yang pasti akan meledak mendengar
candaan darinya. Tante Laura menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya,
yang terkadang begitu menyebalkan namun masih bisa dimaklumi. Tante Laura
kembali sibuk mengarahkan para pelayannya yang membantunya menyiapkan pesta
sang suami nanti malam.
***
Adik kakak ini hanya diam sibuk dengan fikiran mereka
masing-masing, makanan diatas meja diabaikan begitu saja oleh mereka. Seolah
mereka tak menyukai dengan makanan itu, padahal ini makanan yang setiap hari
mereka temui, tapi memang bukan masalah makanan apa yang ada membuat mereka
malas makan namun lebih kepada masalah pribadi mereka.
“Mau bilang apa coba sama kakak, sial banget kak Rangga pakai
ajak pergi malam ini” batin Della.
“Padahal udah coba gak mikirin Hana, tapi masa aja mikirin
terus. Bisa gila Gue lama-lama kalau begini” batin Rafael. Kakak beradik ini
dengan kompak saling menyimpan masalah mereka dalam hati, tak ingin
menceritakan apa yang dirasa pada saudara sendiri. Della ingin meminta izin
pada Rafael untuk tak menghadiri acara ulang tahun ayah Lili, namun alasan apa
yang harus dibuat oleh Della.
“Kak” ujar Della memecahkan keheningan mereka.
“Ada apa (?)” tanya Rafael dengan menatap adiknya.
“Em... itu anuh... apa coba” Della menggaruk bingung kepalanya
yang sama sekali tak terasa gatal itu, bingung mencari kata-kata yang tepat
untuk meminta izin pada sang kakak. Rafael menautkan alisnya menatap bingung
Della.
“Anuh apa (?), kalau mau ngomong yang jelas jangan dicicil
emang kamu kira kreditan” Rafael terkekeh kecil.
“Ishh.... maksud Aku itu mau bilang... gak jadi lupain aja”
Rafael menggelengkan kepala melihat tingkah adiknya dan mengacak gemas puncak
kepala Della.
“Kita sarapan saja dari pada harus diem-dieman gak jelas”
Rafael menyuapkan sesuap nasi dan lauk kedalam mulutnya, mengunya dengan santai
sembari menikmati sarapan dipagi yang cerah ini, akan tetapi cerahnya pagi ini
tak secerah hati Rafael.
“Kak Rafa ada masalah (?)” tanya Della disela-sela acara sarapan
mereka.
“Kakak masih merasa aneh saja dengan Hana yang kemarin
tiba-tiba saja datang dan menangis lalu tak lama pergi dengan mawah masamnya,
kelihatan banget anehnya kan (?)” ujar Rafael dan meminta persetujuan adiknya.
“Kalau Della rasa mungkin itu berhubungan dengan sang mama
yang gak kasih izin kak Hana berhubungan dengan kakak, saran Aku lebih baik
kakak jauhi kak Hana. Aku gak suka kalau mama kak Hana menghina kakak
terus-terusan” tutur Della. Kini bukan hanya tante Carolin saja namun juga Della
tak suka dengan kedekatan Rafael dan Hana, mungkin saja ini sudah bertanda
kalau Rafael dan Hana memang tak berjodoh. Sedikit titik cerah, Rafael mulai
mengetahui gadis yang mungkin menjadi jodoh sebenarnya.
“Terus kamu lebih setuju kak dekat dengan siapa (?)” tanya
Rafael.
“Lili, dia gadis yang baik dan juga keluarga Lili tak pernah
menghina kita berbeda dengan mama kak Hana. Ayolah malam ini Aku mau kakak
menjadikan Lili sebagai kekasih kak Rafa” saran dan paksa Della pada sang
kakak. Rafael hanya tersenyum tanpa menanggapi ucapan sang adik, mungkin memang
sudah saatnya Rafael mengungkapkan perasaannya pada Lili dan mungkin malam ini
juga malam yang tepat.
“Oh yah ngomong-ngomong kamu sudah lihat gaun yang dikasih
tante Laura (?)” tanya Rafael.
“Udah kok kak tapi sayang gaunnya kekecilan jadi terpaksa
nanti malam Aku menggunakan gaun yang lain, dibanding kalau dipaksa bisa
membuat tubuhKu sakit semua” ujar Della berbohong. Malam ini yang pasti Della
akan memakai gaun pemberian Rangga, meski Della sendiri tak tau harus ikut
pergi bersama dengan Rangga atau datang kepesta ulang tahun ayah dari
sahabatnya.
“Terserak kamu, kakak gak mau ambil pusing” mereka kembali
melanjutkan acara sarapan mereka dengan obrolan kecil biasa. Seperti biasa
seusai makan Della yang membersihkan meja makan dan mencuci piring dan gelas
yang kotor, sedangkan Rafael lebih memilih menghirup udara segar pagi ini
diluar rumahnya. Menatap anak-anak kecil yang tengah bermain dihalaman rumahnya
dengan sebuah senyum riang, terlihat begitu menggemaskan mereka seperti tanpa
sebuah beban.
***
Hana, gadis ini memukul kepalanya sendiri, berusaha mengusir
bayang-bayang pria bermata sipit. Membayangkan semua yang telah mereka lalu
bersama, canda tawa selalu mengiringi setiap kebersama mereka. Melupakan semua
itu sebuah hal yang mustahil untuk Hana, apalagi Rafael telah menguci rapat
hati Hana, hingga tak seorang pun yang bisa menggantikan posisi Rafael. Apa
yang didengar Hana dari sang papa kemarin ikut pula terbayang-bayang oleh Hana,
bayangan kebersamaan Hana dengan Rafael dan kenyataan Hana adik dari Rafael,
selalu berputar silih berganti membuat Hana merasa gila. Kalau bisa memilih
lebih baik Hana tak mengenal siapa itu Rafael, dibading mengenal Rafael harus
menerima kenyataan pahit ini.
“Dia tak jauh dari kehidupan kamu, bahkan mungkin kamu sudah
mengenal dekat dengan mereka”
“Mereka adalah Rafael dan Hana”
Hana masih tak percaya dengan apa yang didengar, semua seperti
mimpi buruk unuknya. Hati Hana yang paling kecil pun menolak semua kata-kata
itu, menolak kenyataan yang mungkin memang sebuah kenyataan yang sebenarnya.
Hana menyandarkan tubuhnya dipunggung sofa, menarik dalam udara berharap
sedikit membuat hatinya merasa tenang. Hana perlu berfikir, tapi semua ini
sulit untuk dimengerti.
Hana menarik tubuhnya dari punngung sofa ketika mendengar suara
sang ayah dibalik pintu. Gadis ini mulai mencoba memaafkan sang ayah, toh semua
telah terjadi dan bukan kesalahan sang ayah atas cinta terlarang ini.
“Ya pah ada apa (?)” ujar Hana dengan tersenyum tipis namun masih
menyimpan luka.
“Anak papah sudah baikan bukan (?), papah gak mau kalau kamu
terpuruk dengan keadaan ini sayang” om Wijaya mengusap penuh kasih sayang
puncak kepala Hana. Hana tersenyum tipis kembali berusaha meyakinkan sang ayah
kalau dia dalam keadaan baik-baik saja, biar luka itu disimpannya sendiri tanpa
harus dirasa oleh sang ayah.
“Akan ada pesta ditempat keluarga om Adrian, memperingati ulang
tahun om Adrian yang akan memasuki usia setengah abad. Papa rasa sudah mulai
gila Adrian ingin merayakan pesta ulang tahunnya, tapi yah sudah biarlah. Kamu
mau menemani papa datang (?)” ujar om Wijaya dengan candaan untuk sekedar
berbasa-basi dan menhibur Hana. Datang kepesta om Adrian ? Hana harus berfikir
terlebih dahulu. Dirasa Hana pasti disana Ia akan bertemu dengan Rafael, tau
sendiri betapa dekatnya Rafael dan Lili.
“Hem... papa rasa kamu memang harus menemani papa. Dandan yang
cantik papa tunggu pukul tujuh tepat” ujar om Wijaya tanpa menunggu persetujuan
dari sang putri.
“Tapi...” om Wijaya menggelengkan kepala tak mau mendengar apa-apa
dari Hana, yang pasti Hana harus ikut datang bersamanya kepesta ulang tahun
Adrian. Hana menghela nafas, semakin terasa sulit untuk melupakan Rafael bila
mereka sering bertemu.
***
Sebuah gaun berwarna biru muda selutut melekat dengan indah ditubuh
ramping Della, polesan tipis diwajahnya semakin menambah kecantikan gadis ini.
Senyum tak pudar dari bibirnya ketika menatap wajah cantinya dipantulan cermin.
Gaun pemberian Rangga ini begitu terlihat begitu indah ditubuhnya, andai saja
ada seorang pangeran yang datang menghampiri, tentu akan terasa semakin
sempurna.
“Della mau apa kau terlalu lama didalam kamar” teriak sang kakak
yang sudah stay cool didepan rumah mereka bersama dengan Dicky. Della dengan
langkah terburu keluar dari kamarnya, meski tak terbiasa menggunakan sepatu
tinggi namun gadis ini bisa berjalan seperti biasa.
“Maklum wanita lama” ujar Della dengan terkekeh.
“Dapat dari mana baju Mu itu (?)” tanya Rafael. Hana dibuat
gelagapan dengan pertanyaan sang kakak, harus jawab apa ini. Tak mungkin kalau
harus berkata jujur, sebenarnya gaun ini dari Rangga. Rasanya Della sudah ingin
berteriak karena sering membohongi Rafael hanya demi Rangga.
“Itu... ini Aku dapat dari Lili waktu ulang tahunKu” ujar Della
berbohong dengan bersikap biasa agar Rafael tak curiga. Rafael hanya
menganggukan kepala, percaya begitu saja dengan apa yang dikata sang adik.
Tetapi berbeda dengan Dicky yang begitu menyadari kebohongan Della, pria ini
sepertinya tau dari mana Della mendapat gaun itu.
“Terlalu lama kalian ini, mending sekarang kita berangkat dari pada
telat” Dicky beranjak terlebih dahulu, masuk kedalam sebuah mobil jazz hitam
yang memang sengaja disiapkan keluarga Lili untuk mengantar dan menjemput
mereka.
“Aduhhhh” Della merintih sembari memegang perutnya.
“Kenapa lagi (?)” tanya Rafael.
“Gak tau kak dari tadi itu perut Aku udah sakit shhhh” aduh Della
dengan masih memegang bagian perutnya dengan tangan kanannya. Rafael menatap
bingung adiknya, bukannya tadi masih baik-baik saja tapi kenapa sekarang
tiba-tiba sakit.
“Terus bagaimana ini (?), atau lebih baik kamu dirumah saja” usul
Rafael.
“Mungkin itu lebih baik dan sampaikan salam maafKu untuk Lili dan
keluarganya” ujar Della dengan tersenyum senang dalam hati.
“Baik-baik dirumah” pesan Rafael dan segera beranjak memasuki mobil
lalu mobil jazz hitam itu melaju pergi.
“Maafkan Della harus bohong sama kakak” ujar Della saat mobil itu
sudah tak terlihat lagi, dan sebuah mobil sport berhenti dihalaman rumahnya,
seketika membuat Della semakin terlihat masam. Seorang pria tampan yang
menggunakan kemeja berwarna senada dengan gaun Della keluar dari mobil,
terlihat begitu tampan Rangga malam ini membuat Della menatapnya tak berkedip.
“Haii” Rangga melambaikan tangan dihadapan wajah cantik Della,
seketika membuat Della sadar dan salah tingkah.
“Sudah siap untuk menemani Ku malam ini” ujar Rangga.
“Hah... kalau gak siap mana mungkin Aku menunggu kakak disini”
Della.
“Silahkan nona cantik” Rangga membuka pintu mobilnya untuk Della,
mempersilahkan gadis itu untuk masuk kedalam mobil. Mendapat perlakuan istimewa
dari Rangg membuat Della tersipu malu, malam ini Rangga terlihat berbeda dengan
hari-hari kemarin. Bahkan saat berbicara dengan Della, Rangga menggunakan kata
Aku-Kamu bukan Loe-Gue, suatu keajaiban Rangga bisa berubah menjadi pria yang
lembut.
***
Pesta dirumah mewah ini terlihat begitu meriah dengan kedatangan
para pengusaha kaya, yah wajar saja karena Adria memiliki nama yang cukup
terpandang dikalangan para pengusaha. Sang putri tunggal berjalan menuruni anak
tangga dengan gaun selututnya yang berwarna senada dengan asesoris yang
dikenakan, semua pemuda yang melihatnya seketika jatuh hati dengan gadis ini.
Lili berjalan menghampiri salah satu tamu yang begitu berharga untuknya malam
ini. Rafael dan Dicky menyambut kedatangan Lili dengan sebuah senyuman yang
begitu manis.
“Cantik sekali kamu malam ini” Lili tersipu malu mendengar pujian
dari Rafael.
“Seharusnya Gue duluan yang ngomong begitu, kenapa sih Loe selalu
rebut apa yang Gue mau” kesal Dicky dengan bersendekap dada, melihat wajah
kesal membuat Lili dan Rafael terkekeh. Lili begitu menyadari kalau Dicky
merasa cemburu dengan kedekataannya bersama Rafael, tapi ya sudah biarlah saja
karena dengan begitu Lili bisa melihat wajah lucu Dicky ketika kesal dan
cemburu. Tapi ada yang kurang dari mereka, Lili baru teringat akan sahabatnya
yang belum terlihat batang hidungnya.
“Kak, mana Della (?)” tanya Lili.
“Della....” ujar Rafael terpotong ketika melihat seorang pria paruh
baya yang begitu tak asing untuknya. Rafael semakin membuka lebar matanya,
berharap apa yang dilihat itu tak salah, tapi kenyataan yang ada itu memang
orang yang Rafael kenal. Rafael dibuat tercengang dengan kehadiran seorang
gadis yang berdiri dengan tegap disamping pria paruh baya itu, gadis yang juga
begitu dikenal oleh Rafael. Dengan langkah pasti Rafael menghampiri pria paruh
baya dan gadis itu.
“Ayah” ujarnya.
***
Della tersentak kaget ketika mobil Rangga terparkir disebuah
rumah yang sudah tak asing untuk Della, ini rumah Lili sahabat Della. Jadi
ternyata Rangga mengajaknya untuk mendatangi ulang tahun tuan Adrian, sebuah
kebetulan sekali namun Della takut kalau sang kakak mengetahui dirinya datang
bersama Rangga, entah apa yang akan terjadi.
“Kak” ujar Della ragu ketika ingin keluar mobil Rangga.
“Kenapa (?)” tanya Rangga dan mengurungkan niatnya untuk
membuka pintu mobil. Terlihat dari raut wajah kini kena ketakutan, membayangkan
kejadian buruk akan terjadi kalau sang kakak mengetahui kedatangannya.
“Hem... itu...” ujar Della gelagapan bingung harus berbicara
apa. Rangga hanya tersenyum tipis lalu keluar dari mobilnya, berlari kecil
menghampiri pintu mobilnya sebelah pengemudi, membuka pintu mobil untuk Della. Rangga
memperlakukan Della seperti selayaknya seorang putri raja, sangat-sangat
terlihat berdeda dengan Rangga yang lalu, membuat hari-hari Della begitu
mengesalkan.
“Udah tenang saja disini kamu akan baik-baik saja, selalu
berdiri disampingKu jangan lepas genggaman tangan ini” mungkin saja Rangga
mengira kalau Della tak terbiasa menghadiri pesta seperti ini hingga membuat
Della merasa gerogi, tapi apa yang Rangga fikirkan salah karena ada hal lain
yang membuat Della takut memasuki rumah mewah itu. Seperti sepasang kekasih
mereka berjalan beriringan memasuki rumah mewah tuan Adrian, Della hanya mampu
menundukan kepala berharap sang kakak atau keluarga Lili tak ada yang
melihatnya.
“Ayah” suara itu tak asing untuk Della. Della mendongakan
kepalanya yang tertunduk, menatap sang kakak berdiri dihadapan seorang pria
paruh baya yang sama sekali tak Della kenali. Apa maksud Rafael memanggil pria
paruh baya itu dengan ayah ? apa pria itu ayah mereka ? pertanyaan-pertanyaan
itu sudah ingin terlontar dari bibir Della.
“Ayah ? maksudMu apa ?” tanya tante Carolin dengan tampang
terkejutnya. Wanita ini berjalan dengan angkuh menghampiri sang suami dan putri
tercintanya, ditatapnya dengan sinis Rafael yang tengah diam mematung.
“Pria miskin yang mau mengaku-ngaku menjadi anak dari suami
saya. Hah... mana mungkin saya mempunyai anak seorang pria kalangan bawah
seperti kamu” desis tante Carolin.
“Mah tolong jangan buat keributan diacara ini” ujar om Wijaya
dengan penuh penekanan, berharap sang istri tak akan membuat masalah diacara
ini, karena pasti mereka akan menjadi pusat perhatian tamu undangan.
“Maksud kakak apa memanggil pria ini dengan sebutan ayah (?)”
tanya Della.
“Della” ujar Rafael dan om Wijaya bersamaan.
“Apa om mengenal saya (?) saya rasa baru kali ini saja kita
bertemu” sakit ! begitu sakit ketika sang putri tak mengenalinya, namun itu
wajar saja karena sejak Della masih kecil sudah ditinggalkan oleh om Wijaya.
Hana ? gadis ini hanya diam sembari mencoba menyeka air matanya agar tak
mengalir, semua akan terbongkar malam ini juga. Dan itu bertanda kalau pupus
sudah harapan Hana untuk bersatu dengan Rafael sebagai sepasang kekasih.
“Dia ayah kita yang sudah meninggalkan kita sejak masih kecil”
tutur Rafael membuat semua yang mendengar terkejut namun tak berarti untuk Hana
dan om Wijaya, karena memang mereka sudah mengetahui itu semua.
“Jadi....”Della menutup mulutnya sendiri, jadi ini ayah
kandungnya yang sudah meninggalkan keluarganya sejak Della kecil. Seorang ayah
yang selalu dirindukan Della, disetiap Della berdoa ingin dipertemukan dengan
sang ayah, dan kini doa itu terkabul. Rangga merangkul bahu Della, menguatkan
gadis itu yang sudah menitihkan air mata, lebih tepatnya mungkin air mata
bahagia.
“Gak usah mengada-ada kamu, anak saya dan Wijaya hanya Hana”
ujar tante Carolin.
“Anak tante memang hanya Hana saja, namun harus tante ketahui
kalau suami tante memiliki anak dari wanita lain” tante Carolin membolakan
mata. Selama berpuluh tahun ternyata wanita ini telah dibohongi oleh suaminya
sendiri, mungkin ini sudah balasan akan semua yang dilakukan wanita yang telah
melahirkan Hana ini.
“Jelaskan semua ini sekarang juga” ujar tante Carolin kesal
karena merasa telah dipermainkan oleh sang suami.
“Rafael dan Della memang anakKu dari pernikahan pertamaKu
dengan Rani, seorang wanita yang selalu kamu rendahkan dulu, dan kamu juga yang
telah merebutKu dari Rani bukan Rani yang merebutKu dari kamu” jelas om Wijaya
lalu menatap penuh haru putrinya yang tengah menangis dalam dekapan Rangga,
akhirnya semua rahasia ini terbongkar jadi sudah cukup Ia menyimpan rahasia ini
selama puluhan tahun. Tante Carolin hanya diam menyadari semua yang telah
dilakukan, memang ini balasan yang tepat untuknya.
“Maafkan ayah nak” om Wijaya datang menghampiri Rafael,
menyesali semua perbuatannya yang telah membiarkan Rafael dan Della hidup
dengan keadaan kekurangan. Tak melakukan kewajibannya sebagai seorang ayah,
selama ini om Wijaya hanya mengawasi Rafael dan Della setiap apa yang terjadi
pada anak-anaknya om Wijaya selalu tau, namun tak pernah sekali pun om Wijaya
membantu secara langsung Della dan Rafael.
“Entah apa masih bisa Rafael memaafkan ayah, setelah semua
yang terjadi denganKu dan Della. Apa yang tak tau bagaimana kit berdua bertahan
hidup setelah bunda tiada, Aku dan Della harus banting tulang sendiri untuk
bertahan hidup” Rafael membuat muka, masih merasa marah bahkan beci dengan apa
yang telah dilakukan sang ayah. Tapi tau kah kalian kalau sebenarnya Rafael begitu merindukan akan sosok
ayahnya, ingin sekali Rafael memeluk sang ayah namun ternyata kebenciaannya
mengalahkan rasa rindu itu.
“Maafkan ayah semua ini ayah lakukan karena paksaan nak, ayah
mohon jangan membenci ayah seperti ini. Dulu ayah meninggalkan kalian karena
orang tua ayah yang sakit-sakitan, dan mereka meminta ayah untuk menikah lagi
dengan Carolin. Ayah benar-benar minta maaf” om Wijaya menitihkan air mata,
begitu sakit mengingat kejadian masa lalu belum lagi ditambah dengan sang putra
yang membencinya.
“Kalau memang Della memaafkan ayah Rafael akan memaafkan” ujar
Rafael lalu om Wijaya berjalan menghampiri sang putri, membuat Rangga melepas
rangkulannya pada Della. om Wijaya merengkuh tubuh sang putri dalam pelukannya,
membiarkan jas yang dikenakan basah karena air mata Della. Belain lembut
diberikan om Wijaya dipunggung Della penuh dengan kasih sayang, ini selalu om
Wijaya dan Della inginkan mendapat pelukan dari orang yang begitu berarti dalam
kehidupan mereka.
“Della mau memafkan ayah (?)” tanya om Wijaya dengan harap-harap
cemas, takut bila Della tak bisa memafkan dirinya dan itu berarti Rafael pula
tak mau memafkan dirinya. Della membalas pelukan sang ayah dengan air mata yang
semakin mengalir dengan derasnya, pelukan ini begitu nyaman dirasa Della hingga
enggan untuk melepasnya.
“Della sudah memaafkan semua kesalahan ayah, asalkan ayah
jangan pergi ninggalin Della” ujar Della dengan isak tangisnya. Om Wijaya
merasa lega dengan penuturan Della, dan Rafael pun ikut berpelukan bersama
dengan sang ayah dan adiknya, melupakan semua kejadian masa lalu yang membuat
sesak didada. Tante Carolin yang tau benar perasaan sang putri yang tak
menerima semua ini menatap dengan kasihan lalu menarik tubuh munggil Hana
kedalam pelukannya, berharap agar Hana merasa lebih tenang. Semua para tamu
undangan menatap dengan haru keluarga Wijaya, namun membuat Lili merasa bingung
dengan semua ini. Bukannya yang Lili tau kalau Rafael itu ? ahh... entah semua
ini begitu membingungkan.
“Ada apa ini (?)” tanya sang pemilik acara malam ini. Om Adrian
dan tante Laura berkumpul bersama dengan keluarga Wijaya yang tengah saling
berpelukan, meluapkan kebahagiaan dan sedih yang mereka rasa. Om Wijaya
menganggukan kepala seolah memberi sebuah kode pada sahabatnya.
“Mohon perhatian semua” ujar om Adrian membuat para tamu
undangan kini menatap sang pemilik acara malam ini. Om Adrian menghela nafas
sebelum memulai pidato kecilnya malam ini, sedikit berlebihan kalau dikata
dengan pidato padahal hanya sepatah kata dua kata yang ingin diucapkan oleh om
Adrian.
“Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menghadiri pesta
bertambah usia saya ini, bertepatan dengan acara ini saya juga ingin
memperkenalkan anak-anak saya. Lili, putri cantik saya yang begitu manja dan
Rafael, anak kandung kami yang telah kembali bisa berkumpul bersama kita semua”
ujar om Adrian. Semua pasti terkejut karena baru saja om Wijaya mengakui kalau
Rafael anaknya dan sekarang om Adrian pula mengaku orang tua kandung dari
Rafael. Semua benar-benar tak mengerti dengan keadaan ini terutama Rafael,
siapa sebenarnya orang tua kandungnya ?.
“Pasti kalian bertanyaan-tanya dan saya akan menjelaskan
sedikit tentang kebenarannya. Anak kami yang tak lain adalah Rafael saat
berusia tiga tahun hilang dan Wijaya beserta Luna yang telah merawat anak saya hingga
dewasa, kami sempat berputus asa dengan hilangnya Rafael tapi Tuhan berkehendak
lain ternyata kami dapat bertemu kembali dengan Rafael” jelasnya membuat semua
berOH ria. Rafael ? pria ini masih tak percaya kalau sebenarnya orang tua
kandungnya itu om Adrian dan tante Laura, sedangkan Lili adalah adik
kandungnya. Pantas saja Rafael begitu nyaman meski baru mengenal keluarga
Adrian. Lihatlah Hana ! gadis ini bahagia mengetahui kalau Rafael bukan kakak
kandungnya.
“Ini yang sebenarnya yang mau papa bilang kemarin, kalau
Rafael bukan anak kandung papa, tapi bergubung kamu sudah menangis dan berlari
kamar mengurung diri jadi papa mengurung niatan untuk cerita” Hana tertunduk
malu mendengar penuturan sang ayah. Terlihat bodoh Hana beberapa hari ini
karena suatu hal yang belum diketahui kepastiannya, akan tetapi Hana tetap
bersyukur telah mengetahui semua kebenaran ini.
“Apa kau tak ingin berpelukan dengan adikMu ini” sindir Lili
ketika melihat Rafael yang hanya diam tanpa melakukan sebuah tindakan mendengar
semua kenyataan ini. Rafael tersenyum dan menghampiri adik beserta orang tua
kandungnya, mengungkapkan kebahagian dengan memeluk keluarganya yang
sebenarnya. Keluarga Adrian terlihat begitu bahagia, akhirnya putra mereka yang
hilang telah kembali.
“Hem... ada yang aneh ini. Kenapa Lili sama sekali tak
terkejut dengan semua ini ?” tanya Rafael dengan menatap lekat adiknya.
“Hehehe sebenarnya Aku sudah tau ketika mendengar pembicaraan
mama dan papa beberapa hari yang lalu” ujar Lili dengan cengengesan tak jelas.
“Papa gak suka kalau anak papa suka menguping” sindir om
Adrian.
“Ishhh... biarin saja, itu salah kalian sendiri yang
menyembunyikan semua kebenaran dari Aku” kesal Lili memanyunkan bibirnya,
membuat Rafael merasa gemas melihatnya. Semua tersenyum bahagia namun berbeda
dengan tante Carolin yang masih merasa bersalah dengan semua yang dilakukan
pada keluarganya dan terutama Rafael, semakin tak enak hati apalagi ternyata
Rafael anak dari sahabatnya.
“Emm... Pah, Han maafkan semua sikap egois mama selama ini”
sesal tante Carolin dengan menundukan kepala. Hana memeluk perut sang mama
penuh kasih sayang, gadis ini kembali mengucap syukur ternyata sang mama
menyadari semua kesalahan yang telah dilakukan.
“Sebelum mama minta maaf, kita sudah memaafkan semua kesalahan
mama” seketika senyum berbinar diwajah cantik tante Carolin, benar-benar salah
semua sikap tante Carolin yang selalu mengatur kehidupan anak dan suaminya,
padahal mereka begitu baik padanya.
“Kalau sudah tau kalau Rafael putra kandungKu, apa kamu masih
mau menghalangi Rafael dan Hana berhubungan” sindir tante Laura membuat
seketika tawa meramaikan ruangan ini, lihatlah Hana dan Rafael tertunduk malu
karena ucapan tante Laura.
“Aduh-aduh mah coba lihat anak mama yang lagi malu itu,
apalagi calon menantu mama ampun wajahnya sudah seperti kepiting rebus” canda
Lili membuat mereka semakin tetawa puas, sedangkan Rafael menatap kesal adiknya
yang tengah mengangkat dua jari membentuk huruf V. Pesta dilanjutkan dengan
acara meniup lilin kue ulang tahun serta memotong tumpeng yang sudah disiapkan,
semua menikmati pesta malam ini dengan keadaan bahagian. Malam ini yang dikira
Hana akan penuh dengan air mata ketika bertemu dengan Rafael ternyata benar,
tapi air mata itu bukan air mata duka melainkan sebuah air mata kebahagiaan.
BERSAMBUNG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar