Minggu, 18 Agustus 2013

Be The One part 5



Bottom of Form


***
 “bodoh kalian mengapa bisa Della dan Rafael sampai malam begini belum pulang” sentak Wijaya pada pada orang suruhannya yang diperintahkan untuk mengawasi Della dan Rafael. tiga orang bertubuh kekar ini hanya diam, merasa takut apabila Wijaya akan memecat mereka karena telah lali mengawasi Della dan Rafael.
“Saya gak mau tau malam ini juga kalian harus cari tau dimana anak-anak saya” ujar Wijaya yang mencoba meredam amarahnya. Satu hal yang ditakutkan Wijaya adalah Carolin melakukan suatu yang membahayakan pada Della dan Rafael, apalagi andai Carolin tau kalau Della dan Rafael adalah anak Wijaya dari istri keduanya yang telah tiada.
“Malam ini juga kami pastikan Della dan Rafael akan kembali kerumah” Wijaya berlalu pergi dengan mobil jazz hitamnya. Hilangnya Hana saja masih membuatnya bingung kini ditambah lagi dengan Della dan Rafael yang masih belum ada dirumah mereka (Della dan Rafael). Baru saja mobilnya melaju ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari sahabatnya.
Via Telfon.
“.......”
“Apa yang kamu bilang ini benar (?)” tanya Wijaya antusias.
“.......”
“Yah sudah saya akan segera melaju menuju rumahMu”
PIP
Mungkin ada kabar yang menggembirakan hingga membuat Wijaya tersenyum sumringah setelah menerima telfon dari salah satu sahabatnya yang juga rekan kerjanya, mobil jazz ini melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan ibu kota.

***
Malam menjelang, keluarga Lili tengah menikmati makan malam mereka. Suasana semakin ramai dengan kehadiran Hana dan Rafael, orang tua Lili begitu mudah dekat dengan Rafael yang baru kemarin mereka kenal.
“Jangan malu-malu ambil saja yang kalian mau, anggap saja kalau kalian sedang makan dirumah sendiri” ujar Laura. Hana dan Rafael menanggapi dengan sebuah senyum tipis diikuti anggukan kepala. Lili hanya diam melihat begitu akrabnya Hana dan Rafael dengan orang tuanya, seolah yang menjadi anak Adrian dan Laura kini Hana dan Rafael bukan Lili.
“Anak papa tumben diam” ujar Adrian menyadarkan sang putri yang hanya diam sembari mengaduk tak jelas makanan dihadapannya.
“Kamu sakit sayang (?)” tanya Laura yang mengkhawatirkan kondisi Lili yang tak biasa diam ketika dimeja makan. Lili menggelengkan kepala dan itu bertanda kalau Ia baik-baik saja tak sakit. Laura dan Adrian menghela nafas lega karena putri mereka baik-baik saja, tapi masih merasa aneh dengan kediaman Lili.
“Ada yang mau kamu minta dari papa (?), mungkin saja ada hingga membuat kamu diam” ujar Wijaya dengan membelai puncak kepala Lili yang duduk disampingnya, memang kini Lili duduk diantara Adrian dan Laura, sedangkan Rafael dan Hana dihadapannya.
“Hah... gak ada pah” ujar Lili malas.
“Rafael sebentar lagi om Adrian mau ulang tahun kamu dan Della datang ya keacara kecil-kecilan ulang tahun om, Hana juga harus datang” ujar Laura mengalihkan pembicaraan dengan sang putri.
“Memang tahun ini ulang tahun papa dirayain (?)” tanya Lili.
“Iya sayang tapi kecil-kecilan saja, dihadiri oleh keluarga dan rekan bisnis papa” tutur Adrian.
“Kalau rekan bisnis datang itu sudah ulang tahun besar-besaran papa” ujar Lili kesal. Adrian dan Laura terkekeh mendengar penuturan putri kesayangan mereka, dengan rasa gemas Laura mencubit pelan pipi Lili.
“Han sebelumnya om minta maaf karena harus memberitahukan papaMu kalau kamu ada disini, om kasihan melihat papaMu yang semalaman tak pulang hanya mencari keberadaan kamu, apalagi tadi pagi Wijaya juga membatalkan rapat dengan client yang begitu penting untuk perusahaannya” tutur Adrian yang membuat Hana seketika menghentikan aktivitas makannya, ingin marah namun Hana tak pantas untuk melakukan itu, yang hanya difikiran Hana kini apa sang papa akan membawanya pulang kerumah mereka ? kalau itu terjadi pasti Carolin akan terus mengekang kehidupan Hana.
“Tapi kamu tenang saja, om dengar kalau papaMu memutuskan untuk tak tinggal dirumah kalian selama mama Kamu belum berubah” lanjutnya membuat Hana sedikit bernafas lega, tapi ada sedikit rasa kasihan melihat sang mama yang hanya tinggal bersama pembantu dirumah besar mereka.
“Makasih om dan tante sudah mau membantu Hana, untuk Lili juga andai malam itu gak ada kamu entah sudah jadi apa Aku malam-malam dijalan” ujar Hana.
“Sama-sama kak, memang itu sudah kewajiban kita sesama manusia harus membantu” Lili. Mendengar penuturan sang putri yang begitu bijak membuat Laura dan Adrian secara bersamaan memeluk putri mereka, merasa bangga dengan sang putri yang manja namun masih memiliki jiwa sosial. Rafael dan Hana menatap iri keluarga Lili, meski mempunyai orang tua yang lengkap namun tak pernah mendapat kasih sayang seperti yang Lili dapat, sedangkan Rafael memang sejak kecil sudah ditinggal sang ayah membuatnya kekurangan kasih sayang, belum lagi setelah meninggalnya sang ibu.

***
Carolin dibuat kesal karena sang putri dan anaknya tak kunjung pulang juga, kini Ia merasa sendiri dirumah sebesar ini, tapi tak membuat Carolin berniat untuk mencari keberadaan dua orang yang disayang, Carolin masih terlalu yakin kalau mereka (Wijaya dan Hana) akan pulang.
“Kalian kira Aku akan memelas meminta kalian untuk kembali kerumah ini, jangan pernah harap itu akan terjadi” Carolin masuk kedalam kamarnya. Rumah besar ini semakin terlihat sepi ketika Wijaya dan Hana tak lagi pulang, tak ada lagi gadis manja yang selalu ingin dimengerti oleh Carolin dan sudah tak ada canda antara suami dan anaknya setiap mereka berkumpul.

***
Tak ada yang bisa dilakukan Della selain melakukan apa yang Rangga perintahkan, ingin Della berkata lelah namun Della sadar Rangga tak memiliki rasa belas kasihan. Sejak siang banyak yang Rangga minta pada Della, melakukan ini dan itu hingga membuat Della lelah.
“Sekarang buatin Gue makanan yang lebih enak dari ini” Rangga melempar satu piring nasi goreng yang dibuat Della dan meminta Della untuk menyajikan makanan lain yang lebih enak dibanding nasi goreng. Della hanya dapat menghela nafas lalu membersikan nasi goreng yang dibuang Rangga kelantai, mengesalkan sekali Rangga ini umpat Della dalam hati.
“Gue gak mau sampai nunggu lama” ujar Rangga dingin.
“Kalau udah tau gak mau lama kenapa masih saja dibuang makanan ini, apa kakak gak tau bagaimana nasib orang miskin diluar sana yang begitu sulit mendapatkan makanan, sedangkan kakak membuang-buang makanan seenaknya” ujar Della dan berlalu pergi karena tak mau lagi mendengar amarah Rangga. Syarat yang Rangga ajuhkan adalah meminta Della untuk menjadi pembantu dirumahnya selama satu bulan, itu dilakukan Della setelah pulang sekolah sampai pukul 08.00 malam.
“Gue suka cara Loe yang ingin marah tapi masih bicara dengan kata-kata yang bijak” puji Rangga tanpa sadar. Sejak malam itu entah mengapa Rangga mulai tertarik pada Della, hingga membuatnya melakukan hal konyol meminta Della menjadi pembantunya, mungkin saja dengan ini bisa mendekatkan Rangga dan Della.

***
Seusai makan malam Rafael meminta izin untuk pulang, Laura selaku mama Lili menawarkan Rafael untuk menginap dari rumah mereka, tapi sayang dengan lembut Rafael menolaknya. Tak lama setelah Rafael pergi sebuah mobil jazz hitam berhenti dihalam rumah ini, membuat keluarga Lili dan Hana yang hendak memasuki rumah menghentikan langkah mereka. Hana begitu tau kalau itu mobil sang papa segera menghampiri, baru saja Wijaya keluar dari mobil sudah mendapat sambutan sebuah pelukan dari Hana.
“Hana kangen papa” ujar Hana begitu manja dalam dekapan sang papa.
“Papa jauh lebih kangen dan mengkhawatirkan kamu, anak papa baik-baik saja bukan (?)” Wijaya.
“Hana baik pah karena keluarga om Adrian begitu baik pada Hana” Hana melepas pelukannya dan membawa sang ayah untuk bertemu dengan keluargan Adrian yang sudah mau menampungnya. Adrian dan Wijaya berjabat tangan selayaknya seorang sahabat, memang mereka sudah bersahabat sejak lama.
“Makasih kalian sudah mau menampung Hana, entah kalau tidak ada kalian sudah menjadi apa putri kesayangan saya ini” Wijaya merangkul Hana penuh kasih sayang.
“Sewajarnya kita sesama manusia saling tolong menolong” Adrian.
“Malam ini Hana ikut papa tinggal diappartemen yah (?)” ajak Wijaya pada putrinya, sedangkan Hana menjawab dengan sebuah anggukan kepala, yang berarti Hana mau tinggal bersama dengan sang papa.
“Kak Hana dan om Wijaya tinggal disini saja, biar rumah ini makin ramai” usul Lili.
“Benar kata Lili, lebih baik kalian tinggal disini saja dari pada tinggal diapartemen hanya berdua” setuju Laura.
“Kami gak mau terlalu lama merepotkan kalian, lagian kalau kita disini terlalu lama Carolin akan tau keberadaan Hana” tolak Wijaya dengan lembut.
“Yah sudah tapi kalau ada apa-apa jangan sungkan meminta bantuan pada kami” ujar Adrian. Wijaya dan Hana menganggukan kepala, lalu mereka berpamitan untuk pergi karena hari sudah semakin malam. Keluarga Adrian menatap berlalu anak dan ayah itu hingga mobilnya tak terlihat lagi, lalu mereka berjalan beriringan memasuki rumah.
“Memang tante Carolin itu keterlaluan banget yah (?) sampai anak dan suaminya pergi dari rumah” tanya Lili pada kedua orang tuanya.
“Hustttt... gak usah ikut campur urusan mereka, kita hanya bisa menjadi penonton saja, jangan pernah sekali-kali anak kesayangan papa ikut campur” ujar Adrian dengan mengacak gemas puncak kepala sang putri, membuat Lili memanyunkan bibirnya.
“Papa gak asyik” ambeknya.
“Sana masuk kamar udah malam juga, besok sekolah sekarang gak usai pakai ngambek segala” Lili berlalu begitu saja tanpa menghiraukan apa yang sang mama ucapkan. Laura dan Adrian menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya yang terkadang begitu manja, namun terkadang terlihat begitu dewasa jauh beda dengan umurnya, dan mungkin itu terjadi sesuai dengan suasana.

***
Dari siang hingga malam melakukan pekerjaan sebagai seorang pembantu membuat Della lelah, mungkin itu yang menyebabkan hingga siang gadis ini tak kunjung bangun. Rangga dengan pelan membuka pintu agar tak menimbulkan suara yang mungkin saja mengusik tidur Della, gadis cantik itu dilihat Rangga masih begitu damai dengan tidurnya. Tanpa ada niat mengusik tidur Della, Rangga membelai puncak kepala Della lembut namun sayang aktivitas Rangga membuat Della terjaga dari tidurnya. Rangga gelagapan melihat Della bangun, dengan cepat Rangga menjauhkan tubuhnya dari Della, berharap Della tak akan curiga padanya.
“Maaf kak Aku kesiangan” sesal Della menundukan kepala takut kalau Rangga akan marah.
“Cepat bangun dan buatkan Aku sarapan, setelah membuatkan sarapan kamu bisa pulang, tapi ingat pekerjaanMu kembali besok seusai pulang sekolah” tutur Rangga dingin dan beranjak melangkah pergi dari kamar tamu tempat yang digunakan tidur semalam.
“Tampan tapi dinginnya itu yang ngeselin” ujar Della dengan tersenyum tipis. Gadis ini mengikat rambut panjangnya yang tergerai lalu beranjak keluar kamar menuju dapur membuat sarapan untuk Rangga, tak lama sebuah nasi goreng siap disajikan. Apa kalian tau ternyata Rangga begitu menyukai nasi goreng buatan Della, kejadian semalam yang Rangga membuang nasi goreng buatan Della hanya ingin mengerjai gadis ini, tapi pada akhirnya Rangga meminta dibuatkan nasi goreng oleh Della.
“Loe ikut sarapan juga sama Gue disini” perintah Rangga yang sudah duduk manis diruang makan. Della terkejut dengan keinginan Rangga yang semakin tak dapat membuat Della berfikir jernih, terkadang mengesalkan namun tak jarang terlihat manis.
“Loe masih punya telinga kan (?), kalau punya lakukan apa yang Gue minta” Rangga kesal karena Della hanya diam tak segera duduk dikursi yang kosong. Tak ingin semakin membuat Rangga kesal, Della segera duduk dan menemani Rangga untuk makan. Saat makan mereka hanya diam, Della lebih memilih menunduk dengan menikmati sarapannya tapi berbeda dengan Rangga yang tak jarang mencuri pandangan kearah Della.

***
Pagi ini Rafael harus menyiapkan sarapan sendiri karena Della yang tak pulang, memang bukan hal yang menyulitkan bagi Rafael untuk memasak, apalagi membuat nasi goreng yang tak menyulitkan. Sepiring nasi goreng dengan telur mata satu sudah berada dihadapan Rafael, namun pria bermata sipit ini seperti enggan untuk makan.
“Kalau gak ada Della susah banget buat makan” ujar Rafael dengan menopang dagu menatap lurus kedepan. Semalam saja Della tak dirumah membuat Rafael rindu pada adik satu-satunya itu, karena memang selama ini hidup suka dan duka mereka lalu berdua.
“Woyy... ngapain Loe ngelamun (?)” ujar Dicky yang tiba-tiba saja datang membuat Rafael tersadar dari lamunannya. Tanpa dipersilahkan untuk duduk Dicky sudah duduk begitu saja, inilah Dicky yang memang sudah dianggap saudara sendiri oleh Rafael.
“Gue lai galau gak ada Della” ujar Rafael lesu.
“Gue rasa Rafael itu suka banget dengan galau, kemarin galau karena Hana dan sekarang galau karena Della. ngomong-ngomong soal Hana, apa dia udah balik kerumah (?)” Dicky.
“Hana tinggal dirumah Lili, tapi gak tau sekarang, mungkin udah dibawa sama bokapnya” Rafael. Dicky yang melihat sepiring nasi goreng yang masih tak tersentuh dengan sigap melahapnya, membuat Rafael yang melihatnya merasa kesal dan segera mengambil kembali sepiring nasi goreng yang diambil Dicky tanpa izin, lalu segara melahapnya dibanding harus diambil Dicky lagi.
“Pelit Loe” umpat Dicky.

Bottom of Form

***
Atas perintah sang mama yang menyuruhnya untuk memberikan sebuah bingkisan untuk Rafael dan Della, Lili melajukan mobil sedan merahnya menuju rumah sahabatnya. Senyum tak luntur dari bibirnya bila mengingat kenyataan yang sebenarnya, sebentar lagi kebahagiaannya akan terasa lengkap saat ulang tahung sang ayah. Tak membutuhkan waktu lama mobil sedan merah ini sudah terparkir digang sempit. Dengan bingkisan titipan sang mama, gadis ini melangkah menuju rumah Rafael dan Ellisa. Berulang kali mengetuk pintu usang akhirnya seorang pria bermata sipit membuka pintu.
“Hai kak” sapa Lili.
“Eh kamu tumben pagi-pagi udah datang kesini (?)” tanya Rafael.
“Mau ngantar ini ada titipan dari mama, gak tau apa. Kata mama juga didalamnya ada undangan khusus untuk kakak dan Della datang keulang tahun papa besok malam” jelas Lili dengan memberikan dua kantong tas pada Rafael.
“Aku boleh datang juga gak (?)” tanya Dicky yang sudah stay berdiri dibelakang Rafael.
“Cunguk gak usah buat Gue malu kenapa” kesal Rafael karena tanpa malu Dicky meminta izin datang keulang tahun papa Lili.
“Alahhh Loe santai aja kali, siapa tau yang punya acara kasih izin” Dicky.
“Gak pa-pa kok kakak, asalkan kakak datang bersama dengan Della dan kak Rafa. Karena setiap tamu harus membawa undangan” Lili. Dicky tersenyum sumringah ternyata Lili mengizinkan dirinya untuk datang kepesta ulang tahun sang papa.
“Itu denger yang punya acara saja kasih izin” Dicky menjulurkan lidah keRafael.
“Kalau Gue gak mau ajak Loe bareng pasti Loe gak akan bisa masuk” Rafael.
“Sama temen sendiri jangan pelit” ujar Dicky dengan tampang memelasnya berharap Rafael bersedia mengajaknya.
“Oh yah... katanya hanya acara kecil-kecilan kenapa harus ada undangan segala (?)” tanya Rafael tanpa memperdulikan lagi Dicky.
“Awalnya memang acara kecil-kecilan tapi ternyata ada suatu hal yang harus kita syukuri” tutur Lili.
“Berarti nanti yang datang pasti orang-orang penting, mending kakak sama Della gak usah datang”
“Ehh jangan kak karena kalau kakak gak datang papa dan mama pasti akan kecewa termaksud Aku” seketika Dicky tertunduk, fikirannya jauh menerawang. Sepertinya pupus sudah harapan Dicky mendapatkan Lili, sudah jelas kini Lili menyukai Rafael belum lagi ternyata Rafael sudah dekat dengan kedua orang tua Lili.
“Kakak pokoknya harus datang atau tidak Aku gak akan mau untuk kenal sama kakak dan Della” ancam Lili. Kini yang Rafael bisa hanya pasrah mengikuti apa yang Lili inginkan.
“Yah sudah kakak akan datang” Lili tersenyum senang mendengar penuturan Rafael.
“Besok malam sudah ada mobil yang akan jemput kalian, jadi kalian gak usah khawatir tentang kendaraan yang akan mengantar” ujar Lili dan mendapat balasan anggukan kepala dari Rafael, lihatlah Dicky yang kini banyak diam, berbeda dengan biasanya yang tak bisa diam.
“Hemm... Della sudah pulang kak (?)” tanya Lili.
“Belum mungkin sebentar lagi, kamu mau menunggu didalam” Lili menganggukan kepala dan Rafael mempersilahkan Lili untuk masuk, duduk dikursi kayu yang ada diruang tamu bersama dengan Dicky, sedangkan Rafael menyimpan bingkisan dari tante Laura. Lili melirik Dicky yang diam, aneh sekali begitu berbeda setiap saat mereka bertemu.
“Kak Dicky kenapa kok diam (?)” tanya Lili menyadarkan Dicky.
“Tenggorokan kakak sakit jadi lebih baik diam” bohong Dicky namun tak membuat Lili percaya, tadi saja Dicky masih bisa berbicara tanpa henti tapi sekarang tak mungkin diamnya Dicky akibat sakit tenggorokan.
“Bohongnya kak Dicky gak lucu tau” ujar Lili membuat Dicky terkekeh. Mereka bergurau bersama hingga Rafael kembali keruang tamu dengan membawa segelas air putih, meski hanya sekedar air putih saja yang Rafael suguhkan tapi Lili masih menghormati dengan mengucapkan terima kasih. Kedatangan Rafael membuat Dicky merasa cemburu, karena Lili lebih banyak bergurau dengan Rafael dibanding dengan dirinya.

***
Tak terbiasa melakukan pekerjaan rumah membuat Hana merasa begitu lelah, pagi-pagi Hana sudah bangun untuk menyiapkan sarapan untuk sang papa. Meski hanya roti bakar dan segelas kopi namun om Wijaya begitu menikmati sarapan pagi ini, apalagi yang menyiapkan semua itu adalah sang putri. Hana tersenyum ketika mendapat pujian dari sang papa, jarang sekali Hana mendengar pujian dari om Wijaya karena Hana memang terkesan menjadi gadis manja yang tak bisa melakukan apa-apa.
“Papa mau bilang suatu hal yang penting sama kamu” ujar om Wijaya seusai mereka sarapan. Hana yang hendak membersikan meja makan menghentikan aktivitasnya dan kembali ketempat duduknya, siap mendengar apa yang akan sang papa bicarakan.
“Sebenarnya....” ujar om Wijaya menggantung membuat Hana semakin merasa pensaran dengan apa yang sebenarnya ingin sang papa ucapkan. Om Wijaya menarik nafas panjang, meyakinkan dirinya kalau Hana tau kebenarnya semua akan baik-baik saja, sejujurnya om Wijaya tak mau menyembunyikan rahasia sebenarnya.
“Papa jangan buat Hana pensaran begini” ujar Hana kesal.
“Sebenarnya kamu mempunyai saudara kandung namun dia berbeda ibu dengan kamu” mata Hana membola mendengar penuturan sang papa, jadi selama ini om Wijaya menyembunyikan hal seperti ini darinya, seharusnya Hana harus tau kenyataan kalau Ia memiliki saudara kandung meski berbeda ibu.
“Papa gak bohongkan” pasti Hana yang seolah masih tak percaya.
“Apa yang papa bilang itu benar sayang. Papa minta maaf telah menyembunyikan semua dari kamu, tapi asal kamu tau papa hanya tak ingin mama kamu mencelakai anak papa dari wanita lain” jelas om Wijaya alasan menyembunyikan hal sepenting ini, hanya karena tante Carolin saja belasan tahun om Wijaya membohongi Hana, memang keterlaluan namun itu salah satu cara yang terbaik agar tante Carolin tak mencelakai anak om Wijaya dari wanita lain.
“Lalu sekarang dimana adik Hana, pah” tanya Hana.
“Dia tak jauh dari kehidupan kamu, bahkan mungkin kamu sudah mengenal dekat dengan mereka” ujar om Wijaya yang semakin membuat Hana merasa penasaran siapa sebenarnya adiknya, Hana mengingat siapa saja orang yang dekat dengannya, namun kata sang papa mereka itu berarti adik Hana bukan hanya satu.
“Mereka adalah Rafael dan Hana” mata Hana melotot ketika mendengar nama Rafael, jadi selama ini hanya menyukai saudara kandungnya sendiri. Oh Tuhan apa ini benar, Hana berharap kalau semua ini hanya mimpi. Bukan, Rafael bukan saudara kandungnya, pasti sang papa kini hanya bercanda karena tak ingin Hana menjalin hubungan dengan Rafael.
“Papa bohong pasti papa bohong atau ini hanya mimpi saja” dengan deraian air mata Hana mecubit sendiri tubuhnya berharap kalau ini mimpi, tapi ternyata sakit cubitan itu berarti ini kenyataan bukan hanya mimpi.
“Hana benci papa, Hana benci papa” ujar Hana lalu beranjak meninggalkan sang papa, berlari menuju kemarnya. Om Wijaya hanya mampu menggelengkan kepala, pasti akan seperti ini andai Hana tau kebenarannya. Tapi satu hal masih belum Hana ketehaui sebenarnya, sayang sebelum om Wijaya menjelaskan Hana sudah berlalu pergi begitu saja.

***
Jadilah dinding yang kuat ketika masa-masa sulit. Jadilah matahari yang tersenyum, ketika masa-masa indah. Della slalu mencoba untuk bertahan meski kini Rangga terus saja merobohkan benteng ketahanannya, setiap kata yang terlontar dari bibir Rangga berubah-ubah. Sebelum sarapan Rangga mengizinkan Della untuk pulang namun sarapan usai Rangga sudah berubah fikiran, meminta Della pulang selesai membereskan kamar Rangga yang berantakan. Della melakukan apa yang Rangga perintahkan, tapi lagi-lagi membuat Della ingin marah.
“Kak sampai lebaran monyet kamar ini gak akan bersih kalau kakak buang sampah bekas makanan kesembarang tempat” kesal Della.
“Kamar-kamar Gue, mending Loe diem gak usah ikut campur apa yang Gue lakuin” ujar Rangga dengan menikmati ice cream maknum kesukaannya, membiarkan tetesan ice cream yang meleleh diatas lantai, itu semakin menambah dan memperlama pekerjaan Della membersihkan kamar Rangga, belum lagi dengan jail Rangga melempar snack kesembarang tempat.
“Sabar Della” Della menguatkan batinnya sendiri, sabar menghadapi Rangga yang semakin saat semakin tak menentu saja. Tingkahnya begitu aneh berbeda dengan Rangga yang dingin setiap berhadapan dengan Della, kini hanya ada kejailan Rangga yang membuat Della merasa kesal.
“Akhirnya Gue bisa ngerjain cewek ini habis-habisan, biar tau rasa kakaknya. Belum tau Rangga bisa melakukan apa saja” batin Rangga tersenyum puas. Alasan Rangga melakukan semua ini karena balas dendam sepertinya terlalu tak masuk akan, kenapa Rangga tidak langsung saja mengeluarkan Della dari sekolah sehingga itu akan membuat Rafael merasa susah. Kalau menjadikan Della sebagai pembantu seperti ini tak terlalu membawa imbas untuk Rafael, justru Della yang merasa mendapat kesialan.
“Tadi Gue lihat dikamar mandi ada kecoa sekarang Loe bersihin kamar mandi, setelah itu Loe bisa pulang” Rangga beranjak pergi keluar kamar membiarkan Della membersikan kamar mandinya. Della terpelongo melihat kamar mandi Rangga yang banyak kecoa disana sini, tak mungkin kecoa bisa tinggal dikamar mandi sebersih ini. Della begitu yakin semua ini pasti pekerjaan Rangga yang jail setengah mati.
“Rangga sebenarnya alasan Loe ngerjain Gue kenapa” kesal Della. Tanpa rasa jijik Della mengambil satu persatu kecoa dan dimasukan ketempat sampah, sudah terbiasa Della berhadapan dengan hewan semacam kecoa, jadi tak membuatnya merasa takut memegang kecoa. Tak ingin membuang waktu Della mengambili kecoa kecoa itu dengan cepat, agar Ia segera pulang dan tak berlama-lama dekat dengan Rangga yang membawa kesialan untuknya.

***
Hana hanya bisa menangisi kenyataan yang sebenarnya bahwa Rafael adalah saudara kandungnya, kejadian masa lalu tak dapat dirubah oleh Hana. Hana hanya bisa menerima dengan lapang dada kenyataan ini, kenyataan yang begitu menyakitkan. Hana menyalahkan sang ayah dengan semua yang terjadi sekarang, andai Hana tau Rafael saudara kandungnya sejak awal tak mungkin rasa terlarang ini ada.
“Tuhan kenapa harus dia” Hana terduduk lemah dilantai dengan air mata yang tak bisa untuk dibendung. Ingin Hana menyalahkan takdir namun itu tak mungkin, karena itu sudah jalan Tuhan yang digariskan untuk umatnya.
“Papa dan mama sama saja, sama-sama membuatKu hancur” dengan isak tangisan Hana menyalahkan semua yang terjadi kini akibat keegoisan papa dan mamanya. Andai sang mama tak egois mau menerima apa adanya sang papa tak mungkin papanya menyembunyikan kebenaran ini.
“Hiks semua ini pasti hanya mimpi saja Tuhan, bangunkan Aku dari mimpi buruk ini” teriak Hana dengan mengacak frustasi rambut panjangnya. Sang papa yang mendengar dibalik pintu hanya dapat menghela nafas, dari awal om Wijaya yakin semua ini akan terjadi. Hana tak akan menerima kebenaran ini, namun semoga saja seiring berjalanan waktu Hana dapat menerima.

***
Teriknya sinar matahari tak menghentikan langkah Della menyusuri jalan, kesialan Della semakin bertambah ketika pulang naik bus, Della diturunkan ditengah jalan karena tak bisa membayar, entah tuba-tiba saja dompet Della hilang dan Della pula tak menyimpan uang cadangan selain didompet. Della pulang dengan keadaan lesu membuat Rafael mengkhawatirkan keadaan adiknya.
“Kamu gak pa-pa Del (?)” tanya Rafael pada adiknya yang baru saja datang. Della yang meilhat segelas air putih diatas meja langsung meneguknya tanpa bertanya siapa pemilik minuman itu, rasa hausnya mulai hilang namun nafasnya masih terenggah-enggah.
“Loe habis lari maraton Del (?)” tanya Dicky.
“Pertanyaan Loe lucu sampai buat Gue enek dengernya” ujar Rafael.
“Kalian ini sejak tadi hanya ribut saja, lebih baik sekarang kalian beli makanan untuk Della yang kelihatan lapar” Lili.
“Kakaknya saja sana yang suruh beli” Dicky.
“Loe juga ikut Gue buat beli makanan, Gue gak mau Loe macam-macam sama adek Gue dan Lili” Rafael menarik tangan Dicky agar beranjak dari duduknya.
“Kita pergi dulu, kalian baik-baik dirumah” Rafael dan Dicky sudah berlalu Della segera duduk dan siap menceritakan apa yang telah terjadi dalam hidupnya sejak bertemu dengan Rangga.
“Tau gak kak Rangga itu nyebelin tingkat Dewa” ujar Della kesal.
“Aku gak tau karena tidak mengenal dekat kak Rangga” dengan polosnya Lili berucap yang semakin membuat kekesalan Della meningkat.
“Pokoknya hidup Aku sial dekat-dekat sama kak Rangga, udah dirumahnya dikerjain abis-abisan, mau pulang banyak alasan dia buat ngehalangin Aku buat pulang, terus yang terakhir dompet Aku hilang dan bisa jadi kalau ini juga kerjaan kak Rangga” ujar Della.
“Aneh banget kak Rangga. Apa salah kamu sama dia (?) kamu juga baru kenal sama kak Rangga tapi dia udah ngerjain kamu seperti ini” Lili. Della menggelengkan kepala, benar-benar tak tau jalan fikiran dan apa mau Rangga sebenarnya.
“Apa mungkin dia suka sama kamu sampai dia ngelakuin hal konyol seperti ini” lanjut Lili yang membuat Della terkejut, tapi mana mungkin seorang Rangga menyukai gadis miskin seperti Della.
“Gak mungkin, pasti mata kak Rangga masih berfungsi dengan normal. Dia orang kaya yang bisa mendapatkan gadis yang sederajat, buat apa cari gadis miskin seperti Aku”
“Gak ada yang gak mungkin kalau bermasalah dengan hati, tubuh saja yang lebih besar dari hati bisa kalah. Kalau tubuh tak berkehendak namun hati mau, pasti dengan sendirinya tubuh akan mengikuti apa yang hati mau” tutur Lili.
“Jujur memang aneh tapi Aku sadar, awal bertemu dengan kak Rangga ada yang berbeda. JantungKu bekerja tak normal, berdetak lebih cepat dibanding biasanya” ujar Della dengan membayangkan saat pertama bertemu dengan Rangga, meski awal mereka bertemu Rangga memperlihatkan sikap kasarnya pada seorang wanita namun sama sekali tak membuat Della  ilfeel pada Rangga.
“Ciee yang lagi jatuh cinta sampai diatas kepalanya penuh dengan lope lope” canda Lili. Seketika tawa meramaikan kebersamaan mereka, saling bertukar cerita tentang perasaan mereka kini. Tak ada pembatas dari persahabatan mereka, saling menerima apa adanya. Tak melihat kekurangan masing-masing yang dimiliki sahabatnya.

BERSAMBUNG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar