Sabtu, 24 Agustus 2013

Be The One part 8

***
Kita duduk berhadapan dengan perasaan aneh, terlibat percakapan kecil dan saling bergurau. Terkadang saat percakapan terhenti, dinginnya keheningan membuat kita membeku dalam diam.  Rasa ini begitu terasa aneh untuk dirasa, sejak awal bertatapan membuat hati kita saling bertautan satu sama lain.
“Aneh mendadak kak Dicky jadi pendiam padahal juga...” ujar Lili menggantung.
“Padahal apa memang ? pasti mau bilang kalau Dicky itu bawel. Hem... Aku itu diam karena sedang duduk disamping wanita cantik” Lili tertunduk malu mendengar pujian yang terlontar dari bibir Dicky. Dengan mengusap tengkuk lehernya sedikit dapat menghilangkan rasa salah tingkah Dicky karena telah melontarkan sebuah pujian yang memang tulus dari lubuk hatinya, kini sudah waktunya Dicky untuk lebih bisa mengutarakan perasaannya sendiri, bukan memendam dan merelakan gadis yang dicintai pada pria lain.
“Sebanyak apa pria yang silih berganti dalam hidupMu tak akan membuat Ku menyerah untuk mendapatMu, meski Aku sadar Aku sama tak ada apa-apanya dengan mereka-mereka, pria yang punya segalanya dan pasti sebanding denganMu” ujar Dicky yang begitu menyadari perbedaan antara dirinya dan Lili, namun tetap Dicky akan bertahan karena cintanya untuk Lili terlalu dalam dan sulit untuk terhapuskan.
“Kak...”
“Aku tau memang Aku tak pantas untukMu, jadi cukup Aku mengagumi Mu dan melindungi Mu dari jauh. Bila memang saatnya cintaKu ini terbalaskan maka Aku akan bersyukur pada Tuhan” ujar Dicky dengan tersenyum miris, bukan hanya karena perbedaan status sosial saja yang menghalangi Dicky mendapatkan gadis yang dicintai, namun kenyataan yang lebih parah cinta Dicky tak terbalaskan.
“Maaf” sesal Lili dengan menatap Dicky yang menundukan kepala. Entahlah Dicky sudah merasa pupus, sama sekali tak memiliki harapan menjadi seorang yang spesial dikehidupan Lili, namun sekali lagi Dicky masih enggan untuk menyerah dan melepaskan cinta itu begitu saja.
“Tak usah minta maaf karena semua ini salahKu, cukup kamu biarkan saja Aku mencintai Mu” senyum itu, senyum Dicky yang terlihat begitu manis kini begitu terlihat tengah dipaksa. Tak ada candaan Dicky meski itu hanya sekedar menghibur dirinya saja, mungkin karena terbawa dengan keadaan membuat Dicky harus bersikap serius kini. Lili diam tak tau harus berkata apa, jujur kini gadis ini tengah bimbang dengan perasaannya sendiri. Terkadang memang saat disamping Dicky rasa nyaman itu ada, namun terkadang pula hati Lili tak dapat merespon perasaan Dicky.
“Shhh... kok jadi galau gini yah, dua ribu tiga belas udah gak jaman kalau Galau. Lebih lupakan saja apa yang tadi kita bicarakan, anggap saja itu semua tak pernah terjadi. Biar semua berjalan apa adanya” Dicky tersenyum tipis, berusaha meyakinkan gadis disampingnya kalau kini Ia tengah baik-baik saja, semua akan terjadi seperti biasa tak akan ada yang berubah meski Lili telah menolaknya.
“Maaf yah kak, kasih Aku beberapa waktu untuk meyakinkan perasaanKu sendiri. Jujur Aku masih bimbang dengan semua ini, tapi Aku janji gak akan pernah memberi kakak sebuah harapan kosong” Lili berhambur memeluk tubuh kurus Dicky, membuat Dicky terkejut mendapat pelukan nyaman dari Lili namun itu tak berlangsung lama, Dicky membalas pelukan Lili dengan sebuah senyuman.
“Kalau memang kita berjodoh pasti Tuhan akan menyatukan kita, dan bila memang tidak Aku pasti akan mendoakan Kamu mendapatkan pria yang lebih baik dari Aku” ujar Dicky. Berat memang mengatakan semua itu, tapi itulah takdir yang memang harus Dicky terima dengan lapang dada, biar bibir berkata seperti itu namun hati kecil Dicky selalu berdoa kalau Lili memang jodohnya.
“Aku mau kakak bersabar dan membuktikan cinta kakak sama Aku, Aku tak ingin begitu saja menerima cinta kak Dicky tanpa sebuah bukti sama sekali, bibir kapan saja bisa berbohong” Lili melepas pelukannya lalu menatap lekat mata indah milik Dicky. Dari tatapan itu Lili mendapat sebuah ketulusan dari Dicky, tapi tetap saja hatinya belum seratus persen bisa menerima Dicky begitu saja. Mungkin dengan bukti nyata Dicky mencintai Lili dapat membuat Lili luluh dengan Dicky, tapi entahlah kapan waktu itu akan tiba.
“Aku akan selalu menunggu kamu” Dicky.
“Ehemmm...” terdengar deheman suara seorang pria paruh baya yang sudah tak asing untuk Lili. Refleks membuat Dicky dan Lili memutar tubuh mereka kebelakan, melihat seorang pria paruh baya berdiri dengan berwibawa dibelakang mereka dengan sebuat tatapan yang tak biasa, Dicky mengusap puncak kepalanya gusar.
“Sudah berani berduaan kalian” ujarnya dengan nada suara yang menakutkan, membuat Dicky hanya mampu menundukan kepala merasa takut, sedangkan Lili terkekeh kecil melihat wajah sang ayah yang sama sekali tak membuatnya takut.
“Papa gak lucu tau” Lili beranjak dari duduknya berjalan lalu berhabur memeluk tubuh sang ayah, om Adrian tersenyum tipis mendengar penuturan sang putri, memang tak ada wajah gahar yang bisa ditunjukannya untuk membuat putrinya merasa takut, tapi kini justru Dicky yang terlihat ketakutan.
“Udah kak Dicky gak usah takut, lagian juga papa cuma bercanda”
“Siapa bilang papa bercanda ?, papa gak suka kalau kalian berduan ditempat sepi seperti ini, kalau sampai kalian mengulangi lagi saya akan menghukum kamu” om Adrian menujuk Dicky yang tertunduk. Ini bukan pertama kali Dicky bertemu dengan om Adrian, tapi masih saja membuat Dicky merasa takut berhadapan dari ayah gadis yang dicintai. Mungkin saja itu karena raut wajah om Adrian yang terlihat begitu gahar dimata Dicky.
“Maaf om” sesal Dicky masih saja menundukan kepala.
“Kamu mau minta maaf ketanah apa sama saya” sentak om Adrian yang mungkin tak terima karena Dicky menyesali perbuatan dengan menundukan kepala tanpa meliriknya sedikit pun, andai saja om Adria tau kalau sekujur tubuh Dicky kini sudah berkeringan dingin, begitu takut berhadapan dengan om Adrian. Perlahan namun pasti Dicky mulai mengangkat kepalanya, membuka secara perlahan matanya yang terpejam, keningnya mengkerut melihat Lili dan om Adrian tersenyum semabri melihatnya, terasa begitu aneh semua ini.
“Maaf om hanya bercanda saja. Om gak melarang putri om yang cantik ini berhubungan dengan siapa saja, asal dia pria yang baik dan bisa membahagiakan putri om ini” om Adrian mengusap penuh kasih sayang pungung Lili. Dicky tersenyum mendengar penuturan om Adrian, setidaknya kini sebuah restu telah didapat, tapi entah tak tau apa cintanya akan terbalaskan.

***
Awal dan akhir yang sangat berbeda jauh. Awal kau terlihat begitu menyebalkan dimata, pertemuan pertama kita kau memberi sebuah pengertian kalau kau pria yang kasar dan menyebalkan, hingga berjalannya waktu kau semakin menyebalkan. Tapi suatu hari kau berubah menjadi pria yang begitu manis, hingga begitu susah untuk mengenali diriMu. Tapi meski kau begitu menyebalkan, cinta ! cinta itu datang begitu saja. Kita hanya berdiam diri didalam sebuah ruangan yang membuatKu begitu susah untuk bernafas, serasa ingin sekali Ku berlari sendiri meninggalkan Mu.
“Emm....” ujar Rangga memecahkan keheningan. Della hanya melirik sekilas Rangga yang kembali diam, begitu terlihat jelas kalau pria berpipi chubby ini tengah dalam sebuah keadaan yang menghimpitnya. Della menghela nafas menghirup udara dingin AC mobil mahal milik Rangga, berulang kali Della harus menahan perasaannya sendiri, membiarkan Rangga melakukan apa yang diingin.
“Huft...” Rangga mulai menghela nafas, menetralisirkan kembali detak jantungnya yang bekerja lebih cepat dibanding biasa. Cinta ! cinta membuat Rangga bisa menjadi pria yang lembut dan tak bisa mengendalikannya untuk selalu dekat dengan gadis yang dicintai. Pada akhirnya memang Rangga harus mengakui semua perasaannya, sebelum sebuah terlambat hingga menjadi sebuah luka yang begitu menyakitkan.
“Aku... Aku...” ujar Rangga gelagapan. Begitu berbeda ketika Rangga mengatakan cinta pada Hana, hampir setiap saat berhadapan dengan Hana pria berpipi chubby ini tak sungkan mengungkapkan isi hatinya. Della mulai merasa kesal dengan semua ini, apa tujuan Rangga mengajaknya hanya berdiam bersama didalam mobil, ini hanya dapat membuat waktu secara percuma, lebih baik Ia lebih memilih berkumpul bersama sang kakak dan sang ayah yang baru saja berkumpul kembali bersamanya.
“Kalau memang gak ada yang mau dibicarakan lebih baik izinkan Aku keluar dari mobil ini, dan cukup sampai malam ini saja Aku menjadi pembantu kakak, biarkan Aku menjalankan hidupKu seperti layaknya manusia bebas, terserah kakak mau mengeluarkan Aku dari sekolah apa tidak” Rangga membolakan mata mendengar penuturan Della. Kini Della dengan gamblang rela dikeluarkan dari sekolah, tak akan lagi mengikuti apa yang Rangga perintahkan. Della segera beranjak keluar dari mobil sport Rangga, namun dengan sigap Rangga mencegah Della berlalu pergi, mempersilahkan Della kembali duduk ditempatnya, meminta waktu beberapa saat untuk Rangga mengutarakan semua yang ingin dikatakan.
“Aku mau minta maaf tentang semua yang telah Ku lakukan sama kamu, memang tak adil bila Aku mebalas sakit hatiKu pada Rafa sama kamu. Jujur waktu itu Aku begitu ingin Rafa melihat adik kesayangannya dikeluarkan dari sekolah, tapi ketika melihatMu datang kerumah membuatKu berubah fikiran” Rangga menatap lekat Della yang memalingkan wajahnya, wajar bila Della merasa kesal dengan semua yang telah dilakukan Rangga, selama ini Della sama sekali tak mempunyai salah dengan Rangga namun Della terkena imbas akan masalah Rangga dengan Rafael, itu semua terasa tak begitu adil untuk Della. Benci ? pasti Della akan membenci Rangga karena menjadikan dirinya sebagai jalan untuk membalas dendam.
“Aku sadar kamu begitu tak menerima semua ini, tapi satu hal yang harus kamu tau, kalau... kalau Aku...” begitu susah Rangga mengucapkan apa yang dirasa dihatinya yang sejujurnya. Sebuah alasan yang tak pasti membuat Rangga begitu susah untuk mengatakan cinta pada Della, dari awal Rangga sudah memiliki sebuah keyakinan Della akan membecinya karena semua yang telah terjadi, dari sana Rangga berfikir sia-sia mengungkapkan perasaannya, sebuah pemolakan pasti akan Rangga dapatkan.
“Kesempatan kakak buat bicara sama Aku sepertinya sudah habis, biarkan Aku keluar dari mobil” Della tak ingin berlama-lama berada disamping Rangga, karena disamping Rangga semakin membuat Della tak menentu saja. Benci dan Cinta itu ada dengan seimbang dihati Della, begitu bingung Della harus mengikuti yang mana. Rangga tak tinggal diam ketika Della berjalan menjauh dari mobilnya, dengan berlari kecil Rangga berhasil menggapai tangan Della dan menariknya dalam pelukannya.
“Tak akan Ku biarkan terlalu lama rasa ini dalam hatiKu, sejak kamu datang kerumah Aku sudah jatuh hati sama kamu, permintaan konyolKu yang menginginkan kamu menjadi pembantu dirumahKu hanya ingin membuatMu selalu didekatKu” Rangga semakin mempererat pelukannya, lihatlah Della yang tak membalas sama sekali pelukan Rangga.
“Aku tau semua yang Ku lakukan salah, membuatMu selalu merasa kesal dengan tingkahKu, tapi satu yang harus kamu tau semua itu Aku lakukan karena Aku terlalu mencintaiMu. Maaf kalau memang kamu merasa menjadi sasaran ajang balas dendamKu pada Rafael, tapi itu hanya pada saat awal saja namun melihatMu membuatKu menjadi berubah fikiran” jelas Rangga.
“Hah... memang dari awal Aku yakin kamu akan marah dan menolakKu. Tapi yah sudah setidaknya rasa cinta Ku tak terpendam terlalu lama” Rangga melepaskan pelukannya, kedua tangannya mengusap dengan lembut pipi Della, memberikan sebuah senyum yang begitu manis untuk gadis yang dicintai lalu memutar tubuhnya dan melangkah menjauhi Della. Rangga cukup sadar diri dengan semua kesalahan yang dilakukan, semua ini sudah setimpal dengan perbuatannya selama ini. Sebuah tangan melingkar diperut Rangga dan membuat Rangga menghentikan langkahnya, merasakan begitu nyaman pelukan hangat dari Della. gadis yang dicintai Rangga itu menenggelamkan wajah cantiknya dipunggung Rangga.
“Aku juga mencintai kakak, jangan pernah ulangi kesalahan kakak” Rangga semakin tak percaya dengan semua ini, apa semua ini sebuah kenyataan atau hanya sebuah mimpi belaka, kalau hanya sebuah mimpi Rangga tak ingin terbangun. Karena tak mendapat respon dari Rangga membuat Della merasa kesal, melangkah dan berdiri dihadapan Rangga yang dilakukan Della, memukul cukup kuat kening Rangga hingga membuat pria berpipi chubby ini meringis kesakitan.
“Gak guna ternyata Aku berkata jujur” Della bersendekap dada dan memanyunkan bibirnya. Rangga mengusap keningnya yang terasa nyut-nyutan setelah mendapat hadiah sebuah pukulan dari Della, namun setidaknya pukulan itu membuat Rangga tersadar kalau ini bukan sebuah mimpi belaka.
“Huft... maaf Aku kira tadi hanya sebuah mimpi saja, karena memang dari awal Aku memiliki sebuah keyakinan kalau kamu tak mencintaiKu” ujar Rangga masih mengusap keningnya.
“Ternyata yang kamu fikirkan salah tuan Rangga, pembantu Mu ini ternyata membalas cintaMu” ujar Della.
“Dish... jangan pernah ulangi perkataan kalau kamu pembantuKu, sekarang kamu kekasihKu dan akan menjadi ibu dari anak-anak Ku kelak” Rangga mengacak gemas puncak kepala Della.
“Memang siapa bilang kalau Della mau menikah dengan tuan Rangga ?” canda Della dan beranjak pergi meninggalkan Rangga, beranjak masuk kembali kerumah sahabatnya, bertemu dan berkumpul kembali bersama dengan keluarganya. Rangga mengacak rambutnya kasar, betapa bodohnya begitu saja mengajak Della menikah, menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih baru malam ini sudah berani mengajak Della menikah, pasti itu akan menjadi sebuah pertanyaan untuk Della.

***
Duduk berdampingan dengan sebagian kaki ditenggelamkan kedalam air kolam, meski dingin merasa mencekat namun dua insane manusia ini tak beranjak dari tempatnya, mereka masih bertahan dengan kediaman mereka, tak lama kemudian mereka saling mencoba untuk memecahkan keheningan namun keadaan yang ada membuat mereka tertawa bersama, menertawakan diri mereka masing-masing.
“Aku...” ujar Rafael dan Hana bersamaan seketika membuat mereka tertawa bersama. Dua insane manusia yang saling jatuh cinta ini kembali diam bersama, memendam sejuta rasa yang kini mereka rasa didalam hati. Sejuta rasa yang berawal karena sebuah cinta yang menimbulkan berbagai rasa yang seolah saling menular (Apa ini ? saya bingung sumpah :-D). Rafael menarik nafas panjang dan perlahan menghempaskan, mencoba untuk membuat tubuhnya tak terbawa oleh perasaan yang tak menentu ini.
“Shhh... menurutMu kita tak terlihat seperti orang bodoh bukan (?)” tanya Rafael. pertanyaan apa ini ? entah yang penting mereka tak terus menerus saling berdiam membungkam mulut mereka.
“Aku mungkin terlihat seperti gadis bodoh yang mempercayai kamu kakak kandungKu, dan melakukan hal aneh yang membuatMu merasa bingung. Belum lagi Aku merasa cemburu melihatMu dekat dengan seorang gadis yang ternyata adik kandungMu” Hana memukul pelan kepalanya, sudah mengaku bodoh ditambah dengan pengakuian yang pasti membuat Rafael tau semua inti dari pernyataannya. Kini Hana mengutuk dirinya sendiri yang terlalu berkata jujur, tapi yah sudah mungkin ini jalan keluar yang terbaik.
“Cemburu ? dengan adik kandungKu. MaksudMu, kamu selama ini cemburu akan kedekatanKu bersama Lili. Itu suatu hal yang konyol menurutKu, karena kita hanya sebatas teman. Yah... meski Aku menyimpan sebuah rasa yang lebih untukMu” diakhir kalimatnya Rafael menundukan kepala, pria berwajah tampan ini takut andai ternyata cintanya bertepuk sebelah tangan.
“Hah... kamu...” Hana terkejut dan membungkam mulutnya sendiri, merasa tak percaya dengan pengakuan jujur Rafael. Rafael memberanikan diri untuk menggapai tangan Hana yang membekap sendiri muluh Hana lalu menggenggamnya.
“Aku tak ingin lebih lama lagi menyimpan rasa cinta ini untuk kamu, sejak awal kita bertemu Aku sudah merasa tak beres dengan hati ini, belum lagi jantungKu yang selalu bekerja lebih cepat ketika berhadapan denganMu. Sulit awalnya untuk diriKu mengartikan semua itu, tapi lama kelamaan Aku tau kalau Aku jatuh cinta denganMu” tutur Rafael, semua itu yang Rafael rasa sejak pertama dan selama bersama dengan Hana.
“Lili ! meski dari awal Aku tak tau dia adikKu tapi Aku merasa nyaman dekat dengannya, melebih rasa nyaman yang Ku rasa saat bersamaMu. Meski sejak bertemu dengan Lili, Aku merasa goyah dengan rasa ini tapi pada akhirnya kamu menjadi pilihanKu” lanjutnya. Hana diam mendengarkan kata demi kata yang terlontar dari bibir seksi Rafael, mencoba mengerti semua maksud dari ucapan pria yang tengah menatapnya dengan lekat.
“Aku tak ingin main-main dengan perasaan ini, Aku mau kamu menjadi salah satu bagian dalam hidupKu, menjadi wanita yang menemani hari-hariKu” Rafael mengecup punggung tangan Hana dalam genggamannya, lihatlah Hana masih terpaku dalam diamnya, seolah gadis ini masih tak percaya dengan semua yang terjadi kini.
“Wel... Aku menunggu jawaban dariMu bukan diam seperti ini” Rafael mencubit dengan gemas pipi Hana, membuat Hana tersadar dari lamunannya. Menyebalkan sekali Hana ini, apa dia tak tau kalau Rafael tengah mengungkapkan perasaannya namun apa responnya, Hana justru hanya diam sembari menatap tanpa berkedip Rafael.
“Aku... Aku...” Rafael menunggu jawaban dari Hana, saat bibir Hana mulai berucap namun apa yang diucap hanya satu kata, sungguh membuat Rafael begitu gemas dengan Hana.
“Kamu masih dengar apa yang Aku bilang tadi ?” tanya Rafael, dengan polosnya Hana menggelengkan kepala.
“Aku hanya mendengar penjelasanMu tentang Lili” ujar Hana membuat Rafael harus berusaha untuk bersikap sabar menghadapi Hana. Kalau tak karena cinta mungkin saja Rafael sudah memakan hidup-hidup Hana, menyebalkan bukan harus mengulang kembali, padahal saja itu tadi Rafael memberanikan diri untuk mengutarakan keinginannya menjadikan Hana sebagai salah satu bagian dari hidupnya.
“Hehehe Aku cuma bercanda tau, gitu aja udah dibuat pusing sama kamu. Aku denger kalau tuan Rafael ini mau menjadikan Hana sebagai salah satu bagian dari hidupnya. Hem... apa yah kira-kira jawaban dari Hana” goda Hana. Rafael seketika terbengong karena ternyata Hana hanya sekedar ingin bercanda dengannya saja, tapi bercanda Hana tidak pada saat yang tepat.
“Jawaban dariKu, Aku mau menjadi salah satu bagian dalam hidup Kamu. Menemani kamu disetiap saat” ujar Hana yang semakin membuat Rafael terbengong. Hah... jadi Hana menerimanya, tapi lihatlah Rafael yang sama sekali tak merespon Hana, pria tampan ini masih terbengong dengan mulut yang mengangah. Hana dengan jailnya menyipratkan sedikit air yang diambil dari kolam kewajah Rafael, membuat Rafael tersadar dan memang pasangan ini cocok sekali dalam urusan saling diam ketika merasa tak percaya dengan apa yang mereka dapat kini.
“Jangan begong nanti ceweknya dibawa setan mau” canda Hana dengan terkekeh kecil.
“Emm... biar saja. Lagian juga Aku tadi bengong hanya ingin mengerjaiMu balik, biar kamu tau rasa gimana mendapat respon diam ketika kamu dalam keadaan serius” Rafael menjulurkan lidahnya mengejek Hana, kini mereka satu sama dalam hal saling mengerjai satu sama lain.
“Menyebalkan” umpat Hana dengan bersendekap dada. Rafael merangkul mesra tubuh mungil Hana, senyum tak luntur dari bibir seksinya. Inilah semua jawaban dari apa yang dilalui kemarin, susah senang dilalui untuk menemukan cinta sejatinya, berbagai rintangan mampu dilalui mereka.
“Meski menurutMu, Aku ini pria yang menyebalkan tapi tetap saja kamu tak bisa memungkiri telah jatuh hati dengan pria menyebalkan sepertiKu” benar saja apa yang Rafael kata membuat Hana sama sekali tak dapat menggelak, yang Hana bisa lakukan tersipu malu, Hana yang tengah menahan malu membuat Rafael dengan gemas mengacak puncak kepala Hana.
BYURRRR tanpa Hana dan Rafael duga kini tubuh mereka telah basah kuyup karena terjebur kekolam renang, lihatlah mereka yang telah sukses menjeburkan Hana dan Rafael tengah tertawa puas, apalagi Dicky selaku pemilik rencana jail ini hingga tertawa terpingkal-pingkal.
“Mangka-nya jangan pacaran terus woh” ledek Lili.
“Siapa juga yang pacaran, dasar kamu anak SMA yang sok tau” ujar Hana kesal dalam kolam renang.
“Ihh kita gak sok tau kak, lagian kita dari tadi mendengar semua apa yang kalian bicarakan, dan kita tau kalau kak Hana dan kak Rafa baru saja menjadi sepasang kekasih” Hana dan Rafael benar-benar merasa malu, ternyata banyak orang yang tadi mendengar pembicaraan mereka. Bodoh ! kenapa mereka sama sekali tak menyadari itu, huft... kini yang ada hanya rasa malu bukan sebuah penyesal.
“Dan kalian harus tau kalau yang punya rencana menjeburkan kalian kekolam itu Dicky, jadi orang yang harus paling kalian salahkan itu Dicky” ujar Rangga yang berdiri tegap disamping Della dengan satu tangannya diselipkan dicelana berbahan jeans yang tengah dikenakan, terlihat begitu menawan pria ini dan sudah tak ada lagi wajah angkuhnya ketika berhadapan dengan Rafael. Mendengar penuturan Rangga yang mempunyai rencana menjeburkan Ia dan Hana kekolam renang membuat Rafael segera berlari mengejar Dicky dan membalaskan dendamnya dengan menjeburkan Dicky kekolam renang, namun tak hanya Dicky saja. Rafael juga menarik Lili dan Della lalu menjeburkan kekolam renang, semua semakin tetawa ketika melihat Dicky, Lili, Della, Hana, dan Rafael justru senang bermain-main bersama dengan air.

Dan pada akhirnya cerita ini berakhir dengan canda tawa bersama, dendam dan amarah masa lalu dibuang begitu saja oleh mereka, yang lalu biarlah berlalu dan yang ada sekarang dan yang akan datang mari kita jalani dengan senyum semangat :-p.

END.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar