Minggu, 18 Agustus 2013

Be The One part 2



Bottom of Form

Twitter : @lilikM_

...
Bintang-bintang malam ini bersinar dengan cerahnya, secerah hati Hana yang tengah berbunga-bunga. Mengingat kejadian sore lalu saat dirinya dan Rafael makan bersama, penuh dengan canda tawa saat mereka bersama. Rasanya sore tadi Hana ingin waktu berhenti saja, asal dirinya selalu bersama dengan Rafael.
“Tuhan sampai kapan rasa ini akan Ku pendam sendiri” guman Hana. Memang sejak awal mereka bertemu dua bulan yang lalu Hana sudah mulai terpikat dengan Rafael, sesosok pria yang menurut Hana berbeda dengan pria lain, apalagi dengan Rangga yang sudah mengerjarnya sejak lama namn tak pernah direspon.
“Apa harus Aku ungkapkan rasa ini (?), tapi malu kali kalau cewek yang harus ungkapin perasaan terlebih dahulu. Rafael sadar kalau Aku ini suka sama kamu” ujar Hana lalu menenggelamkan kepalanya disela kakinya yang ditekuk. Gadis ini begitu berharap kalau cintanya terbalaskan, tak bertepuk sebelah tangan. Ingin sekali Hana mengungkapkan perasaannya pada Rafael, namun gengsi Hana terlalu tinggi hingga membuatnya ragu. Terdengar suara decitan pintu hingga membuat Hana mengalihkan pandangannya kearah pintu, seorang pria paruh baya tengah tersenyum dan melangkah mendekat kearah ranjang Hana.
“Anak papa ini kenapa (?)” ujar pria paruh baya ini dengan membelai rambut Hana. Hana menggelengkan kepala karena tak mau bercerita apa yang dirasa pada sang papa, mungkin saja sang papa akan bersikap sama dengan apa yang telah sang mama lakukan, menentang dirinya dekat dengan Rafael.
“Papa tau kalau Hana lagi bohong, coba cerita sama papa. Tadi waktu pulang papa lihat mama marah-marah, memang ada masalah apa karena setau papa tadi kalian pergi bersama” Hana menghela nafas, bingung harus cerita bagaimana pada sang papa yang biasa dipanggil om Wijaya.
“Tapi papa janji gak boleh marah sama Hana apalagi bersifat seperti mama” ujar Hana menatap berharap om Wijaya selaku sang papa. Om Wijaya menganggukan kepala dan menatap dengan lekat wajah sang putri, tak sabar mendengar cerita dari Hana.
“Mama marah karena Hana berteman dengan orang yang tidak setara dengan kita. Hana rasa mama terlalu berlebihan hingga memaki teman Hana ditempat kerjanya. Papa gak melarang Hana buat berteman sama dia kan (?)” kini Hana berharap cemas takut kalau sang papa akan bersikap sama dengan yang mama-nya lakukan. Om Wijaya tersenyum dan mencubit gemas pipi putih Hana yang sedikit chubby.
“Sayang, kamu itu bukan anak kecil yang harus diatur-atur berteman dengan dia dan dia karena papa tau anak papa ini tau mana yang baik dan tidak. Papa rasa kalau hanya sekedar berteman mama kamu gak akan marah, jangan-jangan lebih” goda om Wijaya membuat Hana tersipu malu.
“Jadi benar kalau sekarang Hana sudah punya pacar, boleh dong kalau kapan-kapan papa dikenalkan dengan pacar putri cantik papa ini” ujar om Wijaya yang semakin membuat Hana merasa malu. Hana memukul lengan sang papa lalu berhambur memeluk tubuh papa-nya, menenggelamkan wajahnya yang bersemu merah didada bidang sang papa.
“Pacaran memang belum pah, tapi Hana juga gak tau apa dia juga mencintai Hana karena selama ini dia hanya diam” Hana mulai terbuka dengan om Wijaya, menceritakan apa yang dirasa selama ini pada sang papa.
“Coba kamu ungkapin perasaan kamu sama dia, mungkin saja itu dapat membuat kamu lebih tenang” saran om Wijaya membuat Hana melepaskan pelukannya.
“Pah, mana mungkin. Aku ini seorang wanita yang tak mungkin mengungkapkan rasa ini terlebih dulu” ujar Hana dengan menundukan kepala.
“Tak ada salahnya wanita mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu, lakukan sebelum semua terlambat” om Wijaya. Hana hanya menggelengkan kepala, entah dia masih bingung dengan apa yang akan dilakukan, mengungkapkan terlebih dahulu apa menunggu hingga Rafael mengungkap perasaannya pada Hana.
“Memang siapa nama pria itu (?)” tanya om Wijaya.
“Rafael” ujar Hana. Mata om Wijaya membola saat putrinya mengatakan pria yang disuka. Rafael nama ini begitu tak asing ditelinga om Wijaya, apa mungkin om Wijaya mengenal Rafael pria yang disuka Hana.
“Papa kenal sama Rafael (?)” tanya Hana yang menyadari akan terkejutnya sang papa mendengar nama Rafael. Om Wijaya tersenyum dan menggelengkan kepala, berusaha bersikap biasa agar sang putri tak curiga.
“Sudah malam lebih baik kamu tidur, besok kuliah pagi. Papa keluar yah sayang, selamat malam muachhh” ujar om Wijaya lalu mencium kening Hana dan berlalu pergi. Hana menatap punggung sang papa hingga tak terlihat lagi, ada yang aneh dari sang papa tapi tak tau entah apa itu, ingin rasanya Hana bertanya tapi om Wijaya sudah berlalu begitu saja.

...
Malam telah larut hingga semua orang telah berlayar dipulau kapuk. Berbeda, malam ini seperti malam yang lalu. Sulit sekali Rafael memejamkan mata karena merasa gerah, apalagi Ia harus berbagi tempat tidur, satu tikar bersama dengan Dicky yang malam ini menginap dikontrakan sempit ini.
“Biasa-nya juga gak begini meski harus berbagi tempat sama Dicky” Rafael melirik Dicky yang begitu lelap tidur disampingnya, hingga terdengar dengkuran kecil dari bibir Dicky. Rafael beranjak dari rebahannya lalu melangkan keluar rumah mencari udara segar yang mungkin bisa menghilangkan rasa gerah ini dan membuatnya dapat segera merasa kantuk.
“Kok pintu terbuka” guman Lili saat ingin mengambil air minum karena merasa haus. Senyum tipis tergurat jelas diwajah cantiknya saat melihat Dicky yang tidur dengan pulasnya meski beralaskan tikar, yang rasanya tak seempuk dengan ranjang yang ada dikamar Lili. Kening Lili mengkerut saat ingat sesuatu. Rafael, yah kemana Rafael (?) bukannya Rafael bilang akan tidur bersama Dicky tapi kini hanya ada Dicky diruang tengah ini.
“Kak Rafa” panggil Lili saat melihat Rafael yang duduk diteras rumah. Rafael yang merasa aa yang memanggilnya menengok kebelakang lalu tersenyum pada gadis yang memanggil namanya.
“Sini”
“Kok kakak diluar bukannya tidur (?)” tanya Lili saat sudah duduk disamping Rafael.
“Gak tau tiba-tiba saja sulit untuk tidur, mungkin mata Ku tau ada wanita cantik yang tidur dirumahKu yang harus dijaga” ujar Rafael dengan candaan membuat Lili menunduk malu.
“Kamu juga belum tidur pasti gak betah tidur dikamar yang sempit tanpa AC lagi. Gak usah maksa kalau gak bisa tidur, kalau kamu mau pulang sekarang kakak siap untuk antar kamu” Lili yang awalnya menunduk kini mengangkat kepalanya, menatap pria yang duduk disampingnya.
“Kakak usir Aku (?)” tanya Lili.
“Hah... siapa bilang kakak usir kamu (?) gak kali. Kakak cuma gak mau kamu memaksakan diri menginap dirumah kecil Della” tutur Rafael menjelaskan apa maksud sebenarnya.
“Kirain kakak mau usir Aku” ujar Lili dengan menggelembungkan pipinya yang membuat Rafael gemas melihatnya. Mereka bergurau bersama ditengah gelapnya malam, ditemani nyamuk-nyamuk kecil yang siap menghisap darah mereka. Baru saja berkenalan mereka sudah begitu dekat, apalagi setiap berdekatan ada rasa yang aneh dalam hati mereka, namun baik Rafael dan Lili tak mau memikirkan hal itu terlalu dalam yang terpenting kini mereka merasa nyaman.

...
Hana menuruni anak tangga rumahnya satu persatu dengan senyum yang tak luntur dari bibir tipisnya, yah gadis ini begitu bahagia karena akan dapat kembali bertemu dengan Rafael. Seketika senyum Hana pudar saat berada dimeja makan, seorang pria berpipi chubby yang selalu membuat hari-harinya terasa suram.
“Pagi Hana” sapa pria berpipi chubby yang tak lain Rangga. Hana membalas dengan senyum masam, bosan setiap pagi kenapa Rangga harus datang kerumahnya, apa tante Yudith tak pernah memasakan sarapan untuk putranya hingga membuat Rangga menumpang sarapan dirumah Hana.
“Duduk sayang kita sarapan sama-sama” om Wijaya memerintahkan sang putri duduk disampingnya. Hana medekat kearah sang papa dan mencium pipi om Wijaya lalu duduk ditempat yang kosong.
“Hana mobil kamu masih dibengkel, jadi pagi ini kamu berangkat sama Rangga dulu” ujar tante Carolin yang membuat mood Hana semakin down. Hana ingin melayangkan protes tapi percuma saja menentang sang mama yang tak mau dikalahkan, gadis ini hanya diam tanpa membalas ucapan sang mama sembari menikmati sarapan pagi ini.
“Hana, kamu ini dengar apa kata mama” sentak tante Carolin karena merasa diacuhkan sang putri.
“Mama”
“Sudah papa diam saja, mama mau putri kamu ini jangan jadi anak pembangkang. Memang benar kalau pria miskin itu sudah mencuci otak kamu, jauhi dia atau mama akan hancurkan hidup pria miskin itu” ujar tante Carolin dengan penuh penekanan. Hana sudah muak dengan semua aturan sang mama yang terlalu berlebihan, dengan kesal Hana menghempaskan garpu dalam genggaman tangannya.
“Hana berangkat” Hana berlalu begitu saja sebelum menghambiskan sarapannya.
“Tante, om, Rangga permisi dulu” pamit Rangga dan mengikuti Hana yang sudah berlalu pergi terlebih dahulu. Om Wijaya menatap penuh emosi sang istri yang terlalu berlebihan pada Hana, selalu mau menang sendiri tak mau memahami orang yang disayangnya.
“Cukup mama atur papa jangan sampai mama atur kehidupan Hana, biar dia mencari kebahagiannya sendiri” ujar om Wijaya.
“Kamu yang diatur saja masih bisa berbuat salah apalagi Hana yang mau dibiarkan saja, bisa-bisa Ia tertular pengaruh orang miskin seperti kamu” tante Carolin begitu santai tanpa menyadari akibat dari apa yang dikata. Om Wijaya sudah tak tahan lagi menahan amarahnya, tangannya sudah terangkat untuk menampar pipi mulus sang istri.
“Tampar saja kalau memang kamu berani” tante Carolin semakin mendekatkan wajahnya pada tangan om Wijaya, seketika membuat om Wijaya mengurungkan niatnya, karena beliau tau istrinya akan kembali menghancurkan hidupnya kalau dirinya berani menampar. Om Wijaya meraih tas kerja dan jasnya lalu pergi begitu saja tanpa pamit pada tante Carolin yang bersikap biasa saja seperti tak ada masalah yang baru saja terjadi.

...
Pagi ini terasa berbeda dengan pagi Lili saat dirumahnya sendiri, Lili yang terbiasa sebelum berangkat sudah tersedia makanan untuk sarapan kini Ia harus membantu Della menyiapkan sarapan, meski tak banyak yang gadis manja ini lakukan namun setidaknya dapat membantu Della.
“Kamu setiap pagi membuat sarapan seperti ini (?)” tanya Lili saat mereka tengah menata makanan dimeja makanan, tak banyak makanan dimeja makan ini hanya ada makanan seada-nya saja.
“Kalau bukan Della siapa lagi Li yang harus menyiapkan sarapan, kak Rafa (?) yah gak mungkin dia kan cowok” tutur Della dengan menggelengkan kepala. Lili mengangguk faham dengan penjelasan Della. Hampir semua tentang Della, Lili tau karena memang mereka saling terbuka menceritakan kehidupan mereka.
“Pagi semua” sapa Rafael.
“Pagi” ujar Della dan Lili secara bersamaan lalu membuat mereka saling pandang dan terkekeh.
“Wahhh siapa ini yang masak (?)” tanya Rafael. Pertanyaan bodoh dalam batin Lili, karena yang pasti Rafael tau kalau yang masak itu Della.
“Gak penting siapa yang masak, lebih baik sekarang kita sarapan” Rafael langsung saja menikmati makanan dihadapannya dengan lahap, sedangkan Lili dan Della menggelengkan kepala melihat Rafael yang sudah seperti orang kelaparan. Tak lama mereka telah usai melakukan sarapan, hingga tiba saatnya Della dan Lili berpamitan berangkat kesekolah.
“Kak, Aku berangkat dulu takut kesiangan” Della mencium punggung tangan Rafael.
“Kak Rafa gak sekalian berangkat sama kita, lagian Aku bawa mobil dan jarak kampus kakak sama sekolah kita kan gak jauh, gimana kalau kita sama-sama (?)” saran Lili karena memang jarak antara sekolah Lili dan Della tak terlalu jauh dari kampus Rafael. Rafael dan Della saling tatap dan Della mengangkat bahu-nya tak tau harus bagaimana.
“Kakak berangkat nanti saja naik angkot” tolak Rafael.
“Kita sama-sama saja kak, lumayan tau kak nanti ongkos naik angkutan umum bisa ditabung untuk keperluan lain” hanya kata-kata ini yang selalu Lili gunakan untuk memaksa Della dan Rafael agar mau menumpang mobilnya, namun alasan yang diutarakan Lili memang benar, tak ada salahnya kalau ada tawaran yang bermanfaat kita tak menolak.
“Gimana yah (?)” fikir Rafael bingung dengan menggaruk kepalanya yang sama sekali tak terasa gatal, sedangkan Lili begitu berharap kalau Rafael mau menerima tumpangannya.
“Oke deh lumayan hemat uang juga, biar nanti dari sekolah kalian kekampus kakak naik ojek” akhirnya Rafael menerima tawaran Lili, membuat Lili tersenyum bahagi. Entah bahagia saja karena Rafael mau berangkat bersama dirinya, ini untuk yang pertama mereka satu mobil dan Lili berharap dapat terulang lagi.
“Oh yah... dulu Della pernah cerita kalau kak Rafa sempat berkerja menjadi supir taksi jadi sekarang kakak yang bawa mobilKu biar Aku dan Della yang menjadi penumpang” Lili menyerahkan kunci mobilnya pada Rafael. Rafael tak menolak karena tak enak hati, sudah menumpang tak mau dijadikan supir.
“Kamu duduk didepan saja sama kak Rafa biar Aku dibelakang” Della seolah ingin membuat Lili dan Rafael semakin dekat hingga dia lebih memilih duduk sendiri dijok belakang.
“Tapi....”
“Pokoknya Aku gak mau kalau kakak Aku dijadikan sopir sama kita” ujar Della lalu melangkah memasuki jok belakang mobil sedan merah Lili tanpa mendengar balasan ucapan sari pemilik mobil. Rafael menggelengkan kepala melihat tingkah adiknya yang berkuasa, sedangkan Lili hanya dapat mengikuti permintaan Della tanpa melayangkan protes.

Bottom of Form


...
Jalanan yang ramai membuat Rangga melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, pandangan mata Rangga bukan hanya fokus dengan kemudi-nya namun juga sekali-kali melirik gadis yang duduk dijok sampingnya. Yang dipandang acuh tak acuh pada Rangga, tapi bukan Rangga menyerah dengan keadaan.
“Kamu tumben diem Han (?)” tanya Rangga dengan melirik sekilas Hana yang sama sekali tak menatapnya, pandangan mata Hana lurus kedepan.
“Mulut-mulut Gue kenapa juga Loe yang ngatur” ujar Hana ketus. Bukan hal yang luar biasa untuk Rangga mendapat sikap ketus dari Hana, ini seperti sudah makanan sehari-hari Rangga saat bertemu dengan Hana, namun karena cinta membuat Rangga mampu berlama-lama dekat dengan Hana.
“Yah sudah terserah kamu yang penting kamu senang” ujar Rangga pasrah.
“Kalau mau lihat Aku senang lebih baik kamu jauh-jauh dari hidupKu, karena ada kamu didekatKu membuat Aku merasa sial terus” mata Rangga membola mendengar penuturan Rangga, sadar Rangga kalau selama ini Hana tak pernah suka dengannya, namun ucapan Hana kali ini begitu melukai dirinya.
“Satu yang harus kamu tau, Aku gak akan pernah lepaskan kamu untuk pria lain, kalau Aku gak bisa miliki kamu pria lain pun tak akan bisa” Rangga memang sakit hati tapi entahlah pria ini terlalu dibuta kan oleh cinta hingga membuatnya seolah lupa dengan ucapan Hana tadi yang sempat melukai hati.
“Bodoh kamu, Ngga. Kamu pria tampan, kaya, baik mana mungkin ada wanita yang menolak kamu, cari wanita yang tulus mencintai Kamu jangan mengharapkan Aku terus karena sampai kapan pun cinta kamu gak akan terbalaskan. Maaf maaf apabila kamu luka dengan semua ini” ujar Hana lembut. Gadis cantik ini masih punya hati, sadar dengan kesalahannya yang selalu acuh pada Rangga yang mencintainya, tapi apa daya hingga detik ini Hana tak bisa membalas perasaan Rangga.
“Gak ada yang perlu dimaafkan karena ini masalah perasaan. Tak selalu cinta membuat kita bahagia, seperti saat ini karena cinta Aku terluka” ujar Rangga yang begitu pasrah dengan keadaan. Hana menatap iba Rangga, apa cinta Rangga terlalu besar untuknya hingga sulit terhapuskan ? batin Hana.
“Lupakan saja kalau memang kita berjodoh pasti kita akan bersatu, meski harus ada yang kusingkirkan jauh dari hidup kamu” mata Hana membola, Hana begitu tau siapa Rangga. Rangga akan melakukan apa saja asal itu bisa membuatnya mendapatkan apa yang dia mau.
“Jangan pernah kamu macam-macam pada Rafael, dan kalau sampai itu terjadi Aku gak akan pernah memaafkan kamu, satu lagi kamu gak akan pernah bisa ketemu denganKu” ujar Hana yang seolah mengancam Rangga apabila berani melukai atau bahkan menghancurkan hidup Rafael.
“Aku bilang lupakan saja, jalani apa yang ada didepan kita jangan terlalu fokus dengan cinta sesaat kamu itu” Rangga. Hana hanya dapat diam tak lagi membalas ucapan Rangga, karena Hana tau Rangga akan tak mau kalah dengannya. Tiba-tiba saja mobil Rangga berhenti begitu saja tanpa alasan yang jelas, berulang kali Rangga mencoba menyalakan kembali mesin mobilnya namun sama saja mobilnya tak mau melaju kembali.
“Shithhhhhh...” Rangga memukul setir mobilnya karena kesal mobilnya tak kunjung menyala kembali. Namun berbeda dengan Hana yang terlihat senang karena bisa segera pergi dari hadapan Rangga yang begitu menyebalkan untuknya.
“Lebih baik Aku cari kendaran umum dibanding harus menemani Mu membenarkan mobil ini yang tak tau kapan selesainya” Hana keluar dari mobil Rangga, celingak celinguk sana kemari berharap ada kendaraan umum yang lewat agar Hana bisa segera jauh-jauh dari Rangga. Rangga yang tau Hana keluar dari mobilnya tak mau tinggal diam.
“Mau kemana kamu ini (?)” Rangga mencengkram cukup kuat lengan Hana hingga membuat Hana meringis kesakitan.
“Lepas” berontak Hana tapi sia-sia saja karena tenaga Rangga lebih kuat dibanding dirinya yang seorang wanita.
“Kita tetap sama-sama kekampus, sebentar lagi supir Aku akan datang kesini untuk bawa kan mobil untuk kita” ujar Rangga dengan melepaskan cengkramannya pada lengan Hana. Rangga tak akan tega berbuat kasar terlalu lama pada gadis yang Ia cintai, melihat Hana meringis kesakitan membuat Rangga dengan segera melepas cengkramannya.
“Lebih baik Aku naik kendaraan umum dari pada harus satu mobil lama-lama sam kamu” ujar Hana dengan mengusap lengannya yang memerah bekas cengkraman Rangga.
“Aku gak akan biarin kamu untuk pergi” Rangga kembali mencengkram lengan Hana saat Hana akan pergi dari hadapannya, namun cengkraman Rangga kali ini tak terlalu kuat seperti tadi. Hana tak membalas ucapan Rangga, gadis ini terus memberontak agar Rangga melepas cengkraman ini dari lengannya.
“Lepaskan dia” ujar seorang pria yang keluar dari mobil sedan merah. Hana tersenyum melihat pria yang tak asing untuknya, sedangkan Rangga tersenyum sinis dan menarik Hana agar berdiri dibelakangnya.
“Punya hak apa Loe ngatur-ngatur apa yang Gue lakuin”
“Gue memang gak punya hak apa-apa untuk ngatur Loe, tapi Gua hanya mau ingetin Loe jangan berbuat kasar dengan cewek” ujar pria ini yang tak lain Rafael.
“Loe gak usah jadi pahlawan kesiangan Hana. Bilang saja berapa uang yang Loe minta biar Gue kasih, asal Loe jauhi Hana” ujar Rangga. Rafael tak terima dengan ucapan Rangga baru saja, tangannya sudah mengepal siap mendarat diwajah tampan Rangga. Namun saat ingin memukul Rangga sebuah tangan menghalangi Rafael.
“Jangan kak” Lili dengan menggelengkan kepala. Rafael mengurungkan niatnya yang ingin memukul Rangga, dan menarik nafas kasar berharap amarahnya dapat mereda.
“Tolong lepaskan wanita itu. Kalau kakak memang punya hati jangan berbuat kasar dengan wanita, bayangin kalau posisi mama kakak seperti dia apa kakak tak terluka melihatnya, orang yang kakak sayangi disakiti orang lain” ujar Lili membuat Rangga seketika melepas cengkraman tangannya pada lengan Hana lalu dengan cepat Hana berlari mendekat kearah Rafael.
“Cukup kakak berbuat kasar dengan satu wanita jangan terulang lagi” Lili berlalu pergi dengan merangkul Hana masuk kedalam mobilnya. Della dan Rafael hanya melirik sekilas Rangga yang hanya diam, lalu Della dan Rafael masuk kembali kemobil.
“Kamu gak pa-pa Han (?)” tanya Rafael saat mobil sedan merah ini melaju. Hana menggelengkan kepala namun dengan mengusap lengannya yang terasa panas karena cengkraman Rangga. Rafael melirik Hana dari kaca spion yang ada dalam mobil karena memang Hana duduk dijok belakang bersama Della, sedangkan Lili masih tetap duduk disampingnya.
“Kenapa pria itu bisa berbuat kasar sama kakak (?)” tanya Della.
“Cerita-nya panjang sayang” Hana tersenyum tipis.
“Lebih baik kamu jauh-jauh dari Rangga karena Aku yakin Rangga akan kembali berbuat kasar sama kamu” Rafael terlihat begitu perhatian pada Hana hingga membuat Lili yang menyadari itu hanya menundukan kepala.
“Mau Ku juga begitu, tapi memang saja Rangga yang terobsesi denganKu hingga membuatnya hilang kendali” ujar Hana. Rafael menghela nafas karena tau bagaimana sikap Rangga pada Hana, cinta itu yang membuat Rangga melakukan hal apa saja.
“Oh ya hampir lupa. Makasih untuk bantuan kalian pagi ini, entah kalau tak ada kalian mungkin Rangga bukan hanya mencengkram lenganKu” tak lupa Hana mengucapkan kata terima kasih pada tiga insane manusia yang telah membantu dirinya. Della dan Rafael hanya menganggukan kepala dan tersenyum. Lili ? gadis ini hanya diam, sibuk dengan lamunannya sendiri.
“Kamu kenapa (?)” tanya Rafael menyadarkan Lili dari lamunannya.
“Hahh...”
“Kita belum kenalan tapi kamu sudah mau membantu Ku, makasih yah dek untuk bantuannya tadi” ujar Hana.
“Sama-sama kak. Memang sesama manusia kita harus saling tolong menolong, yah meski kita tak saling mengenal” ujar Lili dengan tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa aneh saat melihat dengan sendiri Rafael yang begitu perhatian dengan gadis yang sama sekali tak Lili kenal.
“Hana” Hana memperkenalkan diri.
“Lili. Kak Hana teman satu kampus kak Rafa (?)” tanya Lili dan Hana menganggukan kepala.
“Kalau kamu pasti teman satu sekolah Della, karena terlihat dari seragam kalian yang sama” Hana menunjuk Della dan Lili secara beragantian, membuat semua yang dalam mobil ini terkekeh. Rafael tersenyum saat melihat wanita-wanita yang disayang dapat tersenyum bersama, entah begitu nyaman untuk Rafael melihat senyum Lili dan Hana. Apa yang Rafael mencintai dua wanita sekaligus ?, semoga saja tidak karena Rafael tak mau melukai salah satu diantara mereka.

...
Cacing-cacing dalam perut Della sudah ingin dikasih makan, namun bel istirahat tak kunjung terdengar membuat Della mendengus kesal. Lili menggelengkan kepala mendengar gerutuan Della yang selalu begini setiap lapar, dan wel akhirnya bel bergema dipenjuru sekolah. Semua siswa dan siswi berhamburan keluar kelas, melakukan aktivitas sesuka mereka menunggu jam waktu belejar lagi.
“Kekantin yuk” ajak Della pada Lili. Lili menggelengkan kepala karena dirinya tak lapar dan merasa malas untuk melangkah, tubuhnya bersandar dikursi dengan malasnya.
“Kamu ini kenapa sejak pagi aneh tau gak (?)” tanya Della yang menyadari keanehan dari sahabatnya.
“Apa gara-gara kak Hana (?)” tebak Della sontak membuat Lili terkejut. Kenapa Della seolah mudah sekali membaca apa yang ada difikiran Lili, menyebalkan sekali kenapa Della harus tau.
“Ahhhh... Della udah gak usah dibahas. Lebih baik sekarang kita kekantin” Lili tak mau Della membahas semakin dalam tentang keanehannya, mangkanya Lili membuang jauh-jauh rasa malasnya dan mengajak Della untuk kekantin.
“Tunggu dulu” Della menghentikan langkah Lili.
“Apa lagi (?)” kesal Lili.
“LaparKu hilang sejak tau alasan keanehan kamu hari ini, cepat cerita atau tidak kamu dan Aku END” ujar Della dengan menekan kata yang diCapsLk. Lili menghela nafas ternyata Della tak mudah untuk dialihkan. Della rela menahan laparnya lebih lama demi mendengar cerita dari sahabatnya.
“Oke kita duduk dan Aku akan menceritakan semua sama Aku dari mulai A sampai Z biar kamu puas” Della sumringah mendengar Lili mau menceritakan apa yang dirasa kini padanya. Lili mulai menceritakan semua keanehan yang dirasa mulai sejak bertemu dengan Rafael hingga rasa yang semakin aneh saat Rafael begitu perhatian pada Hana. Della tersenyum ternyataan dugaannya memang benar, kalau memang Lili menyukai sang kakak sejak awal mereka bertemu. Lili mulai bertanya-tanya pada siapa Hana dan apa hubungannya dengan Rafael.
“Memang Aku sudah lama tau kalau kak Hana dengan kak Rafa dekat, tapi Aku rasa mereka belum ada hubungan yang lebih, yah hanya sebatas teman. Kamu tenang saja, Aku akan membantu mendekatkan kamu dengan kak Rafa. Aku yakin kamu gadis yang baik dan cocok dengan kakaKu” ujar Della membuat Lili refleks memeluk sahabatnya. Della saja sudah memberi restu kini tinggal tau apa Rafael juga mencintainya atau cintanya bertepuk sebelah tangan.
“Punya sahabat seperti kamu memang luar biasa, gak tau mau bilang apa lagi yang pasti terima kasih banyak” Della menganggukan kepala dan merasa ikut bahagia bila sahabatnya bahagia.
“Semoga memang kak Rafa juga suka sama kamu, Li. Aku tau kalau kak Hana juga suka sama kak Rafa, tapi Aku kurang suka dengan keluarga-nya yang selalu menghina kak Rafa” batin Della. Della memang tau kalau keluarga Hana tak suka dengan Rafael, Della tau itu semua saat tak sengaja mendengar pembicaraan Dicky dan Rafael semalam.
“Kita kekantin sekarang mumpung ada waktu” ujar Lili. Hana melirik jam didinding, masih kurang lima menit bel masuk kelas kembali bergema, dasar Lili tak cukup dalam waktu lima menit mereka untuk makan.
“Seneng sih seneng neng, tapi coba lihat jam tingga beberapa menit akan bunyi lagi” ujar Della. Lili segera melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan kanannya lalu cengengesan tak jelas membuat Della gemas melihatnya.
“Maaf kawan sudah membuatMu kelaparan. Pulang sekolah kita makan-makan dicafe gak jauh dari sini, ajak sekalian kak Rafa yang nanti jemput kita” ujar Lili. Hari ini memang Rafael akan menjemput Lili dan Della karena mobil Lili dibawa Rafael, awalnya Rafael tak mau membawa mobil Lili lebih baik Ia dan Hana naik taksi namun Lili memaksa dan membuat Rafael pasrah.
“Idihhhh... mentang-mentang udah dapat restu dari Gue main ajak aja, memang kakak Gue mau begitu” goda Della.
“Taruhan kalau kakak kamu mau selama satu minggu kamu harus menginap dirumahKu, dan kalau sebaliknya maka Aku akan menginap dirumahMu” ujar Lili.
“Enak saja itu namanya pemaksaan” ujar Della yang tak setuju dengan rencana Lili.
“Gak ada penolakan” Lili menyenggol bahu sahabatnya dan tak lama bel masuk sekolah sudah terdengar ditelingga, satu persatu para siswa menempati tempat mereka dan siap mendengar ocehan bermanfaat dari guru yang akan mengajar mereka siang ini.


...
Hari ini Rafael ada kelas hingga siang, hingga membuatnya bingung menghabiskan waktu sebelum adiknya pulang sekolah. Dengan santai Rafael keluar dari kelasnya namun baru selangkah keluar dari kelas tiga orang pria menghadang langkahnya. Salah satu dari pria itu ada Rangga yang tengah tersenyum sinis menatapnya.
“Jauhi Hana atau gak Gue akan buat hidup Loe hancur” ujar Rangga dengan menarik kerah baju Rafael, dengan kasar Rafael menghempaskan tangan Rangga dari kerah bajunya.
“Gue sama sekali gak takut dengan ancaman dari Loe” ujar Rafael.
“Oh... oh... oh... Loe tau bokap Gue salah satu donatur disekolah adik Loe, sewaktu-waktu Gue bisa minta buat adik Loe dikeluarkan dari sekolahnya” ancam Rangga yang membuat mata Rafael seketika membola.
“Jangan bawa-bawa adik Gue dalam urusan kita, disini Loe punya masalah sama Gue bukan sama keluarga Gue”
“Apa pun yang berurusan dengan Loe akan Gue hancurin selama Loe masih dekat-dekat dengan Hana, jadi lebih baik Loe jauhi Hana dibanding masa depan adik Loe akan hancur ditangan Gue” ujar Rangga dengan sinis lalu pergi dari hadapan Rafael. Rafael mengacak frustasi rambutnya. Rangga tak pernah main-main dengan apa yang dikata, itu semua pasti akan terjadi andai Rafael tak segera menjauhi Hana.
“Menjauh akan membuat semua kembali normal” pasrah Rafael.

BERSAMBUNG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar