Senin, 19 Agustus 2013

Be The One part 7



Bottom of Form
***
Keadaan rumah tuan Adrian pagi ini begitu bising melebihi suara burung berkicaun diluar sana, membuat sang putri yang tengah terlelap terusik. Dengan wajah bantalnya gadis ini menuruni anak tangga rumahnya satu persatu, matanya melirik malas orang-orang yang tengah sibuk mempersiapkan semua keperluan untuk pesta ulang tahun sang ayah.
Tukkkkk sebuah benda tumpul mendarat tepat dipuncak kepala Lili, namun tak terasa sakit karena tante Laura tak memukulnya dengan kuat.
“Anak gadis udah siang tapi masih kucel begini, mama rasa gak akan ada yang mau sama kamu” ujar tante Laura.
“Ih... mama doa-nya jelek banget tau, masa’ anaknya yang paling cantik didoain gak akan ketemu jodoh” ujar Lili memanyunkan bibirnya lalu bergelayut manja dilengan sang mama, menatap dengan matanya yang masih tak terbuka dengan sempurna, mungkin efek karena masih mengantuk.
“Kembali sana kekamar terus mandi dan bantu mbak-mbaknya disini” perintah tante Laura.
“Gak mau” ujar Lili dengan menggelengkan kepala.
“Terus mau kamu apa coba (?). Lihat jam itu udah pukul delapan lebih tapi kamu masih kucel begini, cepat mandi atau uang jajan kamu akan mama potong” tante Laura.
“Yang kasih uang jajan keAku kan papa, mama gak bisa main potong begitu aja wleee” Lili menjulurkan lidahnya dan segera berlari meninggalkan sang mama, tak mau mendengar omelan sang mama yang pasti akan meledak mendengar candaan darinya. Tante Laura menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya, yang terkadang begitu menyebalkan namun masih bisa dimaklumi. Tante Laura kembali sibuk mengarahkan para pelayannya yang membantunya menyiapkan pesta sang suami nanti malam.

***
Adik kakak ini hanya diam sibuk dengan fikiran mereka masing-masing, makanan diatas meja diabaikan begitu saja oleh mereka. Seolah mereka tak menyukai dengan makanan itu, padahal ini makanan yang setiap hari mereka temui, tapi memang bukan masalah makanan apa yang ada membuat mereka malas makan namun lebih kepada masalah pribadi mereka.
“Mau bilang apa coba sama kakak, sial banget kak Rangga pakai ajak pergi malam ini” batin Della.
“Padahal udah coba gak mikirin Hana, tapi masa aja mikirin terus. Bisa gila Gue lama-lama kalau begini” batin Rafael. Kakak beradik ini dengan kompak saling menyimpan masalah mereka dalam hati, tak ingin menceritakan apa yang dirasa pada saudara sendiri. Della ingin meminta izin pada Rafael untuk tak menghadiri acara ulang tahun ayah Lili, namun alasan apa yang harus dibuat oleh Della.
“Kak” ujar Della memecahkan keheningan mereka.
“Ada apa (?)” tanya Rafael dengan menatap adiknya.
“Em... itu anuh... apa coba” Della menggaruk bingung kepalanya yang sama sekali tak terasa gatal itu, bingung mencari kata-kata yang tepat untuk meminta izin pada sang kakak. Rafael menautkan alisnya menatap bingung Della.
“Anuh apa (?), kalau mau ngomong yang jelas jangan dicicil emang kamu kira kreditan” Rafael terkekeh kecil.
“Ishh.... maksud Aku itu mau bilang... gak jadi lupain aja” Rafael menggelengkan kepala melihat tingkah adiknya dan mengacak gemas puncak kepala Della.
“Kita sarapan saja dari pada harus diem-dieman gak jelas” Rafael menyuapkan sesuap nasi dan lauk kedalam mulutnya, mengunya dengan santai sembari menikmati sarapan dipagi yang cerah ini, akan tetapi cerahnya pagi ini tak secerah hati Rafael.
“Kak Rafa ada masalah (?)” tanya Della disela-sela acara sarapan mereka.
“Kakak masih merasa aneh saja dengan Hana yang kemarin tiba-tiba saja datang dan menangis lalu tak lama pergi dengan mawah masamnya, kelihatan banget anehnya kan (?)” ujar Rafael dan meminta persetujuan adiknya.
“Kalau Della rasa mungkin itu berhubungan dengan sang mama yang gak kasih izin kak Hana berhubungan dengan kakak, saran Aku lebih baik kakak jauhi kak Hana. Aku gak suka kalau mama kak Hana menghina kakak terus-terusan” tutur Della. Kini bukan hanya tante Carolin saja namun juga Della tak suka dengan kedekatan Rafael dan Hana, mungkin saja ini sudah bertanda kalau Rafael dan Hana memang tak berjodoh. Sedikit titik cerah, Rafael mulai mengetahui gadis yang mungkin menjadi jodoh sebenarnya.
“Terus kamu lebih setuju kak dekat dengan siapa (?)” tanya Rafael.
“Lili, dia gadis yang baik dan juga keluarga Lili tak pernah menghina kita berbeda dengan mama kak Hana. Ayolah malam ini Aku mau kakak menjadikan Lili sebagai kekasih kak Rafa” saran dan paksa Della pada sang kakak. Rafael hanya tersenyum tanpa menanggapi ucapan sang adik, mungkin memang sudah saatnya Rafael mengungkapkan perasaannya pada Lili dan mungkin malam ini juga malam yang tepat.
“Oh yah ngomong-ngomong kamu sudah lihat gaun yang dikasih tante Laura (?)” tanya Rafael.
“Udah kok kak tapi sayang gaunnya kekecilan jadi terpaksa nanti malam Aku menggunakan gaun yang lain, dibanding kalau dipaksa bisa membuat tubuhKu sakit semua” ujar Della berbohong. Malam ini yang pasti Della akan memakai gaun pemberian Rangga, meski Della sendiri tak tau harus ikut pergi bersama dengan Rangga atau datang kepesta ulang tahun ayah dari sahabatnya.
“Terserak kamu, kakak gak mau ambil pusing” mereka kembali melanjutkan acara sarapan mereka dengan obrolan kecil biasa. Seperti biasa seusai makan Della yang membersihkan meja makan dan mencuci piring dan gelas yang kotor, sedangkan Rafael lebih memilih menghirup udara segar pagi ini diluar rumahnya. Menatap anak-anak kecil yang tengah bermain dihalaman rumahnya dengan sebuah senyum riang, terlihat begitu menggemaskan mereka seperti tanpa sebuah beban.

***
Hana, gadis ini memukul kepalanya sendiri, berusaha mengusir bayang-bayang pria bermata sipit. Membayangkan semua yang telah mereka lalu bersama, canda tawa selalu mengiringi setiap kebersama mereka. Melupakan semua itu sebuah hal yang mustahil untuk Hana, apalagi Rafael telah menguci rapat hati Hana, hingga tak seorang pun yang bisa menggantikan posisi Rafael. Apa yang didengar Hana dari sang papa kemarin ikut pula terbayang-bayang oleh Hana, bayangan kebersamaan Hana dengan Rafael dan kenyataan Hana adik dari Rafael, selalu berputar silih berganti membuat Hana merasa gila. Kalau bisa memilih lebih baik Hana tak mengenal siapa itu Rafael, dibading mengenal Rafael harus menerima kenyataan pahit ini.
Dia tak jauh dari kehidupan kamu, bahkan mungkin kamu sudah mengenal dekat dengan mereka
Mereka adalah Rafael dan Hana
Hana masih tak percaya dengan apa yang didengar, semua seperti mimpi buruk unuknya. Hati Hana yang paling kecil pun menolak semua kata-kata itu, menolak kenyataan yang mungkin memang sebuah kenyataan yang sebenarnya. Hana menyandarkan tubuhnya dipunggung sofa, menarik dalam udara berharap sedikit membuat hatinya merasa tenang. Hana perlu berfikir, tapi semua ini sulit untuk dimengerti.
Hana menarik tubuhnya dari punngung sofa ketika mendengar suara sang ayah dibalik pintu. Gadis ini mulai mencoba memaafkan sang ayah, toh semua telah terjadi dan bukan kesalahan sang ayah atas cinta terlarang ini.
“Ya pah ada apa (?)” ujar Hana dengan tersenyum tipis namun masih menyimpan luka.
“Anak papah sudah baikan bukan (?), papah gak mau kalau kamu terpuruk dengan keadaan ini sayang” om Wijaya mengusap penuh kasih sayang puncak kepala Hana. Hana tersenyum tipis kembali berusaha meyakinkan sang ayah kalau dia dalam keadaan baik-baik saja, biar luka itu disimpannya sendiri tanpa harus dirasa oleh sang ayah.
“Akan ada pesta ditempat keluarga om Adrian, memperingati ulang tahun om Adrian yang akan memasuki usia setengah abad. Papa rasa sudah mulai gila Adrian ingin merayakan pesta ulang tahunnya, tapi yah sudah biarlah. Kamu mau menemani papa datang (?)” ujar om Wijaya dengan candaan untuk sekedar berbasa-basi dan menhibur Hana. Datang kepesta om Adrian ? Hana harus berfikir terlebih dahulu. Dirasa Hana pasti disana Ia akan bertemu dengan Rafael, tau sendiri betapa dekatnya Rafael dan Lili.
“Hem... papa rasa kamu memang harus menemani papa. Dandan yang cantik papa tunggu pukul tujuh tepat” ujar om Wijaya tanpa menunggu persetujuan dari sang putri.
“Tapi...” om Wijaya menggelengkan kepala tak mau mendengar apa-apa dari Hana, yang pasti Hana harus ikut datang bersamanya kepesta ulang tahun Adrian. Hana menghela nafas, semakin terasa sulit untuk melupakan Rafael bila mereka sering bertemu.

***
Sebuah gaun berwarna biru muda selutut melekat dengan indah ditubuh ramping Della, polesan tipis diwajahnya semakin menambah kecantikan gadis ini. Senyum tak pudar dari bibirnya ketika menatap wajah cantinya dipantulan cermin. Gaun pemberian Rangga ini begitu terlihat begitu indah ditubuhnya, andai saja ada seorang pangeran yang datang menghampiri, tentu akan terasa semakin sempurna.
“Della mau apa kau terlalu lama didalam kamar” teriak sang kakak yang sudah stay cool didepan rumah mereka bersama dengan Dicky. Della dengan langkah terburu keluar dari kamarnya, meski tak terbiasa menggunakan sepatu tinggi namun gadis ini bisa berjalan seperti biasa.
“Maklum wanita lama” ujar Della dengan terkekeh.
“Dapat dari mana baju Mu itu (?)” tanya Rafael. Hana dibuat gelagapan dengan pertanyaan sang kakak, harus jawab apa ini. Tak mungkin kalau harus berkata jujur, sebenarnya gaun ini dari Rangga. Rasanya Della sudah ingin berteriak karena sering membohongi Rafael hanya demi Rangga.
“Itu... ini Aku dapat dari Lili waktu ulang tahunKu” ujar Della berbohong dengan bersikap biasa agar Rafael tak curiga. Rafael hanya menganggukan kepala, percaya begitu saja dengan apa yang dikata sang adik. Tetapi berbeda dengan Dicky yang begitu menyadari kebohongan Della, pria ini sepertinya tau dari mana Della mendapat gaun itu.
“Terlalu lama kalian ini, mending sekarang kita berangkat dari pada telat” Dicky beranjak terlebih dahulu, masuk kedalam sebuah mobil jazz hitam yang memang sengaja disiapkan keluarga Lili untuk mengantar dan menjemput mereka.
“Aduhhhh” Della merintih sembari memegang perutnya.
“Kenapa lagi (?)” tanya Rafael.
“Gak tau kak dari tadi itu perut Aku udah sakit shhhh” aduh Della dengan masih memegang bagian perutnya dengan tangan kanannya. Rafael menatap bingung adiknya, bukannya tadi masih baik-baik saja tapi kenapa sekarang tiba-tiba sakit.
“Terus bagaimana ini (?), atau lebih baik kamu dirumah saja” usul Rafael.
“Mungkin itu lebih baik dan sampaikan salam maafKu untuk Lili dan keluarganya” ujar Della dengan tersenyum senang dalam hati.
“Baik-baik dirumah” pesan Rafael dan segera beranjak memasuki mobil lalu mobil jazz hitam itu melaju pergi.
“Maafkan Della harus bohong sama kakak” ujar Della saat mobil itu sudah tak terlihat lagi, dan sebuah mobil sport berhenti dihalaman rumahnya, seketika membuat Della semakin terlihat masam. Seorang pria tampan yang menggunakan kemeja berwarna senada dengan gaun Della keluar dari mobil, terlihat begitu tampan Rangga malam ini membuat Della menatapnya tak berkedip.
“Haii” Rangga melambaikan tangan dihadapan wajah cantik Della, seketika membuat Della sadar dan salah tingkah.
“Sudah siap untuk menemani Ku malam ini” ujar Rangga.
“Hah... kalau gak siap mana mungkin Aku menunggu kakak disini” Della.
“Silahkan nona cantik” Rangga membuka pintu mobilnya untuk Della, mempersilahkan gadis itu untuk masuk kedalam mobil. Mendapat perlakuan istimewa dari Rangg membuat Della tersipu malu, malam ini Rangga terlihat berbeda dengan hari-hari kemarin. Bahkan saat berbicara dengan Della, Rangga menggunakan kata Aku-Kamu bukan Loe-Gue, suatu keajaiban Rangga bisa berubah menjadi pria yang lembut.

***
Pesta dirumah mewah ini terlihat begitu meriah dengan kedatangan para pengusaha kaya, yah wajar saja karena Adria memiliki nama yang cukup terpandang dikalangan para pengusaha. Sang putri tunggal berjalan menuruni anak tangga dengan gaun selututnya yang berwarna senada dengan asesoris yang dikenakan, semua pemuda yang melihatnya seketika jatuh hati dengan gadis ini. Lili berjalan menghampiri salah satu tamu yang begitu berharga untuknya malam ini. Rafael dan Dicky menyambut kedatangan Lili dengan sebuah senyuman yang begitu manis.
“Cantik sekali kamu malam ini” Lili tersipu malu mendengar pujian dari Rafael.
“Seharusnya Gue duluan yang ngomong begitu, kenapa sih Loe selalu rebut apa yang Gue mau” kesal Dicky dengan bersendekap dada, melihat wajah kesal membuat Lili dan Rafael terkekeh. Lili begitu menyadari kalau Dicky merasa cemburu dengan kedekataannya bersama Rafael, tapi ya sudah biarlah saja karena dengan begitu Lili bisa melihat wajah lucu Dicky ketika kesal dan cemburu. Tapi ada yang kurang dari mereka, Lili baru teringat akan sahabatnya yang belum terlihat batang hidungnya.
“Kak, mana Della (?)” tanya Lili.
“Della....” ujar Rafael terpotong ketika melihat seorang pria paruh baya yang begitu tak asing untuknya. Rafael semakin membuka lebar matanya, berharap apa yang dilihat itu tak salah, tapi kenyataan yang ada itu memang orang yang Rafael kenal. Rafael dibuat tercengang dengan kehadiran seorang gadis yang berdiri dengan tegap disamping pria paruh baya itu, gadis yang juga begitu dikenal oleh Rafael. Dengan langkah pasti Rafael menghampiri pria paruh baya dan gadis itu.
“Ayah” ujarnya.

Bottom of Form

***

Della tersentak kaget ketika mobil Rangga terparkir disebuah rumah yang sudah tak asing untuk Della, ini rumah Lili sahabat Della. Jadi ternyata Rangga mengajaknya untuk mendatangi ulang tahun tuan Adrian, sebuah kebetulan sekali namun Della takut kalau sang kakak mengetahui dirinya datang bersama Rangga, entah apa yang akan terjadi.
“Kak” ujar Della ragu ketika ingin keluar mobil Rangga.
“Kenapa (?)” tanya Rangga dan mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil. Terlihat dari raut wajah kini kena ketakutan, membayangkan kejadian buruk akan terjadi kalau sang kakak mengetahui kedatangannya.
“Hem... itu...” ujar Della gelagapan bingung harus berbicara apa. Rangga hanya tersenyum tipis lalu keluar dari mobilnya, berlari kecil menghampiri pintu mobilnya sebelah pengemudi, membuka pintu mobil untuk Della. Rangga memperlakukan Della seperti selayaknya seorang putri raja, sangat-sangat terlihat berdeda dengan Rangga yang lalu, membuat hari-hari Della begitu mengesalkan.
“Udah tenang saja disini kamu akan baik-baik saja, selalu berdiri disampingKu jangan lepas genggaman tangan ini” mungkin saja Rangga mengira kalau Della tak terbiasa menghadiri pesta seperti ini hingga membuat Della merasa gerogi, tapi apa yang Rangga fikirkan salah karena ada hal lain yang membuat Della takut memasuki rumah mewah itu. Seperti sepasang kekasih mereka berjalan beriringan memasuki rumah mewah tuan Adrian, Della hanya mampu menundukan kepala berharap sang kakak atau keluarga Lili tak ada yang melihatnya.
“Ayah” suara itu tak asing untuk Della. Della mendongakan kepalanya yang tertunduk, menatap sang kakak berdiri dihadapan seorang pria paruh baya yang sama sekali tak Della kenali. Apa maksud Rafael memanggil pria paruh baya itu dengan ayah ? apa pria itu ayah mereka ? pertanyaan-pertanyaan itu sudah ingin terlontar dari bibir Della.
“Ayah ? maksudMu apa ?” tanya tante Carolin dengan tampang terkejutnya. Wanita ini berjalan dengan angkuh menghampiri sang suami dan putri tercintanya, ditatapnya dengan sinis Rafael yang tengah diam mematung.
“Pria miskin yang mau mengaku-ngaku menjadi anak dari suami saya. Hah... mana mungkin saya mempunyai anak seorang pria kalangan bawah seperti kamu” desis tante Carolin.
“Mah tolong jangan buat keributan diacara ini” ujar om Wijaya dengan penuh penekanan, berharap sang istri tak akan membuat masalah diacara ini, karena pasti mereka akan menjadi pusat perhatian tamu undangan.
“Maksud kakak apa memanggil pria ini dengan sebutan ayah (?)” tanya Della.
“Della” ujar Rafael dan om Wijaya bersamaan.
“Apa om mengenal saya (?) saya rasa baru kali ini saja kita bertemu” sakit ! begitu sakit ketika sang putri tak mengenalinya, namun itu wajar saja karena sejak Della masih kecil sudah ditinggalkan oleh om Wijaya. Hana ? gadis ini hanya diam sembari mencoba menyeka air matanya agar tak mengalir, semua akan terbongkar malam ini juga. Dan itu bertanda kalau pupus sudah harapan Hana untuk bersatu dengan Rafael sebagai sepasang kekasih.
“Dia ayah kita yang sudah meninggalkan kita sejak masih kecil” tutur Rafael membuat semua yang mendengar terkejut namun tak berarti untuk Hana dan om Wijaya, karena memang mereka sudah mengetahui itu semua.
“Jadi....”Della menutup mulutnya sendiri, jadi ini ayah kandungnya yang sudah meninggalkan keluarganya sejak Della kecil. Seorang ayah yang selalu dirindukan Della, disetiap Della berdoa ingin dipertemukan dengan sang ayah, dan kini doa itu terkabul. Rangga merangkul bahu Della, menguatkan gadis itu yang sudah menitihkan air mata, lebih tepatnya mungkin air mata bahagia.
“Gak usah mengada-ada kamu, anak saya dan Wijaya hanya Hana” ujar tante Carolin.
“Anak tante memang hanya Hana saja, namun harus tante ketahui kalau suami tante memiliki anak dari wanita lain” tante Carolin membolakan mata. Selama berpuluh tahun ternyata wanita ini telah dibohongi oleh suaminya sendiri, mungkin ini sudah balasan akan semua yang dilakukan wanita yang telah melahirkan Hana ini.
“Jelaskan semua ini sekarang juga” ujar tante Carolin kesal karena merasa telah dipermainkan oleh sang suami.
“Rafael dan Della memang anakKu dari pernikahan pertamaKu dengan Rani, seorang wanita yang selalu kamu rendahkan dulu, dan kamu juga yang telah merebutKu dari Rani bukan Rani yang merebutKu dari kamu” jelas om Wijaya lalu menatap penuh haru putrinya yang tengah menangis dalam dekapan Rangga, akhirnya semua rahasia ini terbongkar jadi sudah cukup Ia menyimpan rahasia ini selama puluhan tahun. Tante Carolin hanya diam menyadari semua yang telah dilakukan, memang ini balasan yang tepat untuknya.
“Maafkan ayah nak” om Wijaya datang menghampiri Rafael, menyesali semua perbuatannya yang telah membiarkan Rafael dan Della hidup dengan keadaan kekurangan. Tak melakukan kewajibannya sebagai seorang ayah, selama ini om Wijaya hanya mengawasi Rafael dan Della setiap apa yang terjadi pada anak-anaknya om Wijaya selalu tau, namun tak pernah sekali pun om Wijaya membantu secara langsung Della dan Rafael.
“Entah apa masih bisa Rafael memaafkan ayah, setelah semua yang terjadi denganKu dan Della. Apa yang tak tau bagaimana kit berdua bertahan hidup setelah bunda tiada, Aku dan Della harus banting tulang sendiri untuk bertahan hidup” Rafael membuat muka, masih merasa marah bahkan beci dengan apa yang telah dilakukan sang ayah. Tapi tau kah kalian kalau  sebenarnya Rafael begitu merindukan akan sosok ayahnya, ingin sekali Rafael memeluk sang ayah namun ternyata kebenciaannya mengalahkan rasa rindu itu.
“Maafkan ayah semua ini ayah lakukan karena paksaan nak, ayah mohon jangan membenci ayah seperti ini. Dulu ayah meninggalkan kalian karena orang tua ayah yang sakit-sakitan, dan mereka meminta ayah untuk menikah lagi dengan Carolin. Ayah benar-benar minta maaf” om Wijaya menitihkan air mata, begitu sakit mengingat kejadian masa lalu belum lagi ditambah dengan sang putra yang membencinya.
“Kalau memang Della memaafkan ayah Rafael akan memaafkan” ujar Rafael lalu om Wijaya berjalan menghampiri sang putri, membuat Rangga melepas rangkulannya pada Della. om Wijaya merengkuh tubuh sang putri dalam pelukannya, membiarkan jas yang dikenakan basah karena air mata Della. Belain lembut diberikan om Wijaya dipunggung Della penuh dengan kasih sayang, ini selalu om Wijaya dan Della inginkan mendapat pelukan dari orang yang begitu berarti dalam kehidupan mereka.
“Della mau memafkan ayah (?)” tanya om Wijaya dengan harap-harap cemas, takut bila Della tak bisa memafkan dirinya dan itu berarti Rafael pula tak mau memafkan dirinya. Della membalas pelukan sang ayah dengan air mata yang semakin mengalir dengan derasnya, pelukan ini begitu nyaman dirasa Della hingga enggan untuk melepasnya.
“Della sudah memaafkan semua kesalahan ayah, asalkan ayah jangan pergi ninggalin Della” ujar Della dengan isak tangisnya. Om Wijaya merasa lega dengan penuturan Della, dan Rafael pun ikut berpelukan bersama dengan sang ayah dan adiknya, melupakan semua kejadian masa lalu yang membuat sesak didada. Tante Carolin yang tau benar perasaan sang putri yang tak menerima semua ini menatap dengan kasihan lalu menarik tubuh munggil Hana kedalam pelukannya, berharap agar Hana merasa lebih tenang. Semua para tamu undangan menatap dengan haru keluarga Wijaya, namun membuat Lili merasa bingung dengan semua ini. Bukannya yang Lili tau kalau Rafael itu ? ahh... entah semua ini begitu membingungkan.
“Ada apa ini (?)” tanya sang pemilik acara malam ini. Om Adrian dan tante Laura berkumpul bersama dengan keluarga Wijaya yang tengah saling berpelukan, meluapkan kebahagiaan dan sedih yang mereka rasa. Om Wijaya menganggukan kepala seolah memberi sebuah kode pada sahabatnya.
“Mohon perhatian semua” ujar om Adrian membuat para tamu undangan kini menatap sang pemilik acara malam ini. Om Adrian menghela nafas sebelum memulai pidato kecilnya malam ini, sedikit berlebihan kalau dikata dengan pidato padahal hanya sepatah kata dua kata yang ingin diucapkan oleh om Adrian.
“Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menghadiri pesta bertambah usia saya ini, bertepatan dengan acara ini saya juga ingin memperkenalkan anak-anak saya. Lili, putri cantik saya yang begitu manja dan Rafael, anak kandung kami yang telah kembali bisa berkumpul bersama kita semua” ujar om Adrian. Semua pasti terkejut karena baru saja om Wijaya mengakui kalau Rafael anaknya dan sekarang om Adrian pula mengaku orang tua kandung dari Rafael. Semua benar-benar tak mengerti dengan keadaan ini terutama Rafael, siapa sebenarnya orang tua kandungnya ?.
“Pasti kalian bertanyaan-tanya dan saya akan menjelaskan sedikit tentang kebenarannya. Anak kami yang tak lain adalah Rafael saat berusia tiga tahun hilang dan Wijaya beserta Luna yang telah merawat anak saya hingga dewasa, kami sempat berputus asa dengan hilangnya Rafael tapi Tuhan berkehendak lain ternyata kami dapat bertemu kembali dengan Rafael” jelasnya membuat semua berOH ria. Rafael ? pria ini masih tak percaya kalau sebenarnya orang tua kandungnya itu om Adrian dan tante Laura, sedangkan Lili adalah adik kandungnya. Pantas saja Rafael begitu nyaman meski baru mengenal keluarga Adrian. Lihatlah Hana ! gadis ini bahagia mengetahui kalau Rafael bukan kakak kandungnya.
“Ini yang sebenarnya yang mau papa bilang kemarin, kalau Rafael bukan anak kandung papa, tapi bergubung kamu sudah menangis dan berlari kamar mengurung diri jadi papa mengurung niatan untuk cerita” Hana tertunduk malu mendengar penuturan sang ayah. Terlihat bodoh Hana beberapa hari ini karena suatu hal yang belum diketahui kepastiannya, akan tetapi Hana tetap bersyukur telah mengetahui semua kebenaran ini.
“Apa kau tak ingin berpelukan dengan adikMu ini” sindir Lili ketika melihat Rafael yang hanya diam tanpa melakukan sebuah tindakan mendengar semua kenyataan ini. Rafael tersenyum dan menghampiri adik beserta orang tua kandungnya, mengungkapkan kebahagian dengan memeluk keluarganya yang sebenarnya. Keluarga Adrian terlihat begitu bahagia, akhirnya putra mereka yang hilang telah kembali.
“Hem... ada yang aneh ini. Kenapa Lili sama sekali tak terkejut dengan semua ini ?” tanya Rafael dengan menatap lekat adiknya.
“Hehehe sebenarnya Aku sudah tau ketika mendengar pembicaraan mama dan papa beberapa hari yang lalu” ujar Lili dengan cengengesan tak jelas.
“Papa gak suka kalau anak papa suka menguping” sindir om Adrian.
“Ishhh... biarin saja, itu salah kalian sendiri yang menyembunyikan semua kebenaran dari Aku” kesal Lili memanyunkan bibirnya, membuat Rafael merasa gemas melihatnya. Semua tersenyum bahagia namun berbeda dengan tante Carolin yang masih merasa bersalah dengan semua yang dilakukan pada keluarganya dan terutama Rafael, semakin tak enak hati apalagi ternyata Rafael anak dari sahabatnya.
“Emm... Pah, Han maafkan semua sikap egois mama selama ini” sesal tante Carolin dengan menundukan kepala. Hana memeluk perut sang mama penuh kasih sayang, gadis ini kembali mengucap syukur ternyata sang mama menyadari semua kesalahan yang telah dilakukan.
“Sebelum mama minta maaf, kita sudah memaafkan semua kesalahan mama” seketika senyum berbinar diwajah cantik tante Carolin, benar-benar salah semua sikap tante Carolin yang selalu mengatur kehidupan anak dan suaminya, padahal mereka begitu baik padanya.
“Kalau sudah tau kalau Rafael putra kandungKu, apa kamu masih mau menghalangi Rafael dan Hana berhubungan” sindir tante Laura membuat seketika tawa meramaikan ruangan ini, lihatlah Hana dan Rafael tertunduk malu karena ucapan tante Laura.
“Aduh-aduh mah coba lihat anak mama yang lagi malu itu, apalagi calon menantu mama ampun wajahnya sudah seperti kepiting rebus” canda Lili membuat mereka semakin tetawa puas, sedangkan Rafael menatap kesal adiknya yang tengah mengangkat dua jari membentuk huruf V. Pesta dilanjutkan dengan acara meniup lilin kue ulang tahun serta memotong tumpeng yang sudah disiapkan, semua menikmati pesta malam ini dengan keadaan bahagian. Malam ini yang dikira Hana akan penuh dengan air mata ketika bertemu dengan Rafael ternyata benar, tapi air mata itu bukan air mata duka melainkan sebuah air mata kebahagiaan.

BERSAMBUNG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar