Minggu, 18 Agustus 2013

Be The One part 6



Bottom of Form

***
Om Wijaya menatap dengan lirih pintu kamar putrinya, sejak pagi tadi Hana sama sekali tak beranjak dari kamarnya, dari luar masih terdengar jelas isak tangis Hana. Berulang kali om Wijaya mengetuk pintu dan meminta Hana untuk membuka pintu, namun putri cantik itu sama sekali tak menggubris perintah om Wijaya.
“Maafkan papa kalau kamu terluka dengan semua ini, tapi papa janji akan memberi kamu kebahagiaan yang kamu ingin” om Wijaya beranjak dari duduknya, melangkah mendekat kepintu kamar Hana, mengetuk beberapa kali berharap kali Hana mau membuka pintu.
“Yah sudah kalau memang kamu masih marah sama papa. Papa mau keluar dulu, kamu baik-baik dirumah jangan melakukan hal nekat” om Wijaya ragu untuk beranjak meninggalkan putrinya sendiri, takut saja bila Hana melakukan hal nekat yang membahayakan. Tapi apa boleh buat siang ini ada meeting yang tak bisa ditinggalkan. Setelah cukup lama tak mendengar suara sang papa, Hana beranjak keluar kamar, menengok kesana kemari mencari keberadaan sang papa. Hana bernafas lega ternyata sang papa telah pergi, dengan tas selempang kecilnya Hana keluar apartemen, menyetop taksi yang lewat untuk mengantarkan dirinya ketempat tujuan.

***
Empat insane manusia ini tengah bergurau bersama diruang tamu rumah kontrakan Rafael, canda tawa mengiringi kebersamaan mereka karena kelucuan tingkah Dicky. Disela-sela tawa mereka, Lili mencuri pandangan kearah Rafael begitu pula sebaliknya. Membuat Dicky yang menyadari itu terlihat kesal, karena merasa cemburu dengan Rafael.
“Raf mata Loe udah sipit apa mau Gue buat makin sipit” kesal Dicky yang mulai menyadari Rafael dan Lili yang saling curi pandang. Rafael menjitak kening Dicky cukup kuat, hingga membuat Dicky meringis kesakitan.
“Ngeselin Loe jadi orang, memang Gue punya salah apa kok Loe sewot banget kelihatannya” ujar Rafael yang tak kalah kesal.
“Salah Loe itu udah rebut gadis yang Gue sayang” Dicky.
“Siapa memang (?)” tanya Rafael dengan menautkan alisnya, karena Rafael merasa tak pernah merebut gadis yang disayangi Dicky, mengetahui gadis yang Dicky sayang saja Rafael tidak tau apalagi merebut.
“Nanti juga Loe akan tau kalau dia udah resmi jadi pacar Gue” Dicky mengedipkan sebelah matanya genit kearah Lili, mungkin sebagai kode kalau gadis yang Dicky sayang itu Lili.
“Woh... belum tentu gadis itu juga sayang sama Loe” ledek Rafael yang membuat Della dan Lili terkekeh. Seketika Dicky terdiam, benar juga kata Rafael. Selama ini gadis yang Dicky sayangi terlihat lebih menyayangi Rafael, jadi kini masalahnya bukan hanya karena Rafael namun gadis yang Dicky sayang pula. Seorang gadis cantik berdiri diambang pintu usang rumah kontrakan Rafael, menatap dengan air mata ingin menetes. Makin terasa sakit hatinya ketika melihat kedekatan antara Lili dan Rafael, ingin sekali Hana berteriak meluapkan rasa sakit hatinya. Kaki Hana ingin berlari meninggalkan tempat ini, namun sayang terasa begitu berat apalagi sang penghuni rumah menyadari kehadirannya.
“Kak Hana” ujar Della. Hana tersenyum tipis membalas sapan Della. Gadis ini masih bisa tersenyum dihadapan orang meski hatinya terasa sakit dan air matanya sudah berlomba-lomba ingin keluar. Meski Hana tersenyum tapi Rafael merasa aneh dengan gadis ini, wajahnya terlihat murung tak bersemangat.
“Kamu baik-baik saja (?)” tanya Rafael.
“Seperti yang kalian semua lihat kalau Aku baik-baik saja, tak ada yang kurang bukan dariKu” ujar Hana dengan tersenyum kecut. Rafael menganggukan seolah percaya begitu saja dengan jawaban Hana, yang meski pun tak membuatnya seratus persen percaya. Hana menatap lekat mata indah Rafael, yang membuat Hana semakin tak sanggup menerima kenyataan kalau Rafael adalah saudara kandungnya. Hana berhambur memeluk tubuh Rafael dengan erat. Rafael pun terkejut dengan pelukan Hana yang tiba-tiba ini, apalagi Hana baju Rafael terasa basah akibat air mata Hana.
“Apa yang terjadi (?)” Rafael membalas pelukan Hana dengan beribu pertanyaan dalam benaknya. Hana terlihat menjadi gadis yang begitu lemah dengan keadaan ini, saat menatap Rafael semakin membuat cinta semakin dalam untu pria bermata sipit ini, apa yang harus Hana perbuat untuk memusnakan cinta yang menurutnya terlarang. Hana hanya diam karena bingung harus berkata apa, hanya terdengar jelas isak tangis Hana.
“Mungkin kak Hana belum mau cerita untuk saat ini” ujar Lili.
“Emm... lebih baik kita masuk dari pada harus berdiri dipintu seperti ini” usul Della dan semua memasuki ruang tamu, duduk dikursi yang sama sekali tak empuk itu. Tangis Hana mulai reda karena tak mau membuat masalahnya semakin rumit, belum lagi bila tangisannya terus berlanjut pasti semua akan bertanya apa yang terjadi dengannya.
“Kamu ambil minum sana Del” perintah Rafael. Della menganggukan kepala dan berlalu menuju dapur untuk mengambil segelas air putih untuk Hana, tak lama Della kembali membawa segelas air putih dan memberikan pada Rafael.
“Minum dulu biar kamu lebih tenang” Hana menerima dan meminumnya, setelah itu menarik nafas panjang dan menghempaskan perlahan, berharap Ia menjadi Hana gadis yang tegar. Menyadari kalau senyum Rafael, perhatian Rafael, semua kebaikan Rafael untuknya hanya sebatas untuk adik dan kakak tak boleh lebih. Mencoba merima kenyataan, masih akan ada pria yang lebih baik dibanding Rafael.
“Terlihat dengan jelas kalau memang mereka saling menyayangi. Doa Ku padaMu Tuhan, satukan mereka meski ada hati yang akan terluka” batin Lili dengan menatap lekat Rafael dan Hana secara bergantia. Pancaran mata Rafael untuk Hana terlihat jelas ada sebuah rasa sayang disana, rasa sayang begitu tulus. Lili pula begitu menyadari tatapan Rafael untuk Hana berbeda dengan tatapan Rafael untuknya.
“Maaf Aku datang-datang sudah membuat baju kamu basah” sesal Hana dengan menundukan kepala. Gadis ini masih ragu untuk menatap Rafael, karena masih ada luka setiap menatap mata Rafael.
“Gak pa-pa yang terpenting kamu nyaman” ujar Rafael dengan senyum tipis.
“Hem... lebih baik Aku pamit saja karena papa pasti telah menungguKu” ujar Hana segera beranjak dari duduknya. Benar-benar merasa tak tenang berada didekat Rafael, lebih baik Hana segera pulang dibanding harus kembali menangis dihadapan Rafael. Rafael meraih lengan Hana tentu saja itu menghentikan langkah kaki Hana.
“Mau Aku antar pulang, sepertinya kamu dalam keadaan tak baik” tawar Rafael. Hana dengan lembut menjauhkan tangan Rafael dari lengannya tanpa membalikan tubuhnya untuk menatap atau hanya sekedar berhadapan dengan Rafael.
“Maaf” sesal Rafael yang menyadari mungkin Ia salah telah menyentuh lengan Hana.
“Gak usah Aku bisa pulang sendiri karena Aku baik-baik saja” ujar Hana.
“Kak Hana pulang saja sama Aku, lagian juga Aku mau pulang kok” Lili beranjak dari duduknya dan berdiri dihadapan Hana, memberi senyuman manis untuk Hana yang hanya diam mematung.
“Aku gak mau terus merepotkan kamu, jadi lebih baik kalau Aku pulang sendiri” tolak Hana lembut.
“Kak Hana sama sekali tidak merepotkan Aku. Ada yang mau Aku bicarakan dengan kakak penting, jadi Aku mohon kakak mau pulang dengan Aku” Lili menyatukan kedua telapak tangannya dan memasang wajah memelasnya berharap Hana mau ikut dengannya. Hana menghela nafas, gadis dihadapannya ini selalu memaksa. Yah sudah untuk saat ini Hana menerima tawaran Lili, karena merasa tak enak hati dengan kebaikan Lili selama ini.
“Oke” Hana menganggukan kepala lalu pergi beranjak keluar dari rumah Rafael terlebih dahulu. Rafael menatap punggung Hana menjauh, begitu aneh gadis itu hari ini untuk Rafael, seperti Hana ingin menjauhinya tapi karena alasan apa ? apa berhubungan dengan Rangga ? entahlah Rafael tak mau terlalu memikirkan terlalu dalam.
“Aku pulang dulu dan jangan lupa untuk besok malam kalian harus datang” Lili segera mengikuti Hana.
“Ada yang aneh dari Hana, tapi itu kira-kita kenapa. Apa mungkin dia ada masalah lagi sama nyokapnya (?)” ujar Dicky. Rafael dan Della yang memang tak tau apa-apa hanya mengangkat bahu mereka secara bersamaan, lalu Rafael beranjak keluar rumah dengan wajah lesunya.
“Jiah sekarang ada lagi yang ikutan aneh” ujar Dicky memandang punggung Rafael yang telah berlalu.
“Maksud kakak siapa yang aneh (?)” tanya Della dengan melotot tajam kearah Dicky. Dicky yang mendapat tatapan tak biasan dari Della, mendusap tengkuk lehernya dengan cengengesan tak jelas. Seorang pria mengetuk pintu rumah membuat Della dan Dicky yang tengah diam menatap pria yang berdiri diambang pintu. Della terkejut dengan pria ini, tak hanya Della saja namun juga Dicky. Pertanyaan mereka sama, apa tujuan pria ini datang kerumah ini (?).

***
Mobil sedan merah ini melaju dengan kecepatan sedang, sepanjang perjalan penghuni mobil hanya diam. Lili tak jarang melirik Hana yang masih sering menitihkan air mata, ingin sekali Lili bertanya pada Hana apa yang terjadi sebenarnya hingga membuat Hana seperti ini. Tapi gadis ini teringat akan perkataan sang ayah yang melarangnya untuk terlalu jauh ikut dalam permasalah yang Hana alami.
“Kita bisa mampir dulu gak kak (?), Aku mau kita ngobrol dengan santai berdua disebuah cafe” ujar Lili memecahkan keheningan diantara mereka, melirik sekilah Hana dan kembali fokus dengan kemudinya.
“Hem... sepertinya itu lebih baik karena Aku juga ingin bicara sesuatu dengan kamu” setuju Hana dan Lili menganggukan kepala. Sebuah cafe yang kebanyakan para pengunjungnya adalah para anak muda yang menghabiskan waktu mereka sebagai tempat pilihan Hana dan Lili, mereka duduk dikursi yang terletak dipojok cafe dan mereka juga telah memesan sebuah makanan dan minuman.
“Apa yang ingin kamu katakan (?)” tanya Hana.
“Aku hanya ingin kakak berjanji menjaga dengan baik kak Rafa. Aku tau kalau kalian saling mencintai, jadi jangan pernah kakak berfikiran untuk menjauhi kak Rafa” ujar Lili. Hana tersenyum kecut mendengarnya, memang Hana akan menjaga Rafael selayaknya adik menjaga kakaknya, rasa itu hanya sebatas rasa sayang adik terhadap kakaknya, mustahil mereka akan menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
“Bukannya Aku lihat sekarang kamu dan Rafael sedang dekat, dan Aku lihat juga Rafael begitu sayang sama kamu, perhatian dia sama kamu juga lebih besar dibanding denganKu. Rafael lebih pantas sama kamu, kalian saling mencintai. Aku hanya gadis dari masa lalu Rafael, dulu hingga nanti Aku dan Rafael hanya sebatas teman yang sudah seperti keluarga sendiri” ujar Hana lalu menundukan kepala. Air mata Hana sudah ingin mengalir kembali bila mengingat Rafael ternyata kakak kandungnya, namun Hana mencoba menahan air matanya agar tak membuat Lili curiga.
“Kak Hana gadis yang pantas untuk mendampingi kak Rafa, selama ini perasaanKu pada kak Rafa hanya sebatas rasa sayang adik pada kakaknya. Aku akan bantu kalian untuk mendapat restu dari tante Carolin” Hana menggelengkan kepala, semua akan sia-sia meski tante Carolin memberi restu, karena kembali dengan kenyataan yang Hana tau kini.
“Sia-sia saja bila mama merestui, karena semua tak akan merubah semua yang terjadi pada masa lalu” ujar Hana dan seketika air matanya kembali berderai. Lili menatap bingung apa maksud Hana dengan kejadian masa lalu ? pasti ini ada hubungan sehingga membuat Hana seperti ini.
“Sebenarnya ada apa dengan masa lalu kakak (?)” Lili semakin ingin tau lebih dalam dengan masa lalu Hana yang bisa membuat Hana bisa bersedih. Hana menyeka air dan berusaha untuk tersenyum tipis, saat ini belum saatnya semua tentang kenyataan sebenarnya.
“Biarlah waktu yang akan berbicara” ujar Hana. Lili hanya menganggukan kepala, gadis ini sadar kalau saat ini Hana tak bisa bercerita. Untuk sementara Lili harus bersabar, suatu saat semua akan tau tentang kebenaran yang disembunyikan Hana. Makanan pesanan mereka pun datang, dua gadis cantik ini menikmati makanan dihadapan mereka dengan obrolan ringgan. Melupakan sejenak masalah yang tengah mereka hadapi, terutama Hana yang begitu terpukul dengan kenyataan kalau Rafael adalah kakaknya.

Bottom of Form

***
Rafael berjalan menyusuri jalan setapak tanpa sebuah tujuan yang pasti, fikirannya melayang entah kemana. Memikirkan seorang gadis yang membuatnya mengerti arti semua cinta, tapi rasa itu kini seperti sudah terbagi menjadi dua. Pertemuan dengan seorang gadis beberapa minggu lalu membuat Rafael bimbang dengan perasaannya sendiri, siapa yang sebenarnya yang dicintai, Hana atau Lili. Tak menyadari dengan langkah kakinya yang membawa kemana, membuat pria ini tanpa sadar sudah berada disebuah tepi danau yang letaknya tak jauh dari rumahnya.
“Ada apa ini Tuhan (?), kenapa bisa Aku mencintai dua gadis sekaligus (?). Hana, gadis ini yang sudah menggenalkan Ku tentang sebuah cinta. Tetapi Lili datang dengan sebuah rasa yang entah mengapa mampu membuatKu begitu nyaman didekatnya, melebihi kenyamanan yang Ku dapat saat disamping Hana” ujar Rafael lalu duduk disebuah pohon rindang yang tubuh ditepi danau. Rafael mengusap wajah tampannya kasar, semua membuatnya bingung.
“Bantu Aku Tuhan untuk menemukan siapa gadis yang sebenarnya menjadi jodohKu. Aku menyerahkan semua padaMu, karena Ku yakin kau tak pernah salah Tuhan” pria bermata sipit menyerahkan semua yang akan terjadi kedepan sesuai dengan takdir Tuhan, siapa saja jodohnya nanti pasti itu wanita paling baik yang Tuhan ciptakan untuknya. Rafael menghirup udara segar ditepi danau ini dan melempar batu kecil kedanau, sejenak menghiburnya dengan semua rasa yang membuatnya bingung.

***
“Ngapain Loe kesini (?)” tanya Dicky ketus. Ternyata yang bertamu kerumah ini adalah Rangga, membuat Dicky yang melihat Rangga berdiri dengan angkuh diambang pintu merasa kesal.
“Siang ini Loe harus ikut Gue” tanpa membalas pertanyaan Dicky, Rangga menarik cukup kasar lengan Della. Dicky yang melihatnya pun tak tinggal diam, menarik kembali Della dari Rangga dan menyembunyikan Della dibalik punggungnya.
“Loe gak usah ikut campur urusan Gue” ujar Rangga dengan menujuk wajah Dicky dengan jari telunjuknya, kata-kata yang terlontar dari bibir Rangga penuh dengan penekanan.
“Selama Loe ganggu sahabat-sahabat Gue itu akan menjadi urusan Gue” Dicky menatap sinis Rangga yang bersendekap dada.
“Sekarang Loe tanya sama Della mau ikut sama Gue atau diem disini sama Loe” Rangga menatap Della yang menundukan kepala. Della takut bila terjadi keributan antara Rangga dan Dicky, pasti itu akan membuat Rangga berkata kalau selama satu bulan kedepan Della menjadi pembantunya. Della tak mau Dicky tau dan Dicky akan bercerita pada Rafael, namun Della juga malas untuk ikut bersama dengan Rangga, merasa muak dengan semua yang telah Rangga lakukan. Dicky memutar tubuhnya agar dapat berhadapan dengan Della yang berdiri dibelakangnya.
“Kamu mau ikut dengan Rangga, Del (?)” tanya Dicky. Della mendongkan kepalanya, menatap bingung Dicky dan Rangga secara bergantian. Della menghela nafas, memang diharuskan Della untuk ikut bersama dengan Rangga kalau tidak semua akan mengancam masa depannya. Della menganggukan kepala yang bertanda dia akan ikut dengan Rangga, tanpa berucap Rangga menarik Della agar ikut dengannya. Dicky menatap bingung Della yang kenapa mau pergi begitu saja bersama dengan Rangga.
“Semua orang aneh hari ini” Dicky menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. Bagi Dicky hari ini semua orang yang dikenal terlihat aneh, dimulai dari Hana yang datang tiba-tiba saja menangis, Rafael yang pergi begitu saja entah kemana, dan yang terakhir Della pergi bersama dengan Rangga yang jelas-jelas musuh Rafael.
“Iphone milik siapa ini (?)” ujar Dicky ketika menemukan sebuah Iphone diatas meja. Dicky mulai tau kalau ini ponsel milik Lili, karena terpajang jelas diwallpaper Iphone ini yang memasang wajah Lili.
“Hem... ada alasan juga buat main kerumah Lili” dengan Iphone ini Dicky bisa berkunjung kerumah Lili untuk pertama kali, meski belum pernah kerumah Lili namun Dicky sudah tau alamat gadis yang sudah mencuri hatinya sejak pandangan pertama, dengan langkah pasti Dicky mulai meninggalkan rumah kecil Rafael.

***
Gadis ini berjalan dengan lesu memasuki rumah mewahnya, mendengar panggilan dari sang mama, Lili melangkah mendekat kearah tante Laura yang duduk disofa ruang tamu bersama dengan om Adrian. Lili mencium secara bergantian pipi orang tuanya lalu duduk diantara mereka. Om Adrian dan tante Laura menatap aneh putri mereka yang terlihat tak begitu bersemangat.
“Anak kesayangan papa ini kenapa (?)” tanya om Adrian dan menatap lekat wajah cantik sang putri yang terlihat begitu tak bersemangat.
“Gak pa-pa Cuma lagi males aja” ujarnya lesu.
“Gak usah bohong sama mama dan papa, pasti ada yang kamu sembunyikan dari kami” ujar tante Laura.
“Mama dan papa kali yang tengah menyembunyikan suatu hal yang penting dari Aku” om Adrian dan tante Laura saling pandang, merasa bingung dengan ucapan sang putri, memang apa yang mereka sembunyikan dari Lili hingga Lili mengetahui.
“Ah... sudah tak usah dibahas lagian juga Aku akan tau nanti. Bagaimana dengan persiapan ulang tahun papa (?)” Lili terlihat kembali bersemangat saat membicarakan persiapan ulang tahun sang ayah yang akan dilakukan besok malam dikediaman mereka ini, seolah lupa dengan apa yang telah membuatnya tak bersemangat.
“Tenang semua sudah ada yang mengatur dari dekorasi yang sederhana tapi elegan sampai urusan makanan para tamu” tutur tante Laura.
“Bagus deh kalau begitu Aku tak usah turun tangan membantu menyiapkan pesta ulang tahun papa, lagian papa itu ada-ada saja sudah tua tapi masih saja mau dirayakan ulang tahunnya” Lili terkekeh mengingat usia sang ayah yang sudah mau setengah abad tapi masih saja merayakan pesta ulang tahun, sudah seperti anak kecil saja menurutnya.
“Biar usia papa mau setengah abad tapi papa gak mau kalah sama kamu yang setiap tahun ulang tahunnya harus dirayakan dengan meriah, belum lagi papa harus tekor membelikan hadiah untuk kamu yang terkadang super mahal” canda om Adrian. Tante Laura yang mendengarnya pun terkekeh, memang benar kalau putri tuan dan nyonya Adrian setiap ulang tahunnya selalu meminta kado yang super mahal, namun sebenarnya itu tak pernah dipermasalahkan mereka, yang terpenting putri mereka bahagia.
“Biar saja. Apa gunanya uang papa kalau bukan untuk Aku” ujar Lili dengan memanyunkan bibirnya.
“Hem... yah sudah yang terpenting jalan terlalu suka menghamburkan uang. Papa gak mau kalau anak papa ini boros”  tutur om Adrian lalu mencium puncak kepala sang putri penuh kasih sayang.
“Kalian memang orang tua paling luar bisa, Aku bangga menjadi anak kalian” mendengar penuturan sang putri membuat tante Laura dan om Adrian memeluk putri mereka, meluapkan rasa sayang yang tak terhingga untuk putri kesayangan mereka. Namun semua ini terasa belum sempurna, karena anak pertama tante Laura dan om Adrian belum kembali pada mereka, tapi mereka selalu berharap agar anak mereka yang telah hilang segera kembali.

***
Mobil sport putih ini berhenti disebuah pusat perbelajaan yang cukup ternama dijakarta. Della menatap bingung Rangga yang membawanya kesini, fikirannya jauh melayang kesana membayangkan mungkin saja Rangga membawanya kesini hanya ingin menyuruhnya untuk membawa bawaan belanja Rangga nanti, pasti itu sangat menyebalkan. Della yang tak kunjung keluar dari mobil membuat Rangga membuka dengan kesal pintu jok mobil samping sang pengemudi, menarik dengan paksa Della agar mengikuti langkahnya.
“Ishhh... hobi banget sih kakak narik tangan Aku. Apa kakak kira gak sakit (?), sakit tau” kesal Della dengan menghempaskan kasar tangan Rangga dari lengannya, lalu mengusap lengannya yang memerah karena ulah Rangga. Rangga menatap menyesal karena ulahnya hingga membuat lengan Della memerah, tanpa diduga tangan Rangga mengusap dengan lembut lengan Della. Seketika membuat Della merasa terkejut dengan apa yang Rangga lakukan.
“Maaf karena Gue kasar sampai buat lengan Loe jadi begini” ujar Rangga yang masih mengusap dengan lembut lengan Della. Tak ingin terlalu larut dalam keadaan yang tak pasti membuat Della dengan cepat menjauhkan tangan Rangga dari lengannya.
“Udah gak pa-pa kok kak” ujar Della dengan sebuah senyum yang dipaksa. Rangga diam sembari menatap dengan begitu intens wajah cantik gadis dihadapannya, perasaannya tak bisa membohongi kalau Rangga telah jatuh hati pada Della.
“Kak Rangga” Della melambaikan tangannya didepan wajah Rangga yang terdiam, seketika membuat Rangga tersadar dan salah tingkah.
“Yah sudah sekarang Loe ikut Gue” Rangga tak mau terlihat salah tingkah dihadapan Della, membuatnya memikirkan kembali tujuannya datang ketempat ini. Rangga berjalan terlebih dahulu membiarkan Della mengikuti dibelakang, Rangga tak mau menarik lengan Della lagi hingga membuat merah. Della mengikuti Rangga memasuki sebuah distro yang memamerkan pakaian wanita, sebenarnya untuk apa Rangga memasuki tempat ini, kenapa bukan distro yang menjualkan pakaian seorang pria.
“Pilihkan baju yang termahal untuk gadis ini, dan pastikan baju itu akan membuatnya terlihat anggun” perintah Rangga pada seorang pramuniaga yang bekerja ditempat ini. Della terpelongo dengan ucapan Rangga, apa maksud Rangga dengan semua ini.
“Gue mau Loe besok malam ikut dengan Gue kesebuah acara” ujar Rangga yang seolah tau apa pertanyaan yang ingin terlontar dari Della. Besok malam (?) oh Tuhan Della telah berjanji untuk menghadiri pesta ulang tahun ayah dari sahabatnya, tapi sekarang rangga mengajaknya untuk pergi besok malam.
“Tapi....” ujar Della terpotong.
“Gak ada penolakan atau Gue akan buat Loe keluar dari sekolah” ancam Rangga. Tubuh Della terasa lemas medengar ancaman Rangga yang tak mungkin main-main, lagi dan lagi Della harus dipaksa mengikuti semua keinginan Rangga.
“Bawa dia” perintah Rangga dan membuat seorang pramuniaga menganggukan kepala.
“Mari” ujarnya dengan mempersilahkan Della untuk berjalan terlebih dahulu. Della menhentakan kaki sebelum melangkah mengikuti sang pramuniaga, menatap kesal Rangga sebelum Ia benar-benar berlalu pergi.
“Hanya ancaman saja yang mau buat Loe nurut sama Gue” guman Rangga menatap berlalu punggung Della bersama seorang pramuniaga.


***
Dilihatnya dengan intens halaman luas serta rumah mewah tempatnya menginjakan kaki kini, mulutnya terus saja memuji kemewahan rumah dihadapannya. Bunga bermekaran ditaman halaman depan rumah ini semakin menambah keindahan rumah ini, membuat Dicky mengagumi rumah gadis yang dicintai. Seorang wanita dengan pakaian kerjanya menyadarkan Dicky.
“Tuan mau cari siapa (?)” tanya wanita ini, dapat dibilang wanita ini salah satu pelayang dirumah tuan Adrian.
“Lili ada mbak (?)” tanya balik Dicky.
“Oh non Lili ada didalam mari saya antar” ujarnya dan Dicky menganggukan kepala. Melangkah mengikuti wanita dihadapannya dengan mata yang terus memperhatian setiap inci keindahan rumah ini, mereka berhenti disebuah ruangan cukup nyaman ketika berkumpul bersama.
“Maaf tuan, nyonya dan non Lili ini ada teman nona yang ingin bertemu” ujarnya dan segera beranjak pergi. Om Adrian dan tante Laura menatap pria tampan yang begitu asing untuk mereka, ini kali pertama mereka bertemu denga Dicky.
“Kak Dicky” ujar Lili.
“Hai” ujar Dicky dengan melambaikan tangan.
“Mah, pah kenalin ini kak Dicky temanKu dan kak Dicky perkenalkan ini orang tua Aku” Lili yang tau mereka tak saling mengenalkan pun memperkenalkan. Om Adrian dan tante Laura beranjak dari duduk mereka menghampiri Dicky. Dicky mencium punggung tangan orang tua Lili secara bergantian dan memperkenalkan diri.
“Mama tinggal yah sayang biar kalian bisa ngobrol” ujar tante Laura dan segera beranjak meninggalkan ruang tamu bersama sang suami. Lili pun mempersilahkan Dicky untuk duduk, dan tak lama pelayan tadi kembali dengan satu gelas jus jeruk diatas nampan lalu diletakan diatas meja.
“Makasih bik” ujar Lili dan wanita itu hanya mengangguk lalu pergi.
“Emm... kan Dicky ada urusan apa memang kesini (?)” tanya Lili.
“Memang kalau Aku main kesini gak boleh” canda Dicky.
“Hah... bukan begitu maksudKu tapi...”
“Hehehe gak kok Aku Cuma bercanda. Lagian Aku kesini cuma mau ngembaliin Iphone kamu yang tertinggal” Dicky menyerahkan Iphone itu pada pemiliknya.
“Ya ampun sumpah Aku lupa kalau ini tertinggal. Makasih banyak yah kak, sampai buat kak repot-repot nganterin segala kerumah” Lili.
“Justru Aku senang karena Iphone itu kita bisa bertemu lagi” pipi Lili bersemu merah mendengar penuturan Dicky, gila ini terlalu gila kenapa Lili bisa seperti ini, apa mungkin cinta Dicky tak bertepuk sebelah Dicky.
“Udah kak Dicky jangan buat wajah Aku tambah merah, lebih baik diminum dulu” Lili menggelengkan kepala merasa gila dengan yang terjadi pada dirinya kini. Dicky tersenyum dan meneguk hingga habis jus jeruk yang tersedia diatas meja, entah karena haus atau bagaimana hingga membuat Dicky cepat sekali menghabiskan satu gelas jus jeruk itu.
“Sudah habis nih” Dicky menunjukan gelas kosong dalam genggamannya pada Lili.
“Kak Dicky mau lagi, biar Aku suruh bibik buat lagi” tawar Lili.
“Hehehe gak ah nanti kalau banyak minum yang ada Aku sering bolak-balik kekamar mandi, kan sayang kalau......” ujar Dicky menggantung.
“Kalau apa (?)” tanya Lili yang mulai kepo.
“Kalau Aku menyia-nyiakan memandang wajah cantik kamu” gombal Dicky seketika membuat Lili tersipu malu dan wajahnya bersemu merah. Dicky tekekeh melihat wajah Lili yang bersemu merah, terlihat begitu lucu menurut Dicky. Mereka bergurau bersama dengan gombalam-gombalan Dicky yang mampu membuat Lili tersipu malu. Dicky merasa senang akhirnya Ia bisa berduan bersama dengan Lili tanpa ada ganggu dari Rafael, ketika ada Rafael Dicky selalu tersisi.

BERSAMBUNG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar